DENPASAR - fajarbali.com | Hari Guru Nasional (HGN) diperingati setiap 25 November. Di berbagai daerah, peringatan ini ditandai dengan pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah. Selain sebagai penghormatan kepada para pendidik, momentum ini juga menjadi ruang refleksi mengenai peran dan perjalanan guru dalam membentuk kualitas pendidikan Indonesia.
Pengamat Pendidikan, Dr. A.A.N. Eddy Supriyadinata Gorda, menilai bahwa guru sejatinya adalah pemantik api, bukan sekadar pengisi bejana. Maksudnya, guru tidak hanya bertugas mengisi kepala murid dengan informasi layaknya menuangkan air ke wadah kosong.
“Kalau hanya mengisi bejana, guru hanya mengenalkan teori,” ujarnya, Selasa (25/11/2025) di Denpasar.
Sebaliknya, guru yang menjadi pemantik akan menyalakan api rasa ingin tahu, berpikir kritis, dan api kemandirian. Dalam pola ini, murid tidak lagi pasif menerima materi, tetapi aktif mencari tahu, bertanya, dan mengembangkan cara berpikirnya.
Gung Eddy, sapaannya, menjelaskan, untuk mewujudkan pendidikan yang memantik potensi murid, kurikulum harus memberi ruang praktik, eksplorasi, dan kreativitas, bukan hanya teori. Kehadiran kecerdasan buatan (AI) saat ini, menurutnya, justru dapat dimanfaatkan untuk memudahkan proses pembelajaran yang aplikatif. “Yang tidak bisa digantikan AI itu empati, toleransi, dan kebaikan hati,” tegasnya.
Ia mencontohkan, dalam pembelajaran agama misalnya, murid sering hanya memahami perilaku secara dangkal tanpa menjiwai substansi nilai yang diajarkan. Jika pola “mengisi bejana” terus dipertahankan, dampak jangka panjangnya adalah murid hanya fokus menyelesaikan tugas-tugas administrasi, tanpa benar-benar memiliki kemampuan berpikir kritis dan kemauan untuk berkembang










