DENPASAR-Fajarbali.com|Dr Ketut Sumedana yang tidak lama lagi meninggalkan Bali untuk mengemban jabatan baru sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, akhirnya buka suara soal penanganan kasus korupsi selama ia menjabat Kejati Bali.
Dihadapan wartawan, diakhir masa jabatannya, Sumedana menyebut jika saat itu ada dua perkara korupsi yang sejak, Senin (20/10/2025) sudah masuk pada tanah penyidikan. Yaitu kasus di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dan kasus kontruksi pembangunan di Universitas Terbuka (UT).
"Dua kasus ini (Tahura dan UT) per hari ini sudah masuk tahap penyidikan," ujar Sumedana yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Agung, Senin (20/10/2024) di aula Kantor Kejaksaan Tinggi Bali. Selain itu, ia juga menyebut perkara pengadaan rumah bersubsidi di Buleleng kemungkinan akan ada tersangka baru.
"Rumah subsidi di Buleleng sudah masuk persidangan, tapi akan ada tersangka baru dalam kasus itu. Sementata Untuk kasus di UT ini kami sudah dapatkan nilai kerugian negara yaitu sekitar Rp 3 miliar," sebut Sumedana.
Sedangkan soal kasus Tahura yang sempat menggemparkan Bali, setelah banjir bandang yang menerjang wilayah Bali khususnya Badung dan Denpasar, menurut Sumedana muncul sertifikat di lahan negara kawasan konservasi hutan yang seharusnya tidak digunakan untuk kepentingan pribadi dan bisnis.
"Kami sampaikan, Kejaksaan Tinggi Bali telah meningkatkan status perkara Tahura ke tahap penyidikan. Dimana penyidik menemukan indikasi tindak pidana korupsi," sambungnya.
Setidaknya dalam kasus itu, ada 21 saksi yang telah diperiksa dan sejumlah dokumen penting telah di klarifikasi. Namun dirinya menyebut, kasus ini nantinya bisa ditangani Kajati Bali yang baru, Chatarina Muliana Girsang.
"Pemeriksaan sudah dilakukan, klarifikasi saksi ini dilakukan mendukung tahap penyidikan. Kami ingin tahu siapa yang memegang hak pertama, kedua dan ketiga," terangnya.
"Semua akan terang di tahap penyidikan. Nanti kasus ini juga akan dilanjutkan Kajati Bali yang baru. Dan karena statyanya sudah masuk tahap pendidikan maka akan ada upaya paksa, seperti penyitaan alat bukti barang dan yang lainya," tegasnya.
Sejak 1990-an, Sumedana menyampaikan jika alih fungsi lahan negara sudah terjadi, padahal diketahui jika tanah itu tidak bisa digunakan untuk pribadi maupun bisnis. Kasus yang menyebar luar itu kemudian ditelusuri hingga akhirnya ditemukan ada 106 sertifikat hak milik perorangan.
Temukan itu diketahui setelah rapat panitia khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset dan Perizinan oleh DPRD Bali pada Selasa (23/9/2025) lalu.W-007