Usai Sidang Gugatan, Pengacara PT AM Tekankan Pentingya Edukasi, Transparansi dan Akuntabilitas dalam Proses Penilaian Tanah

u5-IMG-20251014-WA0001-1
A.A. Bagus Adhi Mahendra kuasa hukum PT Adi Murti & PT Arsa Buana Manunggal.Foto/ist

DENPASAR-Fajarbali.com|Sidang kasus gugatan perdata yang dilayangkan pihak PT Adi Murti (AM) terkait aset berupa tanah milik PT Adi Murti digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (13/10/2025).

Dalam sidang, ada dua orang saksi yang dihadirkan oleh penggugat yaitu atas nama Nyoman Sucipta merupakan pekerja dari PT AM yang sejak tahun 2011 menjabat sebagai manajer produksi di base camp perusahaan yang berlokasi di jalur By Pass IB Mantra.

Sementara saksi kedua adalah I Ketut Suwita, warga Desa Tangkas, Klungkung, yang hadir kapasitasnya sebagai pemilik lahan penyanding proyek yang dikerjakan PT AM.

Saksi pertama, I Nyoman Sucipta, warga asal Jembrana yang kini tinggal di Jalan Tukad Balian, Denpasar, memberikan keterangan di persidangan terkait proyek pengadaan tanah di wilayah Gunaksa, Klungkung.

Dalam kesaksiannya, Sucipta menegaskan bahwa seluruh surat yang masuk ke perusahaan diterima langsung oleh jika kantor atau base camp masih buka. Tapi jika base camp tutup, dan ada surat masuk, maka diterima oleh waker yang besoknya baru diserahkan kepada saksi.

Namun, saat ditanya apakah saksi pernah menerima surat soal ajakan musyawarah terkait pengadaan tanah, baik di jam kerja maupun di luar jam kerja, saksi menjawab tidak pernah..

“Saya tidak pernah menerima surat musyawarah apa pun terkait pengadaan tanah di lokasi proyek,” ujarnya di depan majelis hakim.Sucipta menjelaskan bahwa dirinya bertugas di bagian pengolahan aspal dan sempat melihat proses eksekusi lahan, meski lupa tanggal pastinya.

Ia juga mengaku tidak pernah melihat aktivitas pengukuran atau pemetaan oleh pihak pemerintah maupun swasta, dan baru mengetahui adanya proyek waduk setelah proses pengurukan berlangsung.

“Saya baru tahu itu proyek pemerintah setelah pengurukan dimulai,” tambahnya.Menurutnya, lahan tempat base camp PT AM memiliki luas sekitar 1,5 hektare, dan pada saat eksekusi dilakukan, bangunan di area tersebut hanya menyisakan pondasi.

BACA JUGA:  Informan Polisi Asal Rusia Bantah Bangun Organize Crime di Bali

Ia juga membenarkan adanya pemberitahuan dari kantor pusat di Jalan Plawa, Denpasar, mengenai rencana eksekusi lahan, namun tidak mengetahui secara detail permasalahan hukum maupun status sertifikat tanah tersebut.

“Saya tidak tahu kaitannya dengan tergugat, juga tidak pernah lihat sertifikatnya,” ungkap Sucipta.Saksi menambahkan, eksekusi dilakukan oleh Pemprov Bali karena perluasan proyek, meski ia tidak tahu apakah untuk pembangunan waduk atau proyek lain.

Sementara saksi kedua yang dimintai keterangan yaitu saksi atas nama, I Ketut Suwita. Saksi adalah warga Desa Tangkas, Klungkung. Ia dihadirkan di persidangan sebagai pemilik lahan penyanding proyek yang dikerjakan PT AM.

Ia memiliki sebidang tanah seluas 20 are yang terletak di sebelah barat basecamp PT AM, dan telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 2009, kemudian memperoleh kepemilikan resmi pada 2014.

Suwita mengaku mengetahui bahwa PT AM dimiliki oleh Made Palayuta, yang dikenalnya secara pribadi sebagai teman. Ia juga mengetahui di dalam lahan tersebut terdapat kegiatan proyek stone crusher dan pengolahan aspal.

Dalam kesaksiannya, Suwita menegaskan tidak pernah menerima surat eksekusi atau pengosongan lahan, dan tidak pernah mendapat pemberitahuan apa pun terkait proyek waduk atau embung air yang dibangun di sekitar lokasi.

“Saya tidak pernah disurati atau diberi tahu soal proyek waduk itu,” ujar Suwita di hadapan majelis hakim.

Ia menambahkan, tidak mengetahui status sertifikat tanah milik PT Adi Murti, serta belum pernah dihubungi pihak mana pun terkait pengadaan atau pembebasan lahan di kawasan tersebut.

“Saya hanya dengar ada masalah soal harga lahan, tapi tidak tahu lebih jauh,” tuturnya.

Menurut Suwita, di sebelah timur lahannya terdapat tanah milik ABM (Arsa Buana Manunggal), sedangkan di sebelah utara ia mengaku sudah lupa siapa pemiliknya.

BACA JUGA:  Buang Bayi, Sepasang Kekasih ini Dituntut 5 Tahun

Sementara itu A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra beserta Tim Hukum PT Adi Murti & PT Arsa Buana Manunggal Perkara Penilaian Tanah di Proyek Waduk PKB Denpasar, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pengadilan Negeri Denpasar yang telah menerima dan memeriksa perkara ini dengan terbuka.

"Gugatan yang kami ajukan merupakan gugatan yang relatif baru dan pertama kali diajukan di pengadilan negeri terkait mekanisme penilaian tanah dalam proyek strategis pemerintah," terang advokat yang kerap disapa Gus Adhi didampingi Ananda Pratama, SH dkk.

Bagi Gus Adhi yang mantan anggota DPR RI, perkara ini bukan semata-mata tentang memperjuangkan hak kliennya, tetapi juga menjadi bagian dari upaya edukasi kepada masyarakat luas tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penilaian tanah yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Adapun agenda sidang kali ini adalah pengajuan bukti surat tambahan dan keterangan saksi dari pihak Penggugat. Dalam perkara ini, pihak-pihak yang berperkara adalah PT Adi Murti dan PT Arsa Buana Manunggal.

"Inti persoalan terletak pada perbedaan nilai penilaian tanah. Tanah klien kami yang dibeli pada tahun 2017 dengan harga Rp750.000 per meter persegi, pada tahun 2020 ditetapkan sebagai lokasi proyek Waduk PKB dengan nilai Rp265.000 per meter persegi," sebutnya.

Pihaknya menegaskan, kliennya tidak pernah menolak proyek pemerintah, namun keberatan terhadap cara penghitungan nilai tanah yang dilakukan oleh pihak KJPP.

"Hingga saat ini, untuk wilayah Desa Gunaksa di mana tanah klien kami berada, belum pernah ada laporan resmi maupun penjelasan transparan mengenai metode penilaian yang digunakan. Sebaliknya, laporan yang diajukan oleh pihak Tergugat baru mencakup wilayah Desa Tangkas dan Desa Jumpai," beber Gus Adhi.

BACA JUGA:  Pergoki Pacar Selingkuh di Kamar Kos, Pria Ini Malah Dikeroyok

Oleh karena itu, gugatan ini dia ajukan bukan semata untuk kepentingan satu pihak, tetapi untuk memastikan bahwa proses penilaian tanah dapat berjalan dengan adil, terbuka, dan sesuai dengan prinsip profesionalisme penilai publik.

Gus Adhi percaya bahwa langkah ini merupakan awal dari proses panjang menuju keadilan yang substansial. Apapun hasilnya nanti, kami tetap menghormati proses hukum dan putusan pengadilan Yang terpenting adalah pihaknya telah berupaya menegakkan hak dan prinsip keadilan sebagaimana mestinya.

"Harapan kita dan klien kita, di mana hasilnya nanti Hakim memutuskan untuk memberikan keadilan pada klien kita, seperti halnya esensi pembangunan apa lagi dana yang digunakan adalah dana PEN yang bertujuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pascapandemi bukan sebaliknya justru menimbulkan kerugian pada masyarakat," tutup Gus Adhi.W-007

BERITA TERKINI

TERPOPULER

Scroll to Top