Dewan Minta Penegasan Soal Penerapan Nyipeng, Harus Bisa Dipertanggungjawabkan.

DENPASAR - sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Belakangan beredar pesan di Whatsapp terkait keputusan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat yang diketahui oleh Gubernur Bali akan menggelar “Nyipeng” atau Nyepi Desa Adat serentak diseluruh Bali. Rencananya, akan dilakukan selama 3 hari yakni tanggal 18,19,20 Maret mendatang. Ini dilakukan sebagai upaya skala dan niskala untuk mempercepat penanggulangan Virus Covid-19.

 

Terkait hal itu, DPRD Bali ikut menanggapi. Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Adnyana menyatakan, pihaknya tidak setuju apabila hal tersebut disebut Nyepi. Pasalnya, tidak disertai dengan perhitungan Hindu, termasuk dengan Catur Brata Panyepian. “Kalau menurut saya bukan Nyepi. Karena kalau Nyepi harus menurut perhitungan Hindu. Pakai Tilem Kesanga, itukan setahun sekali. Jadi kalau Nyepi itu dengan Catur Brata Penyepian-nya,” jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa (07/04/2020).

Sejatinya ia mendukung langkah yang akan diambil, sepanjang demi kebaikan masyarakat. Hanya saja, perlu ada penegasan mengenai isitilah penyebutannya. Agar tidak membuat bingung dan semakin panik. “Jadi jangan pakai Nyepi lah. Kita kan ingin menempatkan proporsinya yang benar. Jangan nanti kalau ada kayak gini, lagi Nyepi,” tandasnya.

Pihaknya lebih setuju apabila istilahnya diganti dengan Karantina atau isolasi. “Kalau Sipeng itu mungkin, tapi bukan berarti Nyepi,” akunya. Dirinya tak memungkiri jika apa yang diputuskan oleh PHDI dan Majelis Desa Adat mengarah pada Lockdown. Akan tetapi harus ada yang diperhatikan. Misalnya saja kebutuhan masyarakat.

“Arahnya mirip (Lockdown) itu. Kalau itu harus disiapkan semuanya, kan ada konsekwensi itu. Pemerintah harus siapin semuanya. Karena melarang warga itu kategorinya harus dipertanggungjawabkan, jangan sampai terjadi pelanggaran.

“Kalau menurut saya, kalau kondisi seperti ini pakai saja tidak bisa keluar atau Sipeng. Kemudian masyarakat yang tidak mampu atau miskin dan pendapatannya berkurang harus disiapkan biayanya oleh pemerintah, khususnya kebutuhan pokoknya,” jelasnya.

BACA JUGA:  Ubah Pola Pemasaran Melalui Platform Digital, Peran Pemerintah Masih Diperlukan

Untuk itu, pihaknya meminta agar ada kejelasan dan penegasan dalam menerapkan kebijakan Nyipeng tersebut. Sehingga tidak terkesan seperti Lockdown. “Nah, makanya apa ini yang mau dipake. Apakah yang bener-bener gak boleh keluar rumah atau bagaimana. Harus dipertegas lagi penerapannya,” tegasnya.

Menurutnya, walaupun penerapannya dilakukan oleh Desa Adat. Tetapi perlu ada pertanggungjawaban juga. Mengingat, Desa Adat juga eksistensinya diakui oleh Pemerintah. (her).

Scroll to Top