https://www.traditionrolex.com/27 Tuhan dan Organisasi - FAJAR BALI
 

Tuhan dan Organisasi

Dalam agama Hindu sifat keutamaan Tuhan direfleksikan dalam Tri Kona; mencipta (utpati), memelihara (sthiti), dan meniadakan (pralina). Dinamika ketiganya harus dijalankan secara harmonis untuk mewujudkan produktivitas dan kinerja organisasi yang efektif dan efesien.

 Save as PDF
(Last Updated On: 25/09/2022)

A. A. Ngr. Eddy Supriyadinata Gorda

 

Merespon berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi, transformasi digital menjadi sebuah fenomena yang tidak dapat terelakkan. Teknologi digital oleh banyak pihak dipandang dapat memberikan berbagai kemudahan sehingga membuat kinerja organisasi menjadi lebih efisien. Tidak mengherankan jika kemudian berbagai organisasi seperti “latah” untuk melakukan tranformasi digital. Bentuk transformasinya pun bermacam-macam, mulai dari menerapkan berbagai teknologi digital hingga mengubah bentuk organisasi yang dijalankan.

Sayangnya tidak banyak organisasi yang melakukan asesmen untuk memastikan transformasi digital yang dilakukan tidak lantas melahirkan dampak yang kontra-produktif. Hal ini yang kemudian menyebabkan cukup banyak organisasi pada akhirnya “terjebak” dalam proses transformasi yang dilakukan. Misalnya, tingkat keberterimaan teknologi yang rendah membuat tranformasi digital yang dilakukan justru memunculkan masalah baru di dalam organisasi.

Sesungguhnya proses transformasi digital tidak mudah untuk dilakukan. Ketiga komponen transformasi digital yang ada; manusia, bisnis, dan teknologi harus mampu bersinergi dengan baik. Dalam konteks ini organisasi perlu membumikan sifat Tuhan dalam organisasi agar ketiga komponen tersebut dapat saling menguatkan, bukan saling “memusnahkan”.

Dalam agama Hindu sifat keutamaan Tuhan direfleksikan dalam Tri Kona; mencipta (utpati), memelihara (sthiti), dan meniadakan (pralina). Dinamika ketiganya harus dijalankan secara harmonis untuk mewujudkan produktivitas dan kinerja organisasi yang efektif dan efesien. Pada saat melakukan tranformasi digital, mencipta (utpati) teknologi seringkali menjadi fokus utama. Pemeliharaan (sthiti) human capital seringkali dilupakan bahkan cenderung meniadakan (pralina). Banyak karyawan ditiadakan (dipecat) karena perannya dianggap dapat digantikan oleh teknologi.

Model transformasi seperti ini tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dlilihat dari sudut manapun dalam sebuat organisasi manusia merupakan yang utama. Jika diibaratkan sebuah keluarga, kehadiran anak kedua jangan sampai “mengancam” kehadiran anak pertama. Justru sebaliknya kehadirannya harus dapat menyempurnakan keberadaan anak pertama dan keluarga tersebut.

Oleh karena itu proses transformasi harus dilakukan dengan menguatkan fondasi yang ada dengan mengutamakan manusia sebagai roda penggerak utamanya. Prashad Nema seorang ahli strategi teknologi dan agen transformasi digital yang ulung mengemukakan bahwa penguatan fondasi tersebut memiliki tiga pilar utama.

Pertama, transformasi budaya. Elemen pertama yang perlu dipikirkan berkaitan dengan bagaimana organisasi selama ini dijalankan dan bagaimana budaya tersebut diregenerasi dengan adanya penciptaan (utpati) teknlogi yang baru. Budaya organisasi yang ada harus dapat bergerak secara dinamis dan agile dengan perubahan. Dalam posisi ini anggota organisasi harus memiliki kesediaan untuk menerima perubahan sambil mempertahankan elemen budaya utama yang membuat organisasi Anda unik. Meski demikian, perlu dipahami bahwa budaya lama yang ada tidak serta merta ditiadakan (pralina).

Budaya yang masih relevan dan menajdi penciri organisasi harus tetap dipelihara (stiti). Disinilah manajemen organisasi harus dengan jeli memetakan budaya yang ada, budaya baru apa yang perlu diciptakan (utpetti) , dipelihara (sthitii), dan ditiadakan (pralina).

Kedua, transformasi talenta.Transformasi organisasi yang berfokus pada talenta yang perlu dimiliki atau pertahankan. Untuk mengikuti perubahan, kita tidak harus meniadakan (pralina) semua talenta yang ada. Kita harus dapat memetakan pengetahuan dan keterampilan baru apa saja yang diperlukan dan keterampilan mana yang masih relevan. Fungsi pemeliharaan (sthiti) dapat ditunjukkan organisasi melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan. Akan lebih lagi jika pelatihan dan pendidikan tersebut dilakukan di dalam organisasi. Hal ini akan membangun loyalitas, mengurangi pergantian, dan meningkatkan efisiensi organisasi.

Ketiga, transformasi teknologi. Berkaitan dengan cara memanfaatkan teknologi baru. Organisasi menjauh dari proses usang dan mengadopsi sistem yang lebih otomatis dan berorientasi pada data. Teknologi dan aplikasi baru penting jika Anda ingin memenuhi permintaan klien Anda — tetapi tanpa komitmen untuk juga mengubah budaya Anda dan mengembangkan bakat Anda, berinvestasi dalam teknologi tidak akan dapat mendapatkan hasil yang maksimal. Sebagai contoh penciptaan (utpati) teknologi dapat digunakan untuk meniadakan (pralina) aspek-aspek sad ripu dalam pengambilan keputusan. Teknologi dapat menyajikan data-data yang mendukung pengambilan keputusan dengan lebih objektif, sehingga hubungan harmonis antara organisasi dan klien dapat terpelihara (sthiti) dengan baik.

Setelah ketiga pilar di atas (transformasi budaya, bakat, dan teknologi) dikuatkan barulah organisasi siap untuk melakukan transformasi digital. Dalam prosesnya komunikasi dan dukungan dari semua anggota organisasi menjadi elemen lain yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan. Lebih dari sekadar menggunakan teknologi yang mutakhir, transformasi digital berkaitan dengan bagaimana menciptakan nilai baru tanpa henti, untuk klien, diri kita sendiri, dan organisasi melalui penerapan peningkatan digital yang cermat. Jangan sampai kita terobsesi pada digitalisasi dan meninggalkan “Tuhan” dalam organisasi.

 Save as PDF

Next Post

FORKI Buleleng Juara Umum Tiga di Ajang Seikando Open Karate Championship

Ming Sep 25 , 2022
"Kontingen kami mendulang 10 emas, tiga perak dan enam perunggu"
Forkopi-95ed04d2

Berita Lainnya