TABANAN-fajarbali.com | Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor: 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali memberikan amanat setiap desa adat wajib memiliki awig-awig.
Memang apabila dilihat dari historisnya, desa adat bersifat otonom, artiya memiliki kewenangan mengatur urusan internalnya. Setiap desa adat mempunyai kewenangan membuat awig-awig, yang tujuannya adalah adanya suatu ketertiban dalam kehidupan masyarakatnya.
Awig-awig pada awalnya memang tidak tertulis, namun seiring perkembangan waktu, diupayakan awig-awig itu dibuat tertulis untuk memudahkan dalam pelaksanaannya.
Awig-awig sedapat mungkin dirancang sedemikian rupa, sehingga mampu mengantisipasi perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Membuat awig-awig tertulis ataupun merevisinya oleh masyarakat, juga memerlukan pemahaman dari prajuru desa adat, apalagi isi awig-awig/ pararem dari aspek hukum yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, dan ketentuan hukum positif lainnya.
Berdasarkan hal tersebut dalam rangka memberdayakan masyarakat desa adat perlu dilakukan kegiatan sosial untuk memberikan pemahaman bidang hukum.
Berdasarkan kondisi masyarakat demikian, tim pengabdian Universitas Warmadewa (Unwar) yang diketuai oleh Dr. I Ketut Sukadana, S.H.,M.H, beranggotakan Dr. Ni Made Jaya Senastri, S.H.,M.H, Dr. I Made Gianyar, S.H.,M.H.,M.Kn, serta dibantu oleh mahasiswa, menyelenggarakan kegiatan pendampingan penyuratan penyuratan pararem penyahcah awig-awig di Desa Adat Dalem Yangapi, Desa Abiantuwung, Kediri, tabanan.
“Tujuan kegiatan ini adalah memberdayakan masyarakat Desa Adat dan juga dalam rangka memberikan pemahaman hokum, sehingga hukum adat yang diterapkan sinergis dengan hukum positif (hukum Negara)”, ujar Sukadana yang merupakan dosen senior bidang Hukum Adat di Fakultas Hukum Unwar itu.
Menurut Sukadana, pembuatan norma hukum (adat) sebagaimana dimuat dalam awig-awig/pararem mesti disesuaikan dengan perkembangan jaman. Hal yang tidak kalah pentingnya yaitu pemahaman hukum bagi Prajuru Desa Adat dalam rangka menangani dan menyelesaikan wicara (perkara adat).
Lebih lanjut dikatakan, kegiatan penyuratan pararem ini penting dilakukan sebagai implementasi dari Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, yang di dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) mensyaratkan bahwa awig-awig dan pararem itu harus disuratkan.
Pararem yang dibuat tertulis (tersurat) akan lebih mudah dalam pelaksanaannya bagi prajuru desa adat. Adapun wujud kegiatan yang dilakukan yaitu ceramah, identifikasi dan dilanjutkan dengan pendampingan penulisan pararem penyahcah awig-awig.
Sukadana mengharapkan hasil kegiatan pengabdian ini, segera dapat kasobyahan kepada krama desa, sebelum diberlakukan oleh prajuru desa.
Hal ini dimaksudkan agar krama desa mengetahui dan memahami adanya aturan yang mengikat demi tercapainya kasukretan skala-niskala di Desa Adat.
Sementara itu Bandesa Adat Dalem Yangapi, I Made Artana, S.E yang didampingi oleh prajuru lainnya, menyambut baik kegiatan pengabdian ini, dengan mengucapkan banyak terima kasih kepada Universitas Warmadewa sebagai kampus yang peduli terhadap masyarakat melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM).
“Ini ibarat gayung bersambut, kegiatannya sangat bermanfaat karena sesuai kebutuhan Desa Adat saat ini yang baru saja selesai menyusun awig-awig,” kata dia.
Harapan ke depannya kegiatan ini tidak berhenti sampai disini saja, melainkan bisa berkelanjutan dalam berbagai bidang lain, karena permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat desa adat sangat komplek, imbuhnya.