Terbukti Gelapkan Dana Rp 25,5 Miliar, Dua Mantan Petinggi Yayasan Dhyana Pura Dituntut Berbeda

Jaksa Imam Ramdhoni menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP. 

(Last Updated On: )

Dua terdakwa kasus dugaan penggelapan dalam jabatan di Yayasan Dhyana Pura usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (29/8/2024).Foto/eli

DENPASAR-Fajarbali.com|Jaksa Penuntut Umum (JPU), Selasa (29/8/2024) menuntut dua terdakwa kasus dugaan penggelapan dalam jabatan di Yayasan Dhyana Pura senilai Rp 25,5 miliar dengan pidana penjara berbeda. Untuk terdakwa Gusti Ketut Mustika yang merupakan ketua Yayasan dituntut 1,6 bulan penjara. Sedangkan terdakwa R Rulik Setyahadi yang menjabat sebagai bendahara Yayasan dituntut 2 tahun penjara. 

JPU Imam Ramdhoni dalam amar tuntutannya yang dibacakan dihadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar pimpinan I Nyoman Wiguna menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk menghukum terdakwa Gusti Ketut Mustika dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, dan menghukum terdakwa R Rulik Setyahadi dengan pidana penjara selama 2 tahun,” demikian amar tuntutan yang dibacakan dihadapan kedua terdakwa yang didampingi oleh kuasa hukumnya masing-masing. 

Jaksa juga mengatakan, sesuai fakta persidangan, perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi unsur dalam Pasal 374 KUHP. Meski begitu, jaksa tetap mempertimbangkan hal yang meringankan dalam tuntutan. Yaitu kedua terdakwa berlaku sopan selama persidangan, dan kedua terdakwa juga sudah berusia lanjut. Atas tuntutan itu, kuasa hukum para terdakwa diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk mengajukan pembelaan secara tertulis pada sidang berikutnya. 

Usai sidang, kuasa hukum Yayasan Dhyana Pura, Agus Tekom Baba Asa Korassa Sonbai dan Johny Riwoe yang ikut hadir dalam sidang mengaku sedikit kecewa dengan tuntutan jaksa. Apalagi terkait hal yang meringankan, dimana JPU menyebut kedua terdakwa sudah berusia lanjut.”Sekarang apakah orang yang sudah tua atau usia lanjut tidak boleh dituntut tinggi,” ujar Agus Agus Tekom Baba Asa Korassa Sonbai atau yang akrab sapa Agus Tekom. 

Dia pun lantas membandingkan kasus yang juga pernah ditanganinya, yaitu penggelapan di Yayasan Harapan yang terjadi pada tahun 2019 lalu. Dimana terdakwa atau pelaku saat itu dituntut jaksa 3 tahun penjara. “Padahal di Yayasan Harapan ini nilai kerugian hanya Rp 1 miliar lebih, tapi jaksa tuntutan 3 tahun. Nah, kasus yang ini kerugian Rp 25,5 miliar hanya dituntut 2 tahun dan 1,6 tahun,” ujar Agus Tekom sedikit menyesalkan. 

Meski begitu, senada dengan Johny Riwoe pihaknya tetap menghormati tuntutan jaksa,’Kami tetap menghargai tuntutan jaksa ini,” ungkapnya. Sementara untuk vonis hakim, Agus Tekom dan Johny Riwoe berharap hakim independen. “Hakim itu tidak terikat dengan tuntutan jaksa. Hakim bebas dalam menjatuhkan putusan, jadi kami harap hakim dalam memutus perkara ini untuk menjatuhkan putusan seadil adilnya,” harapnya. 

“Soal nanti hakim vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, kita kembali ke jaksa. Kenapa? ada asas  Dominus litis yang menyatakan bahwa jaksa memiliki yurisdiksi eklusif ruang sidang dalam Penuntut. Artinya jika vonis nanti lebih ringan dari tuntutan jaksa, jaksa yang punya kewenangan apakah akan banding atau menerima,” tutupnya. 

Terpisah, kuasa hukum terdakwa,I Gusti Ketut Mustika, Sabam Antonius Nainggolan juga merasa kecewa dengan tuntutan jaksa. Hanya saja, pengacara berdarah batak ini kecewa karena sebenarnya jaksa tidak bisa membuktikan kesalahan terdakwa.Dia mengatakan, fakta persidangan mengungkap bahwa hasil audit dengan kasat mata banyak cacatnya.

“Contohnya begini, hasil audit, rekening koran dikurang burki cek kemudian dikurang dengan bukti transaksi. Bukti cek ada dana Rp 45 miliar lebih yang tidak dicatatkan sebagai bukti pengeluaran cek, dan ini sudah kita tunjukan dalam fakta persidangan. Kedua soal audit, audit yang dilakukan itu adalah audit general, jadi tidak boleh ini lantas dikatakan penggelapan,” ujarnya. 

“Semua yang dibacakan adalah hasil audit, sementara audit dinyatakan cacat, kalau cacat seharusnya itu dikesampingkan,” lanjut Nainggolan. Yang kedua, kata Nainggolan, kalau jaksa PD (percaya diri) dalam kasus ini kerugiannya Rp 25,5 miliar, maka seharusnya tuntutan lebih tinggi dari yang dibacakan. W-007

Next Post

Niat Baik Menyelamatkan Landak, Pria Asal Bongkasa Malah Masuk Penjara

Kam Agu 29 , 2024
“Saya tidak tahu kalau landak ini satwa dilindungi. Di tempat kami, landak dianggap hama bagi perkebunan,” ujar Sukena.
piara landak

Berita Lainnya