DENPASAR-fajarbali.com | Tak hanya hidangan, garapan yang tersaji dihadapan para penonton ibarat paket komplit. Paket komplit itu tersaji dalam Pentas Kreativitas Pelajar – Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya.
Tak pandang usia, muda mudi yang tampil dengan enerjik ini pun berhasil menghibur dari yang tua hingga yang balita. Meski dinginnya angin malam menusuk tulang, namun semangat seniman dari SMP Negeri 7 Denpasar dan SMP Negeri 3 Mengwi ini pun tak pernah surut.
Sebagai penampil pertama, truna-truni SMP Negeri 7 Denpasar (Schooven). Sekolah yang berdomisili di Denpasar Barat ini pun membawa rombongan kru dan seniman mudanya untuk bersiap sejak pukul 15.00 wita, Jumat (09/03/2018).
Tak terkecuali Karina Paramitha (14). Gadis berperawakan mini yang menjabat sebagai Ketua OSIS SMP Negeri 7 Denpasar ini pun merasa sangat antusias dengan adanya Nawanatya III, “Perform untuk Nawanatya sendiri datang dari masing-masing ekstra dan saya akui bahwa SMP 7 baru kali pertama untuk tampil, kami semua bersemangat untuk mempersiapkan garapan ini,” terang Karina.
Tak jauh berbeda dengan Karina, I Made Dwi Bagus Astika (16) juga mengungkapan rasa bangganya saat mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam Nawanatya kali ini. “Sebelum mengakhiri kelas 9, ini salah satu wujud persembahan terakhir dan astungkara bisa menghibur yang hadir nanti,” ujar lelaki yang memerankan tokoh antagonis.
Harapan Dwi pun menjadi kenyataan. Garapan seni yang dibawakan di atas panggung Kalangan Madya Mandala ini pun sukses besar. Penampilan yang dimulai dari alunan gamelan dan dilanjutkan dengan tarian maskot SMP Negeri 7 Denpasar yang bertajuk ‘Sapta Asrama Sisya Jayeng Sadhu’ berhasil membuat penonton terkagum-kagum akan lincahnya gerakan para penari.
Seusai dibuka dengan tari kebesarannya, penampilan pun dilanjutkan dengan musik tradisional inovatif ‘Tanjak’ yang dibawakan oleh lima orang penabuh. Tak hanya pentas berbalut tradisi Bali, namun balutan modern pun juga turut menyempurnakan penampilan truna-truni Schooven, yakni modern dance yang ditarikan dengan enerjik oleh dancer laki-laki dan perempuan.
Seolah tak lelah, penonton pun kembali disuguhi penampilan tarian Joged Bumbung. Sebagai persembahan terakhir, drama modern yang bertajuk ‘Salah Menilai’ sukses menyempurnakan garapan seni siswa-siswi SMPN 7 Denpasar.
Ditemui seusai penampilan anak didiknya, Titik Wahyani selaku kepala SMPN 7 Denpasar pun mengucap secercah harap. “Jangan sampai berhenti disini saja, melestarikan dan mencintai budaya haruslah berkelanjutan,” tuturnya. Sebab bagi Titik, mencintai budaya membuat siswa menjadi pribadi yang tangguh dan berkararkter.
Sang waktu yang telah menunjuk angka setengah sepuluh malam tak menyurutkan semangat penampil kedua. Spentriwi (SMP Negeri 3 Mengwi) tak kalah sukses memikat hati penonton.
Empat persembahan yakni Toh Jiwa, Tari Mang-Empas, Kaleng Mesari, dan Uli Lu’u Dadi Luung pun erat akan suasana etnik khas Bali berbalut modernisasi yang sarat makna. Seperti halnya pada penampilan yang bertajuk Kaleng Mesari, dimana para lelaki yang hanya memainkan alat musik dari kaleng bekas yang tentunya mengeluarkan suara khas, sukses membuat khalayak berdecak kagum.
I.B Putu Sukasawa, kepala sekolah Spentriwi pun merasa bahagia melihat penampilan anak didiknya. “Sangat bersyukur dan bangga dapat dipercaya untuk mengisi Nawanatya dan untuk anak-anak supaya dapat dilestarikan lagi dan mengembangkan seni di tingkat SMA,” ujar pria bertubuh tambun ini.
Bagi Kurator Bali Mandara Nawanatya III, Kadek Wahyudita, penampilan SMPN 3 Mengwi cukup menarik dengan balutan seni tradisi. “Apalagi tadi, anak-anak SMPN 3 Mengwi cukup bagus penguasaan yoga dalam tariannya,” ulas Wahyudita. (Alt)