Skrining Deteksi Awal Gangguan Tidur pada Komunitas Yoga DHSP Bali di Banjar Singin, Selemadeg, Tabanan 

IMG-20250915-WA0006
Wawancara pengisian kuisioner insomnia.

GANGGUAN tidur merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan sering kali berkaitan erat dengan kondisi neuropsikiatri, seperti gangguan kecemasan, depresi, hingga gangguan psikotik. 

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa gangguan tidur tidak hanya menjadi gejala tambahan, tetapi juga dapat menjadi faktor risiko primer terhadap gangguan mental. 

Sebuah analisis data dari World Health Survey menyimpulkan bahwa individu dengan gangguan tidur memiliki risiko 2,41 kali lebih tinggi mengalami gejala psikotik, bahkan setelah dikontrol oleh depresi dan kecemasan.

Dari sudut pandang neuropsikiatri, gangguan tidur seperti insomnia, hypersomnia, dan sleep-disordered breathing memiliki implikasi serius terhadap struktur dan fungsi otak. 

Gangguan tidur kronis diketahui berhubungan dengan disregulasi neurotransmitter (terutama serotonin, dopamin, dan GABA, serta berkontribusi pada penurunan fungsi eksekutif dan gangguan emosi. 

Studi neuroimaging juga menunjukkan adanya perubahan pada area prefrontal cortex dan amigdala pada individu dengan gangguan tidur kronis, yang juga ditemukan pada pasien depresi dan Post Traumatic Stress Disorders (PTSD).

Namun, keterbatasan fasilitas seperti polisomnografi (PSG) dalam skala komunitas mendorong perlunya skrining berbasis kuesioner sebagai pendekatan awal. 

Beberapa alat skrining yang telah tervalidasi secara internasional dan aplikatif di komunitas meliputi Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk kualitas tidur subyektif , Insomnia Severity Index (ISI), Epworth Sleepiness Scale (ESS) untuk somnolen siang hari, dan Global Sleep Assessment Questionnaire (GSAQ) sebagai alat multigangguan. 

Gangguan tidur memiliki dampak yang luas terhadap kesehatan mental dan neurologis individu. Oleh karena itu, skrining dini di tingkat komunitas menjadi penting dalam pendekatan preventif dan promotif. Ditinjau dari aspek neuropsikiatri, skrining gangguan tidur memiliki tujuan beragam. 

Salah satu tujuannya adalah mengidentifikasi gangguan tidur sedini mungkin sebagai indikator awal risiko gangguan neuropsikiatri gangguan tidur, seperti insomnia dan hypersomnia, sering menjadi prekursor atau gejala awal berbagai gangguan psikiatri seperti depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan bipolar. 

BACA JUGA:  RSUD Klungkung Kekurangan Stok Oksigen

Deteksi awal dapat membantu mengidentifikasi individu berisiko sebelum gejala neuropsikiatri berkembang secara klinis signifikan.

Dalam rangka pelaksanaan rutin program pengabdian masyarakat sejalan dengan visi misi Fakultas Kedokteran Universitas Mahasaraswati Denpasar khususnya dengan keunggulan di bidang Ethnomedicine, telah dilakukan acara skrining kesehatan untuk deteksi awal gangguan tidur insomnia pada komunitas DHSP Bali yang dilaksanakan awal Juli 2025 lalu, dengan sasaran peserta komunitas yoga DHSP Bali di banjar Singin, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan. 

Registrasi data pasien yang meliputi nama, jenis kelamin, dan usia yang dilakukan secara manual oleh panitia. Diperoleh jumlah peserta yang hadir saat acara adalah 32 orang.  

Setelah registrasi, peserta kemudian mengerjakan kuisioner ISI dalam waktu 30 menit dipandu tim pelaksana pengabdian masyarakat. Dari 32 orang peserta kegiatan berjenis kelamin perempuan sebanyak 18 orang (56,25%) dan sisanya berjenis kelamin pria sebanyak 14 orang (43,75%).  

Rerata usia peserta masih di rentang usia produktif yaitu 51,69 tahun. Usia termuda peserta adalah 25 tahun dan tertua berumur 77 tahun. Hasil pengukuran kuisioner ISI sebagai skrining awal insomnia pada 32 orang diperoleh data sebanyak 4 orang (12,5%) tidak mengalami insomnia, 11 orang (34,4%) menderita insomnia ringan, 15 orang (46,9%) dengan insomnia sedang, dan sebanyak 2 orang (6,3%) dengan insomnia berat.

Pelaksanaan deteksi dini ini tidak hanya penting untuk mengetahui prevalensi gangguan tidur, tetapi juga sebagai pintu masuk intervensi lebih lanjut di bidang psikiatri, neurologi, dan psikologi klinis. 

Deteksi dini secara komunitas melalui pendekatan skrining juga sejalan dengan paradigma promotif dan preventif dalam pelayanan kesehatan mental berbasis masyarakat.

Penulis: dr. Anak Agung Dwi Ratih Arningsih, M.Biomed, Sp.KJ. (Fakultas Kedokteran, Universitas Mahasaraswati Denpasar) 

Scroll to Top