Singaraja Literary Festival 2025, Menghidupkan Pengetahuan di Masa Lalu dalam Napas Baru

WhatsApp Image 2025-07-22 at 12.56.41_63e33d6c
Pemaparan kegiatan Singaraja Literary Festival 2025

Loading

BULELENG-fajarbali.com | Di tengah pergeseran nilai dan riuhnya zaman digital, Singaraja memilih untuk kembali mendengar suara-suara lama. Suara yang tidak lantang, tapi dalam. Suara yang selama ini tersimpan dalam lembaran daun lontar, di rak-rak sunyi Gedong Kirtya. Dan lewat Singaraja Literary Festival (SLF) 2025, suara-suara itu dihidupkan, diterjemahkan, dan dirayakan dalam kemungkinan-kemungkinan baru yang penuh warna.

Tahun ini, SLF memasuki pelaksanaan ketiganya. Festival ini menjadi momen penting dalam langkap kesusastraan regional, nasional, bahkan internasional, karena menjembatani pengetahuan lama, pengetahuan kini dan masa depan, dengan praktik kesenian kontemporer. Tahun ini SLF mengusung tema ‘Buda Kecapi’ yang bermakna energi penyembuhan semesta. Tema ini menjadi kontekstual karena sastra memiliki kekuatan penyembuhan yang mendalam. Festival ini hendak membunyikan kembali harmoni antara sastra, kemanusiaan, dan penyembuhan—bukan hanya untuk pribadi, tapi juga bangsa.”Tema Buda Kecapi kami pilih karena relevansinya dengan kondisi sosial kita hari ini. Ada luka, ada krisis identitas, ada kehilangan akar. Dan sastra, khususnya yang bersumber dari warisan lokal seperti lontar, bisa menjadi penawar,” ujar Kadek Sonia Piscayanti, Direktur SLF sekaligus pendiri festival ini saat memberikan keterangan pers, Selasa (22/7/2025) siang.

Sonia menjelaskan, Buda Kecapi adalah salah satu naskah kuno yang tersimpan di Gedong Kirtya. Dalam teks itu, tersimpan gagasan tentang kehidupan yang seimbang, relasi harmonis antara manusia dan semesta, serta nilai-nilai penyembuhan melalui seni dan kebijaksanaan lokal. Inilah yang menjadi pijakan utama SLF 2025 untuk menggali naskah, menafsir ulang, dan mengalihwahanakan dalam bentuk baru.”Kami merancang festival ini sebagai proses alih wahana dari teks lontar menjadi pertunjukan, karya sastra modern, bahkan film. Jadi kami tidak sekadar mengarsipkan masa lalu, tapi menghidupkannya dalam bentuk yang relevan dan bisa diterima generasi hari ini,” tambahnya.

BACA JUGA:  RSUD Buleleng Siap Terima Mahasiswa Keperawatan dari Jepang

SLF 2025 akan berlangsung selama tiga hari penuh, mulai 25 hingga 27 Juli 2025, bertempat di Gedong Kirtya, Singaraja. Lebih dari 60 program disiapkan untuk menyambut para penulis, peneliti, budayawan, akademisi, seniman, dan publik dari berbagai penjuru dunia.”Mulai dari workshop membuat prasi – melukis pada lontar, penulisan kreatif, diskusi panel, peluncuran buku, pertunjukan teater, pameran seni rupa, pemutaran film pendek, hingga kolaborasi lintas komunitas. Semua program dirancang untuk memfasilitasi dialog antara tradisi dan inovasi,”lanjutnya.

Yang lebih menarik, SLF tidak hanya menampilkan tokoh dari pusat-pusat kesusastraan besar, tetapi juga menyambut kehadiran penulis dan jurnalis dari berbagai penjuru Indonesia dan dunia. Menurut Sonia, tahun ini panitia melibatkan ratusan penampil dan pembicara dari latar belakang yang sangat beragam. “Kami mengundang penulis dari seluruh Indonesia, penulis, akademisi dari Kawasan Asia Pasifik, dan beberapa dari benua Eropa” jelasnya.

Selain perayaan, SLF juga dimaksudkan sebagai proses dokumentasi. “Kami bukan hanya ingin membuat peristiwa festival yang sekadar ada. Tapi ini menjadi proses dokumentasi, pemaknaan ulang, dan penciptaan gagasan baru. Karena itu, banyak program kami yang juga bersifat riset dan interpretasi,” ungkap Sonia. @gus

Scroll to Top