Seniman Otodidak, Ukur Tubuh Kucing Asli Sebelum Rancang Singa Raksasa

IMG-20250704-WA0017
I Komang Warsa, berfoto dengan singa agung, sarana petulangan ngaben massal gabungan enam dadia warga Sira Arya Gajah Para dan Getas (AGPAG), Angantelu-Gegelang, Kecamatan Manggis, Karangasem, Jumat (4/7/2025).

Loading

AMLAPURA-fajarbali.com | Ngaben massal gabungan enam dadia warga Sira Arya Gajah Para dan Getas (AGPAG), Angantelu-Gegelang, Kecamatan Manggis, Karangasem, Jumat (4/7/2025), bertempat di Setra Desa Adat Angantelu telah sukses digelar. 

Dua sarana pengabenen berupa wadah bade tumpang sembilan dan singa raksasa berwarna merah, menjadi magnet tersendiri. Ribuan warga lokal hingga turis mancanegara tampak menonton, sambil mengabadikan momen pitra yadnya itu. 

Menariknya, kedua ikon ngaben, baik bade dan singa dibuat oleh seniman lokal AGPAG. Wadah bade digarap oleh Kadek Erik, sedangkan singa oleh I Komang Warsa. Kedua "arsitek" muda ini bemodal keberanian dan niat yang tulus ngayah demi leluhur yang diupacarai. 

Bagi Komang Warsa, merancang petulangan singa jumbo adalah pengalaman pertamanya. Meski sebelumnya ia pernah merangsang ogoh-ogoh dan petulangan gajah mina. 

Apalagi Komang Warsa menyadari betul bahwa karyanya ini akan disaksikan banyak mata. Artinya secara tidak langsung, banyak pihak yang menjadi juri dadakan atas karyanya itu. Sebuah pertaruhan yang membutuhkan keberanian, tentunya. 

Setelah diberi mandat oleh panitia ngaben massal, Komang Warsa mulai berimajinasi. Hal pertama yang dia pikirkan adalah bagaimana merancang tubuh singa agar proporsional. 

"Di rumah, saya pelihara kucing. Saya ambil dan mulai mengukur panjang bagian-bagian tubuhnya sampai ekor untuk mendapatkan gambaran ideal singa yang akan saya dan teman-teman garap," kata Komang Warsa, ditemui di sela pengabenan.

Setelah mengutak-atik tubuh kucing peliharaannya, ia menemukan rumus bahwa panjang kaki hewan kaki empat itu, setengah dari panjang badannya. Demikian pula panjang batang lehernya sampai ujung kepala. 

"Pengalaman saya karya seniman dinilai dari banyak aspek. Tapi paling sering terjadi 'body shaming', lehernya kepanjangan, kakinya terlalu pendek dan lain-lain. Intinya detail bagian tubuh harus kita buat ideal," jelasnya.

BACA JUGA:  Ramaikan BMN 2018, Dua Komunitas Teater Tampil Rancak

Kemudian diameter tubuh singa disesuaikan dengan banyaknya sawa yang di-aben. Sebab sawa ini lah yang akan masuk ke tubuh petulangan, selanjutnya dibakar. 

Untuk kali ini, panjang tubuh singa yang dia buat 6 meter, tinggi 4 meter, diameter perut sekitar 2 pelukan tangan orang dewasa. Bobotnya diperkirakan hampir 1 ton. Ukuran tersebut didapatkan setelah menghitung detail jumlah sawa. 

"Ini kan massal ya. Beda dengan ngaben 1 sawa. Saya hitung jumlah sawa 163. Terdiri dari 60 sawa berupa tulang. Satu sawa tulang memerlukan ruang 30X70 cm. Kalau sawa non tulang lebih kecil lagi ruanganya. Belum lagi sarana bebantenan lain yang masuk ke tubuh singa. Itu harus detail kita hitung supaya tidak sesak," ujarnya. 

Yang terpenting lagi, lanjut dia, karyanya tersebut dibuat dari bahan ramah lingkungan. Pembuatan singa memakan waktu satu bulan dengan dibantu beberapa orang. 

Seniman otodidak yang hanya lulus SMP ini, mengaku belajar langsung dari alam. Meski dia mengakui ada darah seni yang diwarisi dari leluhurnya. Guru terbaiknya adalah alam. 

"Semoga karya kami dapat menghantarkan arwah leluhur menuju alam Brahman," harapnya. 

Bagi Komang Warsa Cs. kepuasan terletak saat orang lain memuji karyanya. Namun sebagai seniman yang terus belajar, ia dengan senang hati menerima kritik yang membangun.

Scroll to Top