Sempat Dinyatakan DPO, Oknum Dokter Gigi Pelaku Kasus Penipuan Akhirnya Diseret ke Pengadilan

Terdakwa Desak Terdakwa Desak Made Maharyani usai jalani sidang dakwaan di PN Denpasar, Selasa (1/10).Foto/eli

DENPASAR-Fajarbali.com|Desak Made Maharyani (43) yang seorang dokter gigi yang sempah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) akhirnya duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (1/10) kemarin. Dia diadili karena diduga melakukan tindakan pidana penipuan/penggelapan sewa vila di kawasan Sanur.

Padahal villa yang disewakan itu sedang bermasalah hukum dan dilelang. Atas perbuatan terdakwa Desak Maharyani korban mengalami kerugian mencapai Rp 900 juta. Dan atas perbuatanya, terdakwa Desak Maharyani dijerat dengan Pasal Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) tentang penipuan, atau dakwaan alternatif kedua Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) tentang penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Sidang masih dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gusti Rai Artini. Diketahui, dalam menjalankan aksinya, terdakwa Desak Maharyani tidak sendiri. Dia bersama I Made Richy Ardhanayasa (sudah divonis 1 tahun dan 6 bulan penjara) diduga melakukan penipuan terhadap Sri Lestari, korban yang berniat menyewa vila di Denpasar Selatan.

Dalam dakwaan diuraikan, peristiwa bermula pada 16 April 2019 ketika korban Sri Lestari mencari vila untuk ditempati bersama keluarganya. Melalui marketplace di Facebook, ia menemukan iklan vila yang disewakan di Jalan Tanjung, Sanur, Denpasar Selatan.

Korban kemudian menghubungi I Nyoman Ari Sudana, yang bertindak sebagai perantara, untuk menanyakan ketersediaan vila tersebut. “Saksi I Nyoman Ari Sudana mengonfirmasi bahwa vila masih tersedia dan menawarkan harga sewa Rp140 juta per tahun,” ujar JPU.

Kemudian keesokan harinya, Sri Lestari dan I Nyoman Ari Sudana bertemu untuk mengecek lokasi vila tersebut. Setelah melihat-lihat vila, korban memutuskan tidak jadi menyewa karena halaman vila dianggap terlalu kecil oleh suaminya. “Korban meminta bantuan untuk mencari vila lain dengan halaman yang lebih luas, dengan anggaran sewa antara Rp 180 juta hingga Rp 200 juta per tahun,” beber JPU.

I Nyoman Ari Sudana kemudian menawarkan beberapa pilihan vila lain, salah satunya vila yang berlokasi di Jalan Batur Sari Sanur dengan harga Rp 230 juta per tahun. Namun, setelah melakukan pengecekan lebih lanjut, korban memutuskan untuk tidak menyewa vila tersebut karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Berlanjut ke 23 April 2019, I Nyoman Ari Sudana kembali menawarkan vila lain yang beralamat di Jalan Merta Sari No. 9 A Sanur, Denpasar Selatan, dengan harga Rp 250 juta per tahun. Dalam pertemuan yang berlangsung di Circle K Jalan Danau Poso, Sanur, Sri Lestari bersama suaminya didampingi oleh beberapa saksi lainnya, yaitu Listiyo Budi dan Nuning Indah Christiyanti.

Mereka kemudian bersama-sama menuju lokasi vila yang ditawarkan. Di lokasi tersebut, Listiyo Budi memperkenalkan pemilik vila sebagai Desak Made Maharyani (terdakwa). Terdakwa memberikan fotokopi sertifikat hak milik dan IMB atas nama I Made Richy Ardhanayasa serta meyakinkan korban bahwa vila tersebut tidak dalam masalah hukum dan sering disewakan kepada orang asing.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, korban sepakat untuk menyewa vila.Pada 26 April 2019, korban menyerahkan uang tanda jadi sebesar Rp 10 juta kepada terdakwa di lokasi vila. Transaksi tersebut disaksikan oleh beberapa orang, termasuk I Nyoman Ari Sudana, Nuning Indah Christiyanti, dan Listiyo Budi.

Beberapa hari kemudian, pada 30 April 2019, korban dan terdakwa menandatangani surat perjanjian sewa vila. “Dalam perjanjian tersebut, disepakati bahwa harga sewa vila sebesar Rp 900 untuk jangka waktu tertentu dan korban langsung membayar sewa itu secara lunas,” terang JPU.

Namun, permasalahan muncul ketika pada bulan Mei hingga September 2019, saat Sri Lestari dan keluarganya mulai menempati vila, pihak Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dan Polresta Denpasar tiba-tiba datang untuk mengeksekusi vila tersebut. “Vila itu ternyata dilelang karena terkait masalah hukum, dan korban serta keluarganya diminta untuk segera mengosongkan tempat tersebut,” jelas JPU.

Setelah kejadian tersebut, korban mencoba menghubungi terdakwa dan I Made Richy Ardhanayasa untuk meminta penjelasan. Terdakwa berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut, namun hingga waktu berjalan, tidak ada itikad baik dari terdakwa untuk mengembalikan uang sewa sebesar Rp 900 juta yang telah dibayarkan oleh korban.

Merasa dirugikan, korban akhirnya melaporkan kejadian ini ke SPKT Polda Bali. Terdakwa Desak Made Maharyani dan I Made Richy Ardhanayasa kemudian dijerat dengan pasal penipuan sebagaimana dalam dakwaan JPU dan berakhir jadi pesakitan di PN Denpasar.W-007