https://www.traditionrolex.com/27 Wujudkan Pilkada Tanpa Hoaks dan Ujaran Kebencian - FAJAR BALI
 

Wujudkan Pilkada Tanpa Hoaks dan Ujaran Kebencian

(Last Updated On: 22/03/2018)

DENPASAR-fajarbali.com | Ranah kampanye pada hajatan pemilihan umum kepala daerah sejak beberapa tahun terakhir, di Indonesia telah merambah dunia maya. Kehadiran internet, terutama media sosial (medsos) kian marak mewarnai ruang kampanye.

Kehadiran dunia maya ini pun seakan menjadi ruang baru untuk para calon kepala daerah berkampanye. Tidak terkecuali dalam tarung Pilgub Bali 2018. 

Mencermati hal itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali mewajibkan masing-masing pasangan calon untuk menyetorkan maksimal lima akun medsosnya pada saat hari H menjelang kampanye.

“Saat ini ruang kampanye yang mengkhawatirkan adalah kampanye di media sosial. Maka dari itu, KPU sesuai dengan aturan mewajibkan masing-masing pasangan calon uuntuk menyetorkan maksimal lima akun medsosnya pada saat hari H menjelang kampanye,” ungkap Komisioner KPU Bali, Ni Wayan Widhiastini dalam talkshow ‘Pilkada Tanpa Hoaks Ujaran Kebencian’ yang digelar PWI Bali serangkaian memperingati Hari Pers Nasional, Kamis (22/3/2018) di Gedung PWI Bali.

Widhiastini menyebut, ada beberapa larangan yang perlu diperhatikan oleh pasangan calon, yakni dilarang mempersoalkan NKRI dan Pancasila, serta dilarang mendeskriminasi salah satu pasangan calon.

Terkait pengawasan medsos selain medsos yang didaftarkan, menjadi partisipasi dari pihak-pihak berwenang untuk melakukan pengawasan. “Karena kita satuan tugas yang telah terbentuk yang terdiri dari Komisi Informasi, KPID, KPU, Bawaslu dan ORI adalah mengawasi yang didaftarkan. Sedangkan di luar itu menjadi partisipasi pihak berwenang,” tegasnya.

Kassubid PID Bidang Humas Polda Bali, AKBP Syamsudin menjelaskan, ada sejumlah tantangan pilkada melalui media sosial atau dunia maya, seperti black campaign, negative campaign, berita hoaks, isu SARA dan ujaran kebencian. Meski arus media sosial kian pesat, namun selama masa kampanye Pilgub Bali sampai saat ini belum ditemukan adanya hoaks,ujaran kebencian maupun SARA.

“Untuk sementara kita masih nihil (temyan haks). Berdasarkan informasi dari Kapolri, kita di Bali tidak termasuk daerah rawan hoaks dan sejenisnya. Namun demikian, kami tetap antisipasi. Kami sudah sosialisasikan ke masyarakat, ke pemuka agama, agar bersama memerangi hoaks. Mudah-mudahan bisa aman terus,” harapnya, sembari menambahkan, hoaks jika dibiarkan tersebar di masyarakat akan membawa dampak kegaduhan, perpecahan, dan pengkotak-kotakan. Karena itu, memerangi hoaks diharapkan dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat, tidak saja menjadi tugas kepolisian.

“Kalau di kepolisian, ada tim cyber khusus yang kita siapkan untuk bisa menemukan pelakunya, kita proses sesuai hukum yang berlaku. Mari kita bersama-sama perangi hoaks ini,” ajaknya. 

Di sisi lain, media massa sebagai media arus utama kini harus berusaha lebih ekstra melawan hoaks yang bertebaran. Salah seorang Pimred media massa, Nyoman Wirata, menyampaikan, media arus utama memegang peran penting dalam ini.

“Hoaks tidak sekadar berita bohong tetapi ada kepentingan-kepentingan di balik itu. Upaya adu domba, dan apapaun kepentingannnya itu, tujuannya hanya satu untuk membuat kegaduhan,” jelasnya, sembari menambahkan, media massa harus memberikan kejelasan. Misalkan ada sesuatu yang viral, itu harus ada konfirmasinya. “Cara kita menyikapi hoaks adalah memperhatikan kode etik, etika-etika jurnalistik yang kita bangun, dan juga cover both side, keseimbangan berita,” tegasnya.

Selain itu, media massa juga harus memberikan edukasi, tidak sekedar memberitakan. “Bagaimana memberikan edukasi kepada pembaca untuk tidak melakukan hal itu. Salah satu yang bisa dikemukakan bisa saja sanksi menyebar hoaks. Sehingga masyarakat sadar kalau melakukan ini akan ada akibatnya,” katanya.

Sementara aktivis perempuan dari Bali Sruti, Diah Yuniti mengungkapkan, hoaks justru rentan terhadap justru kaum perempuan. Seringkali perempuan menjadi lahan empuk bagi penyebar berita bohong. Karena itu, Diah Yunit mengajak perempuan harus berdaya dan cerdas. Salah satu yang bisa dilakukan untuk memerangi hoaks bagi perempuan yakni dengan tidak sembarangan men-share berita yang belum jelas kebenarannya. “Sebelum menshare yang belum tentu kebenarannya, jangan dulu dishare. Lebih baik cek dulu. Begitu juga saat memilih calon pemimpin, ikuti kata hati. Jangan terpengaruh suami, orang tua, atau siapapun,” ucap Diah. (car)

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

ISI Denpasar dan Bunditpatanasilpa Institut Teken MoU

Kam Mar 22 , 2018
Dibaca: 33 (Last Updated On: 22/03/2018)DENPASAR-fajarbali.com | Institut Seni Indonesia (ISI)  Denpasar kembali menjalin kerja sama internasional dengan Bunditpatanasilpa Institute, Thailand ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Gedung Nawanatya, Kampus ISI Denpasar, Kamis (22/3/2018).   Save as PDF

Berita Lainnya