MANGUPURA-fajarbali.com | Pengamat Pariwisata Wayan Puspanegara mengatakan, dengan adanya himbauan dari PHDI dengan mematikan layanan internet pada saat Hari Raya Nyepi 1940 di Bali, merupakan suatu terobosan baru yang baik. Pasalnya dengan mematikan internet di saat Nyepi dapat membantu kekhusukan umat Hindu menjalankan prosesi penyepian.
Hal tersebut dijelaskan, karena Nyepi merupakan sebuah momentum yang sangat penting bagi masyarakat Hindu di Bali maupun di luar Bali. Nyepi penuh dengan acara yang sakral karena mengandung hal yang magis, sehingga sakralnya upacara tersebut tidak bisa berbanding lurus dengan hal ekonomi maupun komersial.
“Dalam upaya menempatkan Hari Raya Nyepi dalam sesuatu yang sakral dan menjadikan momentum penting pada masyarakat Hindu di Bali untuk melakukan intropesksi diri dalam mengikuti Catur Brata Penyepian, maka hal yang bertentangan dengan hal itu seyogyanya tidak dilakukan,” ungkap Puspanegara, Selasa (13/3/2018).
Puspanegara menambahkan, dengan adanya aturan PHDI menyangkut beberapa larangan catur brata penyepian sesuai dengan perkembangan keadaan seperti kekinian, dengan meniadakan jaringan online maupun internet pada saat penyepian. Menurutnya hal itu pantas dilakukan sebab memcerminkan Bali yang seutuhnya, sebab bisa mengikuti keadaan dan Nyepi juga merupakan fleksibel, karena memang internet dapat memecah kekhusukan suasana dalam melakukan catur brata penyepian, dan jelas melanggar dari aturan catur brata penyepian yaitu amati karya dan amati lelaungan.
“Saya secara pribadi sangat berpendapat dengan aturan PHDI karena kita melihat perkembangan dan saya beranggapan unik, sebab diseluruh dunia hanya Bali yang bisa menghentikan penerbangan dan juga mampu menghentikan intesitas perkembangan internet dan pihaknya mengakui juga dengan adanya perhentian penerbangan dan mematikan internet sangat berbeda dengan prinsip ekonomi dan bertentangan dengan prinsip modern sehingga Bali mempunyai keunikan dan ciri khas,” ungkapnya.
Selain itu juga Puspanegara mengatakan, pada dasarnya Paket Nyepi sah-sah saja hanya saja mungkin perlu perubahan nama Nyepi, sebab paket nyepi merupakan secara tidak langsung menjual secara komersial, dirinya beranggapan jangan menjual paket nyepi tersebut atau perlu perubahan dengan bahasa lain, karena di Bali juga secara di sadari bukan hanya Hindu Bali saja tetapi juga banyak agama lain, jadi toleransi kedepannya juga harus dijaga.
“Terkait hal itu mungkin saja mereka memilih tinggal di hotel, tetapi kita berharap hotel juga memahami dengan pasti. Boleh saja mereka menjual paket penginapan tetapi sedapat mungkin mengikuti aturan catur brata penyepian dimana lampu penginapan juga terlalu berlebihan, aktifitas makan-makan juga perlu dirubah atau dibatasi dimana kalau bisa makan malamnya bisa dimajukan sebab malamkan tidak ada sinar sehingga harus dimajukan jam makannya,” tandasnya. (kdk)