GIANYAR - sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Sedikitnya, 50 orang krama Desa Adat Jero Kuta Pejeng, Tampaksiring mendatangi Kantor BPN Gianyar, Rabu (22/7/2020) . Warga yang datang ini perwakilan dari 70 pekarangan adat ini mempertanyakan sertifikasi tanah PKD (pekarangan desa) yang diterbitkan tanpa sosialisasi dan tebang pilih. Bahkan warga menduga ada indikasi pemalsuan olah Prajuru adat dan sudah dilaporkan ke Polres Gianyar.
Warga yang datang ke kantor BPN berasal dari Banjar Intaran, Banjar Pande, Banjar Puseh, Banjar Guliang, serta Krama Desa Adat Panglan. Hingga di depan Kantor BPN, mereka pun berpencar berupaya menjaga jarak hingga perwakilan masing-masing banjar diterima oleh petugas BPN dalam pertemuan tertutup. Dari informasi warga, kedatangan mereka berkaitan dengan sikap keberatan puluhan krama terkait penerbitan sertifikat PKD yang diajukan oleh Prajuru Adat Jero Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan. Dimana tanpa sosialisasi ke krama, pihak prajuru mengajukan permohonan sertifikasi Tanah dan mulai dari proses hingga terbitnya sertifikat tidak ada pemberitahuan ke krama yang menempati atau menguasai tanah tersebut. Sertifikasi ini dinilai tidak adil, karena justru lahan yang ditempati prajuru adat malah dimohonkan sertifikat sebagai tanah hak milik.
Salah satu juru bicara warga, Putu Puspawati mengatakan jika pihaknya datang ke BPN untuk mempertanyakan tanah warga yang diterbit sertifikat sebagai tanah PKD. Hal tersebut merugikan warga karena semua tanah yang mereka warisi dari leluhurnya dijadikan tanah PKD. Padahal, krama sudah mengantongi SPPT atas tanah tersebut. “Tanah PKD yang dimaksud ini juga tidak jelas batas-batasnya. Karena kami tidak tahu dan tidak diberitahu dalam proses sertifiksi ini,” ungkap Puspawati yang juga seorang advokàt. Tidak hanya itu pihaknya juga mengajukan pelaporan terkait dugaan adanya pemalsuan surat dalam proses sertifikasi ini. Laporan ini ditujukan kepada prajuru terkait dan selanjutnya prosesnya ada di kepolisian untuk menentukan posisi terlapor serta pengambangannya.
Warga lain, I Ketut Sugiarta, bahwa dalam pertemuan dengan petugas BPN ini diketahui jika pengajukan sertifikasi ini sudah dilakukan sejak tahun 2018 dan penerbitan sertifikat tahun 2019. “Atas keberatan kami ini, pihak BPN memberikan waktu kepada kami untuk menyampaikan keberatan hingga bulan Agustus. Krama yang menyapampaikan keberatan, dipastikan pengeluaran sertifikatnya akan ditunda hingga proses lebih lanjut,” jelas Sugiarta.
Sampai saat ini, krama yang keberatan ada sekitar 70 pekarangan. Lahan krama yang sudah disertifikatkan itu ada sekitar 9 hektar. Jumlah ini dipastikna akan bertambah, karena masih banyak krama yang belum tau jika tanahnya dijadikan tanah PKD. Selain itu menjadi aneh, karena lahan yang ditempati oleh prajuru adat ini justru bersertifikat hak milik. “Tebang pilih inilah yang menimbulkan rasa tidak adil bagi krama,” pungkasnya.(gds).