REKLAMASI PANTAI-Ratusan warga berdemo di depan PT. Pasir Toya Anyar Kubu, pada Rabu 14 Agustus 2024. INSERT, lokasi reklamasi pantai di Banjar Dinas Eka Adnyana, Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
KARANGASEM -fajarbali.com |Sekitar 100 orang warga berdemo di depan PT. Pasir Toya Anyar Kubu (PTAK), milik Yosef Anton Widjaya Edy Widjaya, pada Rabu 14 Agustus 2024 pagi. Mereka mendesak perusahaan untuk menghentikan pembangunan reklamasi pantai yang sudah tentu akan merusak abrasi dan sebagainya.
Diketahui, pengerukan pantai itu berada di pesisir pantai Banjar Dinas Eka Adnyana, Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Sedianya reklamasi pantai itu diperuntukkan sebagai Pelabuhan.
Ratusan warga mengaku dari perwakilan adat setempat itu berdemo dikawal ketat aparat kepolisian. Warga membawa spanduk yang bertuliskan beberapa kritikan ke perusahaan yang dinilai sewena-wena membangun reklamasi pantai tanpa adanya persetujuan dari pemerintah dan warga setempat.
Ketua Koordinasi Unjuk Rasa I Nengah Dharma menjelaskan pembangunan reklamasi pantai itu diduga dilakukan tanpa izin oleh PT. PTAK, sejak bulan September 2023. Lokasi itu berada di pesisir pantai, tepatnya di belakang perusahaan milik Anton pengusaha asal Lampung.
“Kami dan warga harus turun ke jalan karena ini reklamasi pelabuhan dan dijadikan tempat bersandarnya kapal tongkang milik Anton. Kapal tongkang itu pengangkut pasir dan batu antar pulau,” bebernya dilokasi demo.
Setelah berdemo di depan perusahaan, ratusan warga kemudian ngeluruk ke lokasi Desa Tianyar untuk melihat dari dekat lokasi dermaga. Warga terpaksa menggunakan jukung untuk sampai ke lokasi reklamasi selama 20 menit, tepatnya di belakang perusahaan PTAK.
Benar saja, disana terlihat sejumlah aktivitas reklamasi dengan menggunakan eskavator, dan sejumlah truk pengangkut batu besar. Sementara pesisir pantai yang diuruk diperkirakan sepanjang sekitar 30 meter.
Dengan adanya pengerukan reklamasi itu warga mengaku cemas dan khawatir. Sebab, pengerukan itu dapat berpotensi mengakibatkan bencana air laut pasang, dampak abrasi dan lain sebagainya.
Bahkan, akses jalan masyarakat adat untuk upacara keagamaan di pura dalam terpaksa tersendat. Begitu pula akses ke kuburan tidak bisa, karena jalan diurug dan ditimbun dengan batu.
“Pengurukan laut tersebut sangat mengganggu kegiatan adat, sehingga kami memohon pihak terkait agar turun tangan membantu warga,” ujar Nengah Dharma.
Warga menduga, perusahaan itu dibekingi pejabat pemerintah pusat. Apalagi pemilik perusahaan mendirikan bangunan yang diperuntukkan sebagai rumah sekaligus Villa menggunakan sepadan pantai.
“Itu Villa-nya menonjol ke laut. Kami telah melaporkan dugaan reklamasi liar pembangunan dermaga itu ke Polda Bali,” ungkapnya.
Warga berjanji jika aspirasi mereka tidak direspon pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, mereka berjanji akan mengerahkan massa dalam skala besar.
“Kami akan kembali melakukan unjuk rasa skala besar, apabila tidak ada respon positif dari pihak penegak hukum.
Nengah Dharma kembali mengatakan lokasi reklamasi liar itu terletak di sebelah timurnya telah dibangun dermaga oleh I Nengah Subrata. Dermaga tersebut saat ini telah diambil alih pihak PT milik Yosef Anton Widjaya Edy Widjaya.
“Kalau dermaga yang sudah ada di sebelah timur itu memang sudah ada izinnya. Tetapi dermaga yang baru dibangun hasil urug (bagian barat) itu belum ada izinnya,” ucapnya.
Sementara itu ditemui awak media di lokasi, Jro Bendesa setempat I Gede Suarma menjelaskan bahwa proses pembangunan dermaga sudah ada sejak tahun 2013. Kemudian, pihaknya ambil alih dermaga yang sudah jadi itu sejak tahun 2019.
“Jadi klo ada pengurukan laut, itu dilakukan oleh pemilik sebelum-nya I Nengah Subrata, bukan oleh kami,” ungkapnya.
Jro Bendesa mengklaim tidak pernah ada jalan di pantai menuju ke kuburan. Namun, ia enggan berkomentar soal adanya reklamasi dermaga baru. Ia hanya mengatakan, jalan menuju ke kuburan, terdapat di sebelah kuburan.
“Jadi tidak benar dermaga menutup jalan akses ke kuburan,” ungkapnya.
Senada disampaikan, Kelian Banjar Adat Eka Darma, bahwa tidak ada warga di kawasan dermaga. Bahkan warga berterima kasih karena diperhatikan oleh PT tersebut. Warga bisa bekerja dan ada CSR tiap hari raya Galungan. Pun dikatakannya, dalam unjuk rasa tadi tidak ada satupun krama dari warga sekitar.
“Kebanyakan dari warga luar desa adat Tianyar yang dibayar,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, pihak PT. PTAK melalui kuasa hukum I Made Arnawa, SH mengatakan tidak benar ada dermaga barat atau dermaga baru. Yang baru katanya hanya Jetty (tempat bersandar).
“Dermaga tetap satu. Yang baru itu hanyalah jetty. Lalu jetty boleh ada lebih dari satu sepanjang masih kawasan dermaga,” ujarnya ke awak media.
Mantan Ketua KPU Karangasem itu mencontohkan, Dermaga Padangbai memiliki Jetty berada dalam kawasan daerah lingkup kerja. Dan, Jetty wajib ada di setiap dermaga untuk antisipasi kondisi alam.
Dikatakanya, kediaman Anton itu adalah fasilitas dermaga, ada juga Fasos dan Fasum dermaga. Kantor, mess karyawan, kolam renang, bahkan boleh ada lapangan tenis.
“Jadi pembangunan fasilitas itu boleh mengabaikan tata ruang daerah,” bebernya.
Dijelaskanya, perusahaan juga harus membangun mercusuar, yang merupakan kantor Syahbandar yang lokasinya harus di dermaga atau pinggir pantai.
“Itu tak boleh dilarang karena kebutuhan dermaga. Jadi sudah ada UU khusus yang mengatur. Percayalah, kami tidak mungkin melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum,” tutupnya. R-005