"Sosialisasi Kesehatan Reproduksi dan Pencegahan stunting" di Desa Siakin, Kintamani, Bangli, Sabtu (19/10/2024)
BANGLI-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Menikah muda alias usia dini memicu berbagai permasalahan, baik kesehatan, finansial hingga psikologis. Dari sisi kesehatan, organ reproduksi perempuan yang belum berusia 21 tahun belum siap dibuahi, mengandung sampai melahirkan.
Dari sisi perekonomian atau finansial bagi pasangan muda juga menjadi momok. Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dipicu perekonomian keluarga yang kacau. Ini disebabkan pasangan muda belum sempat membangun karir sehingga tidak ada pemasukan pasti.
Tak kalah penting risiko dari sudut psikologis. Saat merawat buah hati, pasangan yang belum matang tersebut, cenderung mudah stres. Semua risiko tadi menjadi salah satu penyebab lahirnya anak-anak berisiko stunting.
Demikian dikatakan Plt. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS., di sela "Sosialisasi Kesehatan Reproduksi dan Pencegahan stunting" di Desa Siakin, Kintamani, Bangli, Sabtu (19/10/2024).
dr. Luh De, sapaannya, mengungkapkan, kegiatan ini sebagai upaya meningkatkan pemahaman pentingnya kesehatan reproduksi bagi remaja dan pasangan usia subur (PUS).
"Pada kesempatan ini kami juga mengundang para toko agama, tokoh adat, kader Tim Pendamping Keluarga, tokoh masyarakat dan kalangan remaja yang berjumlah puluhan orang," jelas dr. Luh De.
Remaja, menurut dr. Luh De, sangat penting memahami usia perkawinan ideal, karena hal ini juga bergubungan dengan alat reproduksi wanita.
"Kasus pernikahan di usia dini sangat beresiko terhadap bayi lahir stunting. Disamping itu juga pasangan yang menikah di usia muda belum siap baik secara psikologis dan finansial," ugkapnya.
Lebih lanjut, kata dia, selama 1000 hari pertama kehidupan, tepatnya sejak perempuan dinyatakan hamil sampai bayi umur dua tahun harus diperhatikan asupan gizinya.
"Berikan bayi air susu ibu (ASI) selama 6 bulan tanpa makanan pendamping. Ini penting sekali agar bayi mendapatkan pertumbuhan yang baik," imbaunya.
Bagi remaja yang akan menikah, ia mengingatkan perlu melakukan cek kesehatan, agar diketahui kondisi kesehatannya. Terutama calon pengantin perempuan, agar saat hamil dan melahirkan dalam kondisi yang sehat.
"Ini perlu kerja sama para bendesa adat untuk membuatkan perarem, agar calon pengantin memeriksakan kesehatannya di fasilitas kesehatan. Mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan kadar hemoglobin. Kemudian hasilnya dimasukkan ke aplikasi ELSIMIL
(Elektronik Siap Nikah dan Hamil)," jelas dr. Luh De.
Perbekel Desa Siakin, I Gede Disi menyambut baik keahdiran BKKBN untuk menyampaikan program kesehatan repsoduksi dan pendewasaan usia pernikahan.
Di Desa Siakin, kata perbekel, telah terbentuk satu Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang bertugas mendampingi keluarga- keluarga beresiko stunting, termasuk ibu hamil.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah, dalam hal ini BKKBN Bali hadir untuk memberikan perhatian kepada warga kami, khususnya remaja," ujar Disi.
"Warga kami ada beberapa yang menikah di usia sangat muda. Agar tidak bertambah lagi kasus ini, maka kami perlu sosialisasi ini," imbuh Disi.
Â