Save as PDF
I Kadek Suryantara Asmara Putra, S.Sn., M.Sn. (kiri) saat menjadi juri.
DENPASAR-fajarbali.com | I Kadek Suryantara Asmara Putra atau kerap disapa Dek Shaolin, merupakan salah satu seniman karawitan muda di Bali. Namanya cukup disegani karena karya-karya dan deretan prestasinya.
Bahkan, jebolan sarjana dan magister di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tersebut, pernah diundang secara khusus ke Negeri Sakura, Jepang untuk memainkan musik tradisional Bali.
Ketika koran ini mengunjungi kediaman Dek Shaolin, di Jalan Salya, Denpasar, belum lama ini, nampak rak di ruang tamunya tak mampu menampung piala dan piagam penghargaan yang dikoleksinya.
Tiap sudut dipenehi instrumen gamelan, khususnya kendang. Sementara tembok-tembok rumahnya bergantungan berbagai jenis ‘panggul’.
“Itu barang dagangan,” jelas Dek Shaolin. Ia memang mencoba peruntungan sebagai penjual alat-alat musik tradisional Bali dan melayani servis ringan. Sejumlah kendangnya terpesan hingga ke luar negeri.
Capaian seniman yang belum genap berusia 30 tahun ini, tentu tidak jatuh begitu saja dari langit. Dek Shaolin memulai karirnya sejak duduk di kelas V sekolah dasar. Sebelumnya, ketertarikan di dunia karawitan memang sudah tumbuh diiringi bidang seni tari. Terinsipirasi dari ayahnya yang lulusan Kokar.
Sejak saat itu, Dek Shaolin mulai rajin latihan, khususnya instrumen kendang, yang kelak menjadi spesialisasinya. Tak butuh waktu lama baginya untuk bisa tampil diberbagai perlombaan, terutama makendang tunggal. Pundi-pundi piagam pun mulai dikoleksinya.
“Setelah lulus SMP, saya mendapatkan masukan dari seniman senior untuk memilih profesi lain guna menjamin kebutuhan hidup. Saya jadi berpikir apakah menjadi seka gong bisa memenuhi kebutuhan keluarga saya kelak. Saya pun berpikir ulang. Akhirnya memilih SMK jurusan pariwisata,” kenang Dek Shaolin.
Namun kecintaannya pada seni karawitan tak bisa ditawar. Hanya satu semester bertahan di jurusan pariwisata, ia merubah haluan memilih seni karawitan. Cinta pertamanya. Pendidikan sarjana dan magisternya pun linier di bidang karawitan. “Hidup mati saya di karawitan,” katanya.
Putra kedua dari tiga bersaudara ini, menambahkan, ternyata penghasilan berupa materi yang menjadi kekhawatirannya dulu, tidak sepenuhnya benar. Dia yakin, bidang apapun yang ditekuni pasti diikuti rezeki. Contohnya dirinya sendiri.
Penghasilan datang dari tampil di hotel, hadiah lomba, juri, menjual alat-alat musik sampai ke luar negeri, pelatih dan menjadi pengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di Denpasar.
Yang terpenting baginya, skill yang dia miliki bisa digunakan sebagai sarana “ngayah”. Hampir semua desa adat se-Bali pernah dikunjunginya bersama beberapa seka gong. Ia aktif melatih seka gong ke pelosok-pelosok Bali dan Lombok. Tak ketinggalan, praktisi seni di Bali meminta bantuannya dalam sebuah garapan seni.
Panggung Pesta Kesenian Bali (PKB), sudah seperti halaman rumah baginya. Seka gong kebyar binaannya di desa-desa seolah tak pernah absen meramaikan pesta kesenian paling bergengsi tersebut.
Dek Shaolin berpesan, kepada orangtua dan guru untuk memantau minat dan bakat anak-anak sejak dini. Semakin awal ditemukan (minat dan bakat, red) semakin bagus. Tinggal melatih secara runtin agar sampai di puncak kesuksesannya. Ia menegaskan, tidak ada manusia hebat, yang ada hanya manusia yang rajin melatih diri.
“Pesan saya, lakukan hoby anda dua jam per hari. Beberapa tahun kemudian, prestasi akan datang. Bahkan anda bisa menjadi tokoh di bidang itu,” pungkasnya. (gde)
Save as PDF