DENPASAR-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Polemik terkait ketentuan penerimaan driver online di Bali kembali mencuat. Sejumlah sopir pariwisata Bali mendesak agar pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajibkan hanya warga yang memiliki KTP Bali yang boleh mendaftar sebagai driver online di wilayah ini.
Permintaan tersebut disampaikan dalam audiensi dengan DPRD Provinsi Bali pada 6 Januari 2025 dan mendapat dukungan dari keempat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapil Bali pada 12 Januari 2025, saat mereka "masadu" ke Sekretariat DPD RI Bali.
Para sopir pariwisata yang mengajukan usulan ini berpendapat bahwa kebijakan tersebut akan lebih memberikan kesempatan kepada warga Bali untuk memperoleh pekerjaan sebagai driver online, serta dapat menanggulangi masalah persaingan dengan para driver dari luar daerah.
Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Togar Situmorang, SH., MH., M.AP., C.Med., CLA., CRA., menyayangkan adanya pembatasan kesempatan kerja berdasarkan KTP domisili tertentu.
Menurutnya, hal tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip konstitusi yang mengatur hak setiap warga negara untuk bekerja dan mencari nafkah tanpa diskriminasi.
Menurut Togar dalam hal penerimaan kerja mewajibkan hanya untuk KTP wilayah tertentu dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip konstitusi dan berpotensial pemecah belah dalam hal mencari nafkah.
"Hal ini bisa dilihat dari ketentuan terkait dengan kesetaraan dan non-diskriminasi artinya tidak ada Diskriminasi dalam mencari nafkah dan itu tertulis dalam Pasal 27 ayat 1," kata Togar dalam keterangannya , Senin (13/1/2025).
"Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
"Dan, dalam Pasal 27 ayat 2 : "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan danpenghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Atas bunyi aturan Hukum dalam UUD 1945, lanjut dia, sudah jelas negara menjamin setiap warga negara memiliki hak yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
"Dengan ada pembatasan kesempatan kerja hanya berdasarkan KTP domisili tertentu ini dapat dianggap sebagai bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945. Prinsip ini melarang segala bentuk diskriminasi berdasarkan asal-usul, suku, agama, ras, atau golongan terutama dalam Membatasi kesempatan kerja berdasarkan KTP dapat termasuk dalam kategori diskriminasi berdasarkan asal-usul," imbuhnya.
Perlu melihat peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik terkait ketenagakerjaan dan juga aturan berusaha baik perseorangan ataupun perseroan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Secara umum, mewajibkan penerimaan kerja hanya untuk KTP wilayah tertentu berpotensi melanggar konstitusi.
Namun, untuk mendapatkan penilaian yang lebih akurat, perlu dilakukan analisis dan kajian mendalam terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan konteks kasus yang spesifik.
Togar mengimbau jika mengalami diskriminasi dalam proses rekrutmen berdasarkan KTP, dapat berkonsultasi dengan Pusat Bantuan Hukum Panglima Hukum Bali.
"Kami dapat memberikan bantuan hukum dan informasi terkait hak-hak Anda sebagai warga negara yang juga berhak mendapatkan kesempatan kerja yang sama. Bahkan jika sampai pemerintah menerbitkan pergub ataupun Perda dimana dirasa itu merampas hak-hak konstitusi seseorang atau siapapun, maka bisa dilakukan class action atau gugatan," tegasnya.
Senada, Aryanto, Ketua Dewan Pimpinan Unit (DPU) yang membidangi Angkutan Sewa Khusus (ASK) Organda Bali ini menyampaikan, karut marutnya per-transportasian dan kemacetan di bali tidak bisa di timpakan dan menjadikan keberadaan taxi online sebagai kambing hitam.
"Parameternya apa? Harus jelas dong," cetusnya. Banyak supir pariwisata non-online di Bali yang bahkan menggunakan mobil plat hitam (tidak ada ijin), dimana seharusnya mereka menggunakan plat kuning atau ijin ASU.
Bahkan disinyalir dugaan penyalah gunaan ijin, dimana armada dari supir pariwisata (non online) malah menggunakan ijin Angkutan Sewa Khusus (ASK/Online) pada kendaraannya.
"Ini mal-administrasi dan ini yang malah harus ditertibkan (jangan di bolak-balik)," katanya. Pemerintah dan juga DPRD Provinsi Bali diminta bijak dan bisa memberikan solusi jitu terhadap masalah yang benar-benar menjadi domain mereka.
Pertama, menetapkan tarif bawah dan atas yang lebih manusiawi untuk driver online dan juga konsumen, sehingga tidak terjadi disparitas harga antara supir pariwisata dengan supir online.
Dan kesejahteraan supir online pun bisa terjaga serta kepentingan konsumenpun juga ter-akomodir.
"Tentu saja dalam menetapkan tarif bawah dan atas, pemerintah perlu mengkajinya bersama aplikator, Organda, lembaga konsumen, dan stakeholder terkait," kata Aryanto.
Kedua, menerbitkan perda yang berisi sanksi efektif bagi armada yang tidak berijin resmi/Ilegal, baik itu armada Angkutan Sewa Khusus (ASK) ataupun Armada Angkutan Sewa Umum (ASU/Pariwisata) dengan misalnya dikandangkannya mobil ilegal tersebut sampai dengan membayar denda sesuai putusan pengadilan.
Hal ini, menurut dia, akan memberikan efek jera bagi angkutan liar yang Ilegal yang beroperasi di Bali.
Minimal mereka memiliki surat keterangan atau bukti bahwa kendaraan mereka ijinnya sedang dalam proses, jika tidak mau ditindak.
Ketiga, menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan kepada aplikator, sehingga perang tarif/predatory pricing tidak terjadi. Sehingga supir-supir online kami tidak menjadi korban akibat perang tarif ini.
Keempat, menyediakan transportasi umum ter-integrasi yang nyaman bagi masyarakat Bali. Sehingga, masyarakat bisa memiliki opsi/pilihan transportasi yang lebih banyak, tanpa harus di dominasi oleh kendaraan pribadi dan juga mode transportasi tertentu.
Kelima, mewajibkan dimilikinya Amdal Lalin dalam setiap pembangunan, baik itu pembangunan pemukiman baru, tempat hiburan dan bahkan beach club.
Sehingga pembangunan tidak hanya dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak dan potensi terjadinya krmacetan dan kesemrawutan lalu lintas.
"Contohnya seperti saat ini yang terjadi di wilayah kuta utara. Apakah selama ini pembangunan di wilayah itu sudah memiliki amdal lalin?," tegasnya.
Keenam, baik Supir Angkutan Sewa Khusus ataupun Supir Angkutan Sewa Umum/Pariwisata wajib memiliki dan mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya sebagai supir di daetah wisata Bali oleh instansi terkait.
"Dalam waktu dekat melalui DPD Organda, kami akan bersurat ke DPRD untuk melakukan audience, sehingga DPRD mendapatkan masukan yang substansial dan juga komprrhensif terkait masalah ini," pungkas Aryanto.