MANGUPURA -fajarbali.com |Sengketa lahan PT. Pisang Mas, Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, belum ada penyelesaian. Salah satunya adalah Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 707 Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, seluas 1.800 m² atas nama Jefry Refly Tombokan yang diduga cacat hukum.Â
Â
Sejumlah kejanggalan mencuat, mulai dari dasar akta yang digunakan, legalisasi dokumen yang tertunda, hingga benturan dengan akta-akta lain yang diperoleh dari arsip Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung. Termasuk adanya pengakuan pemilik tanah I Nengah Karna yang menghebohkan publik.
Â
Pemilik tanah, I Nengah Karna, menegaskan bahwa tanah tersebut hanya dijual kepada Lenny Yuliana Tombokan, tidak kepada orang lain.Â
Â
"Tanah itu saya jual ke Lenny, bukan ke Jefry. Saya juga tidak pernah menandatangani Akta Jual Beli (AJB) dengan Jefry di notaris Astawa. Apalagi menerima uang Rp 26 juta, tidak pernah saya terima," singkatnya.
Â
Berdasarkan data resmi BPN yang diperoleh, berbanding terbalik dengan pengakuan sang pemilik tanah. Tidak jual ke orang lain, namun nongol SHM 707 diterbitkan dengan dasar AJB Nomor 114 tertanggal 30 November 2004. Uniknya lagi, dalam dokumen itu, penjual dan pembeli tercatat orang yang sama, Jefry Refly Tombokan.
Â
BPN beralasan hal ini bisa terjadi jika pembeli sebelumnya sudah memegang kuasa penuh dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dinyatakan lunas. Dugaan maladministrasi kian menguat setelah diketahui AJB 114 bersumber dari Akta Kuasa Nomor 11 tertanggal 29 Juli 2004.Â
Â
Sebab, salinan akta diperoleh mencantumkan kop PPAT tahun 2006, namun baru dilegalisasi pada 2024, selisih 20 tahun dari tanggal akta.Â
Â
Menyangkut dugaan ini, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Badung, Gede Irwan Agustian, enggan menjelaskan detail. Ia berdalih substansi perkara sudah masuk ranah persidangan.Â
Â
"Secara administrasi, kami sudah berperkara sejak gugatan awal oleh Lenny di Pengadilan Tata usaha Negara (TUN). Kemudian ia kalah di banding, dan tingkat kasasi," ujarnya. Sengketa bermula dari gugatan di PTUN Denpasar.Â
Â
Putusan awal memenangkan Lenny, namun pada 7 Oktober 2024, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram mengabulkan banding BPN dan membatalkan putusan PTUN. Gugatan kasasi Lenny ditolak Mahkamah Agung pada 21 April 2025.Â
Â
Dia juga membenarkan dalam sidang waktu itu, BPN mengajukan Warkah, adalah dokumen yang menjadi dasar pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah, yakni Akta Perjanjian Nomor 9 dan Akta Kuasa Nomor 10, keduanya tertanggal 13 November 2004, yang objek dan pihaknya sama.Â
Â
"Kalau di warkah memang benar. Kami ajukan buktinya," lagi kilahnya.Â
Â
Sementara pihak BPN menyatakan siap mengikuti putusan hukum jika ada upaya lanjutan.Â
Â
"Kalau ada putusan pembatalan sertifikat dan ada permohonan resmi, BPN siap melaksanakan," tegas Irwan.
Â
Namun, pertanyaan publik tetap mengemuka, bagaimana sertifikat bisa terbit dengan dasar akta yang saling tumpang tindih, dibuat notaris yang sama, tetapi memiliki nomor, tanggal, dan status legalisasi berbeda? Irwan menyatakan, jika ada perbedaan akta kuasa dan PPJB, maka penyelesaiannya melalui jalur hukum.Â
Â
"Kalau disepakati penjual dan pembeli bahwa kuasa dan PPJB itu final dan lunas, pasti lanjut ke AJB," katanya.Â
Â
Menurutnya BPN tidak memiliki kewenangan untuk klarifikasi atau verifikasi langsung kepada notaris pembuat Akta Jual Beli Nomor 114 untuk memastikan keabsahan formal dan materiil, mengingat adanya kuasa sebagai dasar AJB.Â
Â
Sebab dasar yang digunakan adalah AJB. Jadi yang menilai kebenaran AJB dari pejabat publik yang ditugaskan oleh BPN untuk melaksanakan sebagai pendaftaran tanah khususnya jual beli.Â
Â
Menurut Irwan, BPN mempertimbangkan potensi cacat hukum administratif, jika ada lebih dari satu akta untuk objek dan pihak sama. Apalagi dibuat oleh notaris yang sama dengan nomor dan tanggal berbeda.Â
Â
"Kalau di bawah lima tahun bisa dipertimbangkan administratifnya. Di atas lima tahun wajib ada bukti lain. Pada akhirnya, harus dibuktikan di pengadilan," pungkasnya. R-005Â