DENPASAR - sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Larangan belajar tatap muka langsung di sekolah, sejak Indonesia berstatus darurat pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) pertengahan Maret 2020 lalu, memaksa para guru mengajar dalam jaringan (daring) meski tanpa persiapan matang. Fenomena ini menjadi kendala tersendiri, khususnya bagi pendidik berusia 50 tahun lebih karena mereka telah terbiasa dengan mode pembelajaran konvensional.
Menurut Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Denpasar, I Nyoman Winata, wabah corona seolah menjadi seleksi alam bagi para pengajar. Mereka yang enggan mengikuti perkembangan teknologi informasi otomatis tereliminasi. Sebaliknya, bagi yang cepat beradaptasi, akan tetap eksis.
"Kita tetap harus bijak menyikapi bahwa corona ini ada plus, minusnya. Plus-nya, guru dipaksa menguasai teknologi dengan cepat. Minus-nya, serba dadakan, relatif tanpa persiapan sehingga dikhawatirkan materi pembelajaran daring kurang menarik," kata Winata ditemui di ruang Kepala SMA PGRI 6 Denpasar, Senin (22/6/2020).
Moda pembelajaran daring, kata Winata, sejatinya wacana lama yang telah berhembus di tubuh PGRI, namun belum terealisasi akibat tidak ada target waktu yang jelas. Sehingga wabah Covid-19 ini menjadi momentum yang tepat mereformasi metode konvensional ke digital.
Menyikapi keluhan sebagian besar orangtua peserta didik tentang materi pelajaran daring yang dinilai berat dan menjenuhkan, pria asal Tabanan ini mengajak elemen guru (khususnya anggota PGRI Kota Denpasar) untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya. Apalagi, PGRI telah memfasilitasi berbagai pelatihan lewat webinar daring.
Winata melanjutkan, mengajar adalah seni. Sehingga setiap guru memiliki ciri khas masing-masing agar materi daring yang disampaikan tidak membosankan. "Pertama, guru harus berhasil menjadi orang yang disenangi oleh muridnya. Bagaimanapun caranya. Kalau sudah disenangi, materi yang disampaikan akan dengan mudah terserap. Dan jangan lupa tinggalkan metode-metode yang kaku, yang tidak relevan lagi dengan zaman kekinian," pintanya.
Lebih lanjut, ia juga berpesan kepada orangtua peserta didik agar memperhatikan betul kedisiplinan dan aktivitas putra-putrinya selama belajar dari rumah. Sebab, kata dia, masa pandemi ini berpotensi memengaruhi karakter anak. Contoh kecil, biasanya mereka wajib bangun pukul 6.00 pagi, lalu berangkat ke sekolah, sekarang sudah tidak berlaku.
Contoh lain, adalah kerapian rambut dan pergaulan negatif selama aktivitas ke sekolah belum diperbolehkan. Sementara guru tidak bisa memonitor langsung ke rumah masing-masing peserta didik. "Kami mohon para orangtua agar benar-benar memperhatikan anak. Inilah saatnya orangtua dan guru lebih serius lagi bersama-sama menjaga generasi penerus bangsa," tegas mantan Kepala SMAN 5 Denpasar ini.
Ia mengakui, semua elemen sedang menghadapi tantangan berat, khususnya guru yang terus berjuang memelihara agar iklim akademik dan semangat belajar peserta didik tidak padam selama proses belajar-mengajar tatap muka belum diizinkan oleh pemerintah. Tantangan ini belum termasuk biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan paket internet. (Gde)