JAKARTA-fajarbali.com-Wacana penurunan komisi ojek online (ojol) dari 20 persen menjadi 10 persen kembali mencuat ke permukaan. Namun, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menanggapi usulan tersebut dengan pendekatan hati-hati, mengingat pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem digital yang telah menjadi bagian vital dari aktivitas ekonomi masyarakat, termasuk pelaku UMKM.
Dalam diskusi publik bersama media dan perwakilan perusahaan transportasi online yang digelar di Aroem Resto & Café, Jakarta, Senin (19/5), Menhub Dudy menyampaikan bahwa meski secara teknis pemerintah bisa saja menurunkan potongan komisi, langkah tersebut tidak dapat dilakukan secara gegabah.
"Kalau saya tidak memikirkan keseimbangan jangka panjang, bisa saja langsung saya turunkan ke 10 persen. Tapi rasanya tidak arif jika kami tidak mendengar pandangan semua pihak terlebih dahulu," ujar Dudy.
Ia menekankan bahwa ekosistem transportasi online tidak hanya melibatkan mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi, tetapi juga jutaan pengguna dan pelaku UMKM yang bergantung pada layanan ini.
Komisi 20 Persen: Pilar Ekosistem Digital
Dalam diskusi tersebut, empat perusahaan besar transportasi online—Grab, Gojek, Maxim, dan InDrive—menegaskan bahwa komisi 20 persen saat ini merupakan standar yang masih sesuai dengan regulasi dan digunakan untuk menopang berbagai aspek operasional seperti pengembangan teknologi, layanan pelanggan, dan subsidi harga.
Presiden Gojek Catherine Hindra Sutjahyo menjelaskan bahwa dari potongan komisi 20 persen yang diterapkan (15%+5%), sebagian besar digunakan untuk diskon pelanggan agar harga layanan tetap kompetitif.
"Jika komisi diturunkan menjadi 10 persen, maka subsidi bagi pelanggan dan mitra bisa berkurang, harga naik, dan permintaan turun. Ini justru bisa menurunkan pendapatan driver," jelas Catherine.
Hal senada disampaikan Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza R. Munusamy, yang menegaskan bahwa komisi hanya dikenakan atas tarif dasar, bukan total biaya perjalanan. “Sumber pendapatan kami berasal dari dua sisi—pengguna dan mitra. Komisi yang ada saat ini sudah sesuai dengan regulasi dan masih dibutuhkan untuk mendukung operasional,” ujarnya.
Dampak terhadap UMKM dan Konsumen
Komisi 20 persen juga dinilai penting untuk menjaga keberlangsungan UMKM yang memanfaatkan layanan pesan-antar digital. Penurunan komisi dinilai berpotensi mengurangi insentif pengiriman, menaikkan harga layanan, dan berdampak pada turunnya permintaan. Hal ini bisa memukul omzet UMKM yang selama ini bergantung pada layanan digital sebagai jembatan ke pasar.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini terdapat lebih dari 65 juta UMKM yang menyerap lebih dari 120 juta tenaga kerja. Digitalisasi, termasuk layanan ojol dan pesan-antar, menjadi salah satu faktor penting yang memperluas akses pasar UMKM secara efisien.
Pendapat Ekonom: Perlunya Keseimbangan
Sejumlah ekonom turut memberikan pandangan terkait isu ini. Nailul Huda dari CELIOS menilai bahwa potongan komisi sebaiknya tidak diatur secara kaku oleh pemerintah, melainkan mengikuti mekanisme pasar. Ia menekankan pentingnya kompetisi antar platform untuk menawarkan komisi terbaik bagi mitra.
Sementara itu, ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menekankan pentingnya titik keseimbangan antara kebutuhan aplikator dan mitra pengemudi. Ia menyebut komisi sebagai bentuk sewa atas infrastruktur digital, yang sah dan lumrah dalam industri platform dua sisi (two-sided market).
“Yang penting adalah keadilan dan transparansi. Baik perusahaan maupun mitra harus sama-sama memahami struktur biaya dan risiko masing-masing,” ungkap Awalil.
Menuju Keputusan yang Inklusif
Menhub Dudy menegaskan bahwa pihaknya belum mengambil keputusan terkait penyesuaian komisi. Ia akan terus mendengar masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk para pengemudi ojol.
“Kita ingin memastikan semua pihak diuntungkan dan ekosistem tetap berjalan. Jangan sampai ada kebijakan yang terlihat populis tapi justru merugikan jangka panjang,” tutup Dudy.*