Maraknya Alih Fungsi Lahan Pertanian Akibat Faktor Ekonomi

Loading

Denpasar-Fajarbali.com | Organisasi PBB bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) resmi mengakui sistem pengairan pertanian di Bali atau Subak sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia pada tahun 2012. Namun, setelah 9 tahun berlalu kenyataan dilapangan keberadaan lahan subak semakin tergerus oleh kemajuan pembangunan dibidang industri dan pariwisata. Bahkan setiap tahun sebanyak 2.800 hektar lahan subak yang dialih fungsikan.


Praktisi pertanian Nyoman Buaka mengakui, saat ini terjadinya banyak alih fungsi lahan pertanian baik digunakan untuk perumahan maupun untuk industri. Menurutnya, masyarakat memilih menjual lahan pertaniannya sebagian besar karena masalah ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Selain itu ada juga karena lokasi tanahnya sudah terjepit oleh bangunan sehingga akhirnya dijual.

"Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah harusnya dalam mengeluarkan ijin bangunan tidak serta merta mengeluarkan ijin saja tetapi wajib untuk berkoordinasi dengan pekaseh subak. Meskipun kami selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak menjual lahan subaknya namun hal itu tidak digubris. Pembangunan diatas lahan-lahan subak tetap saja berjalan karena Pemerintah mengeluarkan ijin membangun," ujarnya, Senin (23/8).

Baca Juga : 
Desa Sidan Ajak Pemuda Bertani Organik, Kembangkan Holtikultura Seluas 15 Hektar
Lomba Jukung Warnai Upacara Petik Laut di Air Kuning

Ia menyebutkan, jika lahan pertanian banyak dialih fungsikan, maka krisis pangan akan terjadi dan yang akan terdampak adalah lapisan-lapisan yang paling rentan dari masyarakat, seperti kelas menengah ke bawah. Diakuinya, dampak pandemi Covid-19 tidak hanya menyebabkan resesi ekonomi, tapi juga berpotensi pada krisis pangan global. Untuk itu, Nyoman Buaka menilai, langkah mitigasi guna mencegah krisis kebutuhan pangan ini mutlak dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah dengan mencegah alih fungsi lahan.

"Mencegah alih fungsi lahan sangat penting, tapi tidak cukup itu. Selain itu, yang harus didorong adalah pembangunan sektor agraria yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, alih-alih sekadar pasar. Kalau alih fungsi lahan dibiarkan, besok anak-anak kita mau makan apa? Boleh ada perumahan, boleh ada hotel, tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada," tegasnya.

Nyoman Buaka menambahkan, makin berkurangnya lahan pertanian salah satunya disebabkan mudahnya izin alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Hal itu dikarenakan, lahan pertanian pangan, terutama sawah, merupakan lahan dengan land rent yang rendah.

"Diharapkan dinas terkait khususnya pertanian mengetahui dan diikutsertakan juga dalam pembentukan Tim Teknis," pungkasnya. (car)
Scroll to Top