DENPASAR- Hal yang masih menjadi kendala dalam pembangunan pertanian khususnya pada tanaman padi adalah hama tikus sawah.
Dalam upaya mewujudkan pertanian berkelanjutan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali terus mendorong pemanfaatan Rumah Burung Hantu (Rubuha) dari jenis Tyto alba sebagai metode alami pengendalian hama tikus.
Inovasi ini terbukti mampu menurunkan serangan tikus secara signifikan, sekaligus mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan rodentisida kimia.
Burung hantu Tyto alba dikenal sebagai predator alami tikus yang sangat efektif.
Dalam satu malam, burung ini mampu memangsa 3 hingga 5 ekor tikus.
“Kami mendorong petani untuk beralih ke pengendalian hama berbasis ekologi. Rubuha tidak hanya menekan populasi tikus, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, di Denpasar, Sabtu (12/4/2025).
Sunada mengeklaim, pembuatan Rubuha telah menunjukkan hasil yang signifikan sejak pertama kali diterapkan pada tahun 2018 di Kabupaten Tabanan.
Namun untuk saat ini berdasarkan data dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, dari rata – rata luas serangan organisme penganggu tanaman (OPT) khususnya tikus tertinggi di Kabupaten Badung.
Selain itu, tingkat produktivitas padi di wilayah yang aktif menggunakan Rubuha telah meningkat sebesar 20 hingga 30 persen.
Adapun bentuk edukasi untuk petani yang dalam pengedalian tikus nanti di Kabupaten dengan rata-rata luas serangan OPT tikus tertinggi dengan Tyto Alba pembuatan rubuha sangat diperlukan karena Tyto Alba tidak dapat membuat sarang sendiri.
Rubuha dipasang di lahan sawah yang dekat dengan pepohonan agar tidak terlalu panas. Jadi dengan dipasangnya rubuha diharapkan burung hantu dapat tinggal dan berkembang biak di rumah tersebut.
Pada beberapa rubuha yang sudah dipasang sudah ada yang didatangi dan tempat berkembang biak oleh burung hantu.
Sebagai bentuk dukungan kepada petani, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali bekerjasama dengan Dinas Kabupaten/Kota yang menangani pertanian memberikan pelatihan terkait pembuatan dan perawatan Rubuha melalui kelompok tani.
Pemantauan rutin dilakukan oleh penyuluh pertanian, dan petani untuk menjaga populasi burung hantu di lahannya.
Kegiatan untuk pemeliharaan ini masih mengalami tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait masih adanya sebagian petani yang belum sepenuhnya meninggalkan penggunaan rodentisida kimia.
Selain itu, pembuatan Rubuha juga perlu diperluas ke wilayah lain seperti Karangasem dan Klungkung. Kegiatan fasilitasi pembuatan rubuha yang dialokasikan dari anggaran Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan di Provinsi Bali mulai dari tahun 2018 sampai dengan 2024 berjumlah 96 unit tersebar di kabupaten/kota se Bali.
“Kami akan meningkatkan sosialisasi serta menggandeng kalangan akademisi untuk memperkuat penelitian dan inovasi lanjutan,” tambah Sunada.
Keberhasilan program Rubuha di Bali menjadi bukti bahwa pengendalian hama secara alami tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga efektif dan berkelanjutan.
Dinas Pertanian Bali berharap inisiatif ini dapat menjadi model inspiratif bagi daerah lain di Indonesia dalam mewujudkan sistem pertanian yang lebih hijau dan tangguh terhadap ancaman hama.