KDRT Bagai Gunung Es, Fishum UNR dan Yayasan Bali Sruti Bangun Kesadaran Masyarakat

“Sosialisasi UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU No 16/2019 tentang Perkawinan Anak”

 Save as PDF
(Last Updated On: 31/03/2023)

DEKAN dan jajaran Fishum UNR menjalin kerja sama dengan Yayasan Bali Sruti.

 

DENPASAR – fajarbali.com | Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) termasuk kekerasan pada perempuan dan anak sangat masif terjadi di Bali. Jika diibaratkan sebagai gunung es. Hanya puncaknya saja yang terlihat.

Untuk itu, perguruan tinggi sebagai rumahnya kaum intelektual punya peran strategis menggugah kesadaran dan pemahaman masyarakat berkolaborasi dengan stakeholder terkait.

Demikian dikatakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Ngurah Rai (Fishum UNR) Dr. Drs. I Wayan Astawa, SH., MAP., di sela kegiatan “Sosialisasi UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU No 16/2019 tentang Perkawinan Anak” bertempat di kampus setempat, Kamis (30/3/2023).

Astawa menjelaskan, kegiatan ini bekerja sama dengan Yayasan Bali Sruti yang di dalamnya terdapat aktivis-aktivis perempuan hebat. Serta melibatkan puluhan mahasiswa/i Fishum.

Berdasarkan data yang ia himpun, Astawa menjelaskan, di Bali terjadi 260  tindak KDRT, perempuan dan anak sepanjang 2022. “Angka itu hanya yang dilaporkan ke polisi. Kalau yang belum dilaporkan tentu banyak,” ungkapnya.

Bahkan, masih menurut dia, terjadi peningkatan kasus sebesar 15,2 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, 30,3 persen korban perempuan berusia 25-44 tahun serta korban perempuan usia 13-27 sebanyak 30 persen.

Karena pentingnya sosialisasi peraturan yang baru setahun diundangkan ini, pihaknya berencana melakukan sosialisasi berkesinambungan yang dikemas dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Fishum UNR, lanjut Astawa, yang mengusung visi Kerakyatan dan Tri Hita Karana sangat relevan menjalankan kewajiban ini karena menyangkut salah satu unsur Tri Hita Karana, yakni Pawongan (membangun hubungan harmonis antar-sesama manusia).

Mahasiswa peserta sosialisasi UUTPKS aktif bertanya.

Diharapkan, seluruh mahasiswanya menjadi agen perubahan setelah mengikuti kegiatan ini. Minimal di lingkungan keluarga dan pergaulannya. Sehingga lama kelamaan masyarakat mulai mengetahui substansi dari UUTPKS.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Bali Sruti Dr. Ir. Luh Riniti Rahayu, M.Si., berpendapat, UUTPKS sangat komperhensif jika diimplementasikan karena memayungi semua warga negara sehingga tidak ada lagi tindakan kekerasan di Indonesia.

“Undang-undang ini tidak hanya dipahami oleh penegak hukum, tapi seluruh masyarakat khususnya mahasiswa yang notabene agen of change,” jelas Riniti didampingi jajarannya, Sri Sulandari, S.Sos., MAP.

UU TPKS dan UU Perkawinan Anak, masih kata Riniti, mengatur bagaimana agar kekerasan bisa dihapus atau dicegah agar tidak ada kekerasan. Kedua regulasi ini sangat urgen di Bali.

“Di Bali sangat urgen, terutama yang berbasis adat. Itu sangat tertutup. Sulit diungkap karena KDRT dianggap aib kalau dilaporkan,” ujarnya.

Berdasarkan kajiannya, KDRT yang sampai ke meja penegak hukum hanya yang sudah keterlaluan atau sampai mengancam nyawa korban. Jika masih dianggap “wajar” maka korban memilih memendam masalahnya untuk menghindari rasa malu. Di sinilah pentingnya membangun kesadaran masyarakat.

Perempuan yang aktif di sejumlah organisasi ini menambahkan, UUTPKS punya cakupan lebih luas dari UU KDRT, karena mengakomodir publik. “Sekarang hati-hati lho ya. Menggoda orang dengan bersiul saja, kalau dia tidak nyaman bisa dilaporkan. Ingat korban kekerasan ini tidak hanya perempuan. Lelaki juga bisa jadi korban,” urainya.

Meski demikian, ia menyebut perempuan dan anak memang lebih sering menjadi korban. Ini dipicu dari relasi kuasa, hirarki, kebiasaan serta kemiskinan. “Relasi kuasa ini memunculkan mindset ‘derajatku lebih tinggi, wajar dong melakukan kekerasan’. Ada juga disebabkan faktor ekonomi dan anggapan bahwa kekerasan itu sudah biasa terjadi,” kata Riniti.

Sosialisasi menghadirkan dua pembicara, yakni Ni Putu Tirta Dewi Mahayogi, A.Md. Keb., S.KM., dan I Gusti Ayu Andani Pertiwi, SS., M.Si. Ke depan, Yayasan Bali Sruti merancang program serupa yang menyasar masyarakat pedesaan. (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Mabuk, Bule Amerika Buat Onar di Terminal Keberangkatan Bandara Ngurah Rai

Jum Mar 31 , 2023
Sementara Diamankan di Polres Kawasan Bandara
IMG_20230331_124152

Berita Lainnya