Pengurus YPLP Kabupaten PGRI Badung menggelar diskusi internal menjelang Rakernas PGRI di DKI Jakarta.
MANGUPURA-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Pengurus Yayasan Penyelenggara Lembaga Pendidikan (YPLP) Kabupaten PGRI Badung, dipastikan hadir dalam Kongres PGRI masa bakti 2024-2029 yang rencananya digelar di Jakarta, 1-3 Maret 2024.
YPLP Kabupaten PGRI Badung yang notabene bagian dari PD PGRI Provinsi Bali telah menyiapkan poin-poin aspirasi untuk disampaikan ke PB PGRI, selanjutnya disampaikan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud ristek) sebagai kajian menentukan kebijakan.
Ketua YPLP Kabupaten PGRI Badung I Made Gede Putra Wijaya, didampingi Sekretaris I Gusti Ketut Sukadana dan Bendahara I Made Tambun, menjelaskan, setidaknya ada tiga poin penting yang bakal disampaikan meskipun sejatinya isu-isu lama tapi tak kunjung direspon oleh pemangku kebijakan.
"Poin-poin yang akan kami sampaikan merupakan hal fundamental yang secara terang benderang berpotensi 'membunuh' peran persekolahan swasta dari segala arah. Banyak peraturan yang dilanggar dengan kasat mata," kata Putra, usai memimpin rapat internal YPLP Kabupaten PGRI Badung, di Badung, Selasa (20/2/2023).
Pertama, jelas Putra, pihaknya ingin pemerintah merevisi sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Sistem berbasis domisi ini, lanjut dia, menyebabkan sekolah swasta hanya bisa berharap dari calon peserta didik dari luar Bali. Itupun bagi para perantau baru atau yang belum ber-KTP Bali.
"Jumlah potensi murid baru swasta ini tentu sangat kecil. Hanya mereka yang dari luar Bali. Yang belum ber-KTP Bali," keluhnya.
Kedua, sudah menjadi rahasia umum, bahwa beberapa tahun belakangan, Permendikbud No 17 tahun 2017 tentang PPDB dilanggar secara terang benderang. Dimana kuota di sekolah-sekolah negeri sangat dipaksakan.
Padahal, masih menurut Putra, dalam peraturan itu secara gamblang mengatur bahwa kuota SD 28 peserta didik, SMP 32, dan SMA/SMK sederajat 36 per rombongan belajar (rombel). Dan maksimal di tiap satuan pendidikan menerima 10 rombel tiap tahun ajaran baru.
Tapi kenyataannya, di SMA/SMK negeri per rombel lebih dari 40 anak dan satu angkatan mencapai 600 anak. Hal ini tak pelak mempertaruhkan kualitas pendidikan di masa depan.
Selanjutnya, pihaknya mengimbau pemerintah untuk mengembalikan guru-guru yayasan yang lolos seleksi PPPK ke sekolah swasta asalnya masing-masing.
Di YPLP PGRI Badung sendiri, menurut Putra, telah kehilangan puluhan guru pengampu mata pelajaran umum dan produktif. Mereka pergi setelah lulus guru PPPK kemudian ditugaskan sebagai ASN di sekolah-sekolah negeri.
"Kami di PGRI Badung mengelola 3 SMK. Sejak dua tahun ini kami kehilangan puluhan guru. Setelah lulus PPPK mereka pergi. Ditugaskan di sekolah negeri oleh pemerintah. Kami minta tolong dipekerjakan kembali ke sekolah asalnya," pintanya.
Terakhir, YPLP Kabupaten PGRI Badung meminta pemerintah memoratorium pembangunan sekolah negeri, khususnya SMA/SMK sederajat, mengingat kursi di persekolahan swasta masih memadai bahkan melebihi calon peserta didik.
Putra menampik dikatakan tidak mendukung pembangunan sekolah negeri. Malah ia mensupport penuh karena memang tugas pemerintah melayani rakyatnya. Hanya saja pembangunan sekolah negeri baru belum menjadi sesuatu yang urgent.
"Lebih baik berdayakan sekolah-sekolah swasta yang telah ada agar berkeadilan dan hentikan dikotomi negeri dengan swasta. Sekali lagi, pemikiran yang kami akan sampaikan ibarat lagu lama yang diaransemen ulang agar lebih merdu," pungkas Putra. (gde)