Ini Kata Kadistan Bali Soal Naiknya Harga Beras

FOTO: I Wayan Sunada

 

DENPASAR – fajarbali.com | Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Kadistanpangan) Provinsi Bali, I Wayan Sunada, menanggapi kenaikan harga beras yang saat ini berkisar di Rp14 ribu per kg.

Sunada mengurai, kenaikan harga bahan paling pokok itu, dipengaruhi sejumlah faktor. Pertama, karena Bali memasuki musim kemarau, sehingga panen tidak merata di semua kabupaten.

Kedua, karena naiknya biaya produksi petani. Berikutnya, teknik petani Bali pada umumnya melakukan budidaya ramah lingkungan atau sudah mengarah ke organik, sehingga menghasilkan beras premium dengan rasa yang pulen, dan sehat untuk dikonsumsi.

“Kami sangat menyadari kenaikan harga beras ini menjadi dilema. Tapi harap maklum, karena petani kita ongkos produksinya juga naik pada penggilingan gabah. Namun bagi konsumen tentu jadi beban,” kata Sunada, Kamis (21/9) di Denpasar.

Saat ini, lanjut dia, harga jual gabah petani mencapai berkisar Rp 6.000 sampai dengan Rp 6.500 per kilogram di tingkat petani, lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.500 per kg.

Sehingga, menurut pandangannya, kenaikan harga Rp1000 per kg masih tergolong wajar. “Jadi dengan harga yang sebelumnya Rp 13 ribu, naik menjadi Rp14 ribu per kilogram, dan sudah mengarah ke organik. Wajarlah terjadi kenaikan harga, dan itu masih terjangkau,” tuturnya.

Lebih lanjut, sekarang bukan merupakan masa panen raya di Bali. Panen raya terjadi pada Maret – April. Pada bulan September 2023 ini, terdapat panen seluas 8.500 hektar. “Yang paling tinggi panen terjadi di Tabanan, Badung, Gianyar, dan Buleleng,” sebutnya.

Sunada juga menyampaikan penyebab Nilai Tukar Petani (NTP) Bali rendah di bawah 100. Hal itu terjadi karena hasil yang diterma petani dari hasil usahataninya lebih kecil dari biaya yang harus dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, salah satunya dipicu karena begitu ada kenaikan sedikit, masyarakat sudah ribut.

“Ketika beras di pasaran murah, petaninya tidak dapat apa-apa. Petaninya menangis,” imbuhnya.

Sunada juga mengungkapkan stok beras Bali mencapi 42 ribu ton, sedangkan ketersediaannya sekitar 60 ribu ton. Untuk beras medium di Bulog sekitar 15 ribu ton.

“Stok itu khusus beras Bali, sedangkan ketersediaan itu ada di Bulog,” jelasnya. Untuk konsumsi beras di Bali sebesar 418 ribu ton per tahun. Pihaknya memperkirakan, Bali bakal terjadi surplus beras di atas 100 ribu ton per tahun. “Kalau tahun 2022 kemarin, kita surplus 96 ribu ton. Kita semuanya surplus kecuali bawang putih,” katanya.

Distan, lanjut dia, secara rutin menggelar pasar murah di berbagai titik guna menjembatani masyarakat yang kurang mampu, khususnya. “Untuk pasar murah selanjutnya, kami pasti umumkan sebelumnya lewat berbagai media,” pungkas Sunada. (Gde)