DENPASAR - sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Mantan Wakil Gubernur (Wabup) Bali I Ketut Sudikerta langsung menyatakan banding atas vonis 12 tahun yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam sidang yang berlangsung, Jumat (20/12/2019) lalu.
Dalam sidang, majelis hakim pimpinan Hakim Esthar Oktavi menyatakan terdakwa Sudikerta terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama.
Perbuatan terdakwa Sudikerta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI.No.8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
"Menghukum terdakwa I Ketut Sudikerta oleh krena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp 5 miliar apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 4 bulan, " demikian bunyi putusan hakim.
Meski vonis ini lebih ringan 3 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Artha Wijaya dkk., namun Sudikerta tetap menyatakan banding. " Terimakasih yang mulia, kami menyatakan banding, " kata Sudikerta merespon putusan tersebut.
Sementara untuk terdakwa Anak Agung Ngurah Agung yang sebelumnya dituntut hukuman 8 tahun, oleh majelis hakim yang sama divonis 6 tahun penjara. Majelis hakim menyatakan terdakwa Anak Agung juga melakukan tindak pidana penipuan dan pencucian uang.
Atas vonis ini, terdakwa Anak Agung yang didampingi pengacara Agus Sujoko dkk., juga menyatakan banding. “Atas putusan ini, kami mengajukan banding yang mulia,” tegas Agus Sujoko yang juga diamini oleh kedua pengacara lainnya.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, dimana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013.
Namun beberapa bulan setelah transaksi justru baru diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 149 miliar.(eli).