Kadis LH, I Gede Ngurah Yudiantara, Senin (5/4/2021) mengatakan, memang sebelumnya warga dari Tegal Bengkak, desa Adat Komala, desa Bhuanagiri, menolak diwilayahnya dibangun tempat pengolahan sampah berbasis teknologi. Hal itu dikarenakan ada perarem yang tidak memperbolehkan alih fungsi lahan selai untuk perkebunan.
"Kalau disana, mereka harus merubah pararem lagi,karena tidak diperbolehkan adanya alih fungsi lahan," ujarnya.
Baca Juga :
OPPO Menjadi Sponsor Resmi Perhelatan AOV Star League 2021 Spring
Ruang Rawat Inap ODGJ Gianyar Menunggu Gedung Baru, Disiapkan 10 Kamar Terpisah dari Pasien Umum
Karena alasan itu, kata Ngurah Yudiantara, pihaknya mengalihkan pembangunan pengolahan sampah berbasis teknologi ke wilayah Dusun Butus, Desa Bhuana Giri. Dikatakanya, tempat pengolahan sampah dengan basis teknologi dari Negara Jerman ini, nantinya membutuhkan 200 ton sampah setiap harinya.
"Kebutuhan sampah cukup besar untuk di jadikan bahan bakar refused derived fuel (RDF) / solid recovered fuel (SRF) yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar pencampu batubara pada PLTU," ujarnya.
Ngurah Yudiantara mengatakan, saat ini produksi sampah yang ada di TPA butus dan Linggasana mencapai 60 ton perharinya. Jumlah tersebut, ditempat lain sehingga nantinya bisa mencapai 200 ton. Pihaknya pun berencana akan menyiapkan depo-depo penyimpanan sampah di empat kecamatan.
"Setiap dua kecamatan akan ada depo penyimpanan di satu titik," ujarnya.
Dikatakan, untuk proses angkut sampah dari depo penyimpanan ke lokasi pengolahan sampah pun telah disiapkan. Armada pengangkutnya, langsung dari pihak ketiga yang mendirikan pengolahan sampah berbasis teknologi itu.
"Armada pengangkut dari mereka sendiri, kita cuma memfasilitasi, ini juga menguntungkan pemerintah dalam pengolahan sampah," pungkasnya. (bud)