GIANYAR-fajarbali.com | Sanksi kanorayang terhadap salah satu warga Desa Adat Taro terhadap Ketut Warka mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Sebelumnya, prajuru adat setempat melayangkan somasi kepada warka untuk segera memenuhi sejumlah keputusan paruman adat sebagai syarat Ketut Warka terhindar dari sanksi dikeluarkan dari Desa Adat. Disisi lain, Warka yang hingga saat ini merasa tidak bersalah, akhirnya meminta perlindungan ke Polres Gianyar.
Dari penuturan keluarga Ketut Warka, dirinya menerima surat Peringatan pertama pada 8 Februari 2022 dan hanya berlaku hingga tanggal 15 Februari. Dalam surat disebutkan jika dalam sepekan itu, tidak melaksanakan keputusan paruman adat, maka akan dilanjutkan dengan surat peringatan kedua. Dalam surat peringatan itu, Warka yang sudah 2 tahun dikenai sanksi adat kanorayang ini, diwajibkan untuk melaksanakan sejumlah keputusan paruman adat.
Dalam surat disebutkan, pertama, Warka harus mencabut proses hukum perdata yakni permohonan eksekusi terhadap lahan yang disengketakannya. Dalam hal ini warka pun dikenakan denda atau pecamil. Kedua, keluarga I Ketut Warka harus meminta maaf secara sekala dan niskala dihadapan paruman adat. Ketiga, membayar ganti rugi atas pencurian di atas lahan yang disengketakan karena dinilai sebagai lahan milik adat. Dan terakhir, Warka harus membayar semua kewajiban adat selama 2 tahun dikenakan sanksi kanorayang.
Dalam surat ini tersebut, juga dilampirkan notulen hasil paruman adat tertanggal 7 Januari 2022. Dimana dalam paruman itu, Warka ditegaskan telah melanggar awig-awig, dan setelah sanksi kanorayang akan ditingkatkan menjadi sanksi adat berupa pencabutan hak dan kewajibannya sebagai krama adat. Pemecatan sebagai krama adat ini akan dilakukan jika Ketut Warka tidak mengindahkan surat peringatan yang dimaksud.
Dijelaskan Ketut Warka, Minggu (13/2/2022) melalui kuasa hukumnya I Gusti Ngurah Wisnu Wardana membenarkan telah menerima Surat Somasi.. Pihaknya pun hingga kini tidak merasa melakukan pelanggaran adat. Pihaknya hanya mempertahankan tanah hak milik dengan bukti, “Apalagi ada putusan pengadilan telah memenangkannya. Atas sanksi kanorayang dan kini diberikan surat peringatan, pihaknya pun merasa diberlakukan tidak adil. Karena itu, pihaknya pun memohon perlindungan ke Polres Gianyar,” jelas Wisnu Wardana. Perlindungan yang diminta tersebut, sebagai warga negara yang tidak mendapat perlakuan yang adil, maka memohon perlindungan ke aparat hukum.
Dijelaskan, pihaknya selama dua tahun ini disebut tidak melaksanakan kewajiban, karena lantaran kliennya dalam posisi kena sanksi kanorayang itu. Dimana Warka dan keluarga dilarang untuk mengikuti kegiatan adat termasuk melaksanakan kewajiban adat. “Karena kanorayang inilah Warka tidak bisa melaksanakan kewajiban adat serta kewajiban di subak pula. Hingga akhirnya sejumlah akibat yang harus saya terima selama ini. Kini malah Warka disebut tidak melaksanakan kewajiban adat dan terancam dikeluarkan sebagai krama adat,” sesalnya.
Sebelumnya, keluarga I Ketut Warka, mantan pamangku Pura Puseh, Desa Adat Taro Kelod, diganjar sanksi adat kanorayang/kesepekang sejak tahun 2019. Sanksi ini berawal ketika krama ini memperjuangkan kepemilikan tanahnya hingga dua kali menang perkara di pengadilan tingkat banding. Dan saat mengajukan permohonan eksekusi desa adat mengklaim bahwa dari 21 are tanah yang disengketaman ini, 8 are di antaranya merupakan Pekarangan Desa (PKD). Hingga akhirnya desa adat menggugat Warka di pengadilan namun putusannya, permohonan desa adat tidak diterima.Atas putusan itu pula keluarganya dikenakan sanksi kanoryang hingga berimbas ke pemutusan aliran air ke rumah dan sawahnya.
Sanksi ini pun menuai perhatian banyak pihak mulai dari Majelis adat hingga Kementrian Hukum dan HAM turun tangan. Bahkan Ketua Majelis Desa Adat Kecamatan Tegalalang, Wayan Mupu menyayangkan masih ada desa adat yang menerapkan sanksi kanorayang atau kesepekang ini. Ditegaskan, sanksi Kanorayang sudah tidak diperbolehkan lagi sesuai hasil keputusan Majelis Desa Adat Provinsi dan berdasarkan hasil Pesamuhan Agung.sar