DENPASAR-Fajarbali.com|Pria asal Lumajang, Jawa Timur, Lukman Hadi alias Lukman (33) harus diadili di Pengadilan Negeri Denpasar karena diduga memperjualbelikan pil koplo atau obat keras yang masuk daftar G atau memperjualbelikan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar dan tidak memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Akibat perbuatannya, Lukman dituntut penjara selama satu tahun dan enam bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Kasek Janawati dalam sidang, Kamis (19/5/2026). Terdakwamelanggar Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3), sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 435 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Terdakwa diduga memproduksi atau mengedarkan Sediaan Farmasi dan/ atau Alat Kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/ kemanfaatan, dan mutu.
"Memohon kepada majelia hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukman Hadi alias Lukman dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan pidana denda sebesar Rp1.000.000,subsidair empat bulan kurungan," sebut Jaksa dalam amar tuntutannya.
Diberitakan sebelumnya,
Lukman ditangkap Tim Buser Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali pada Kamis, 27 Februari 2025 sekitar pukul 01.00 WITA. Penangkapan ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas penjualan obat tanpa izin edar di kawasan Denpasar Selatan.
Dalam penggerebekan di tempat tinggal Lukman, petugas berhasil menemukan sejumlah barang bukti berupa satu tas kain berwarna hitam, 12 bungkus rokok ESSE DOUBLE POP warna toska, masing-masing berisi klip kecil berisi pil putih berlogo Y, kotak rokok berwarna silver berisi 10 klip kecil dengan masing-masing 10 butir pil putih berlogo Y.
Selain itu petugas juga mengamkan uang tunai Rp 555.000 yang didiga hasil penjualan obat ilegal. Total pil yang ditemukan berjumlah 1.408 butir, dan seluruhnya tidak memiliki izin edar resmi. Terdakwa tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan legal atas obat-obatan tersebut.
Berdasarkan hasil uji laboratorium dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar, pil putih berlogo Y tersebut mengandung Triheksifenidil HCl dengan kadar 3,72 mg/tablet.
Padahal, sesuai standar Farmakope Indonesia edisi VI tahun 2020, kadar yang diperbolehkan hanya berkisar antara 1,8 mg hingga 2,2 mg per tablet.
Hal ini menunjukkan bahwa obat yang diedarkan oleh terdakwa tidak hanya ilegal secara administratif, tetapi juga secara mutu dan keamanan karena kandungannya melebihi batas yang diperbolehkan untuk penggunaan medis.
"Terdakwa mengaku memperoleh pil tersebut dari seseorang bernama Ali yang saat ini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang) dan berdomisili di Lumajang, Jawa Timur.
Transaksi dilakukan melalui jasa pengiriman paket travel, dan Lukman menjadi penjual aktif sejak Maret 2023," papar Jaksa Penuntut Umum dalam sidang dakwaan.
Obat-obatan tersebut ditujukan untuk dijual kepada para buruh bangunan proyek, dengan harga per klip (10 butir) sebesar Rp 30.000. Ia juga mengaku pernah mengonsumsi obat tersebut satu kali, namun berhenti karena menyadari efek sampingnya.W-007