Terdakwa Nyoman Supariani didampingi kuasa hukumnya saat menghadiri sidang dengan agenda putusan sela, Selasa (9/7/2024).Foto/eli
DENPASAR-Fajarbali.com|Upaya mantan Direktur Utama (Dirut) sekaligus Pemegang Saham Pengendali di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana, Nyoman Supariyani untuk bisa lepas dari jeratan kasus pidana yang dialaminya melalui eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak membuahkan hasil.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar pimpinan Putu Ayu Sudariasih, Selasa (9/7/2024) dalam putusan sela menyatakan menolak eksepsi atau keberatan tetdakwa I Nyoman Sumariyani yang disampaikan melalui kuasa hukumnya Teddy Raharjo. "Menolak eksepsi dari terdakwa dan meminta kepada jaksa untuk melanjutkan sidang," sebut hakim dalam putusan.
BACA Juga : Dilaporkan Menganiaya Warga, Propam Polda Periksa 10 Oknum Resmob Polres Klungkung
Dalam putusannya hakim menyebut jika eksepsi yang diajukan terdakwa sudah masuk pada pokok materi yang harus dibuktikan dalam persidangan dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Usai sidang pengacara terdakwa langsung mengajukan keberatan.
"Kami sebenarnya sangat keberatan dengan sidang ini. Sebab masih ada sidang perdata yang masih ada kaitanya dengan objek sengkata (eks tanah dan bagunan bank) yang merupakan aset BPR yang saat ini statusnya sudah menjadi milik orang lain karena dijual oleh Yance," sebut Teddy Raharjo sebelum sidang ditutup.
BACA Juga : Pasukan Brimob Polda Cek Senpi Petugas Lapas Kelas IIA Kerobokan
Teddy Raharjo juga kembali menyingung soal nilai kerugian dalam perkara yang menjerat klienya. Dimana dalam sidang perdata yang putusanya sudah memiliki kekuatan hukum tetap disebutkan bahwa kerugian yang dialami oleh LPS adalah Rp 4.500.000.000. Sedang dalam perkara ini dengan objek yang sama tertulis kerigian yang dialami LPS adalah Rp 4,8 miliar.
Disamping itu, Teddy juga mengatakan jika saat ini sedang berjalan sidang gugatan perdata. Dimana point dari gugatan perdata yang sedang berjalan ini salah satunya adalah untuk memperjelas berapa nilai kerugian dari perkara ini. "Sebab dalam gugatan perdata, yang kita sigung juga soal gedung atau aset milik BPR yang saat ini sudah menjadi milik orang lain," ungkap Teddy Raharjo.
BACA Juga : Suruh Orang Bongkar Atap Milik Pemilik Rumah, Bule Amerika “Dipulangkan” Imigrasi
"Kita semua tahu bahwa dalam perkara pidana kerugian yang ditimbulakan harus jelas. Jadi disini saya merasa aneh kenapa dengan objek yang sama kok bisa kerugiannya beberda, ini kan aneh," terang salah satu pengacara senior di Bali ini. Oleh karena itu Teddy memohon agar perkara yang saat ini membelit klienya ditangguhkan telebih dahulu hingga gugatan perdata selesai.
Tapi apa yang menjadi alasan Teddy Raharjo yang disampaikan dalam sidang diabaikan oleh majelis hakim. Majelis mangatakan, agar apa yang disampaikan oleh pengacara terdakwa ini benar adanya, maka sidang harus dilanjutkan. "Jadi begini, untuk membuktikan ucapan saudara (pengacara terdakwa) silahkan nanti disertakan bukti dalam sidang pemeriksana pokok perkara," jawab ketua majelis hakim.
BACA Juga : Tersangka Purwadi Tidak Pernah Kapok Bobol 19 Vila, Betisnya Diterjang Peluru
Sedangkan yang terakhir, Teddy Raharjo kembali memingatkan soal pemohonan pengalihan penahanan yang sudah diajukan dalam sidang sebelum. Tapi pertanyaan itu dengan ketus dijawab oleh hakim bahwa permohonan belum bisa dikabulkan. "Permohonan itu (pengalihan penahanan) belum kami kabulkan," cetus hakim Sudariasih sembari mengetuk palu tanda sidang selesai.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam eksepsi atau keberatannya mengatakan, dakwaan jaksa hanya menguraikan peristiwa pidana tentang tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
BACA Juga : Sidokkes Polres Badung Rutin Periksa Kesehatan Para Tahanan
Tapi menurut, Teddy jaksa dalam dakwaannya tidak menguraikan tentang adanya putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018. Dimana peristiwa pidana yang telah dijatuhkan kepada terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 49 Ayat (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan jo Pasal 64 ayat (1) .
“Dalam putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap dan terdakwa telah menjalani Pemidanaan atas peristawa pidana sebagaimana diatur dalam pasal yang saya sebutkan diatas itu,” sebut Teddy Raharjo.
BACA Juga : 50 Napi Binaan Lapas Kerobokan Ikuti Tes Tulis Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru STIE
Padahal, tambah Teddy saat ini terdakwa kembali didakwakan dengan perbuatan yang sama dengan apa yang pindahnya sudah pernah dijalani terdakwa. Dari dakwan ke satu dan ataupun dakwaan ke dua menurut Teddy adalah pengulangan peristiwa pidana sebagaimana putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018.
Dengan demikian sebut Teddy berlaku ketentuan pasal pasal 76 KUHAP “tentang hapusnya kewenangan menuntut dan menjalani pidana. Dimana ayat (1) menjelaskan kecuali dalam hal putusan Hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan. “Dalam artian termasuk juga hakim pengadilan swaparaja dan adat ditempat tempat yang mempunyai pengadilan pengadilan tersbut,” ungkap Teddy.W-007