2. Pemulihan Harus Dimulai dari Akar Masalah
Pendekatan neurologi menempatkan sistem saraf sebagai pusat kontrol seluruh fungsi tubuh. Namun, menurut Irca, sebagian besar terapi konvensional masih berfokus pada perbaikan gejala di permukaan. Kalau penanganan hanya fokus pada otot tanpa menelusuri jalur sarafnya, hasilnya seperti menambal ban tanpa mencari paku penyebabnya, alias cepat bocor lagi.
“Setiap tubuh itu unik. Karena itu, kami tidak memberikan terapi yang seragam. Kami menilai bagaimana otak, saraf, dan otot berkomunikasi. Kalau salah satu tidak seimbang, hasil pemulihan tidak akan optimal,” terang Irca.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi pasien dalam proses pemulihan. “Kami ingin pasien tahu apa yang terjadi pada tubuhnya. Kalau pasien mengerti asal nyerinya, mereka bisa lebih cepat pulih dan lebih sadar untuk mencegah cedera berulang,” katanya.
3. Saraf Sehat, Pemulihan Lebih Cepat
Sistem saraf yang berfungsi optimal memungkinkan tubuh merespons gerakan dengan akurat. Menurut dr. Irca, inilah kunci pemulihan yang sering luput diperhatikan. “Begitu jalur saraf dibenahi, komunikasi otak dan otot jadi lebih efisien. Gerak tubuh kembali seimbang, dan proses penyembuhan berlangsung alami,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pasien perlu memahami perbedaan antara nyeri otot dan nyeri saraf. “Nyeri otot biasanya terasa pegal atau tegang setelah aktivitas fisik. Tapi kalau nyerinya menusuk, menjalar, atau muncul tanpa sebab jelas, besar kemungkinan sumbernya ada di saraf,” tambahnya.
DRI Clinic menggunakan pendekatan berbasis data untuk memantau kemajuan terapi pasien. Alat diagnostik modern membantu mengukur kecepatan konduksi saraf, kekuatan otot, serta keseimbangan tubuh sebelum dan sesudah perawatan. “Kami ingin semua prosesnya terukur. Pasien bisa lihat sendiri perbedaannya, bukan sekadar ‘merasa lebih baik’,” ujar Irca.
4. Pencegahan Cedera Dimulai dari Pemeriksaan Saraf
Menurut Irca, cedera bukan hanya masalah atlet. Pekerja kantoran, guru, bahkan ibu rumah tangga juga bisa mengalami gangguan saraf akibat posisi tubuh yang salah atau kebiasaan berulang. “Duduk delapan jam di depan laptop tanpa jeda bisa memengaruhi keseimbangan postur dan membuat saraf tertekan. Lama-lama, muncul nyeri punggung, bahu, atau kesemutan di tangan,” ujarnya.
Ia menganjurkan pemeriksaan saraf secara berkala, terutama bagi mereka yang aktif bergerak. “Pemeriksaan saraf bukan hanya untuk orang yang sakit. Ini bagian dari pencegahan. Kita bisa tahu sejak dini apakah ada ketidakseimbangan yang bisa memicu cedera,” katanya.
Hasil pemeriksaan ini juga menjadi dasar untuk menentukan terapi personal. “Kadang pasien bilang lututnya sakit, tapi setelah kami periksa, ternyata masalahnya di saraf pinggul. Jadi sumber nyerinya bukan di tempat yang terasa sakit,” tambah dr. Irca.
5. Pemulihan yang Baik Bukan Soal Cepat, Tapi Tepat
Banyak pasien ingin segera kembali beraktivitas begitu rasa sakit mereda. Namun, menurut dr. Irca, regenerasi saraf berjalan jauh
lebih lambat dibandingkan otot. “Kalau dipaksakan terlalu cepat, cedera bisa kambuh. Pemulihan itu bukan sprint, tapi maraton. Yang penting bukan cepat sembuh, tapi pulih dengan benar,” ujarnya
Pendekatan ini sejalan dengan pesan Nofi, yang menegaskan pentingnya proses latihan yang konsisten dan bertahap. “Kalau kita tidak melatih tubuh secara bertahap, risiko cedera meningkat. Tubuh itu seperti karet. Kalau jarang digunakan, bisa putus ketika ditarik,” ujarnya.
Menurutnya, banyak orang hanya fokus pada kekuatan fisik tanpa memerhatikan kesiapan sistem saraf. “Kebugaran itu bukan cuma soal otot kuat, tapi juga sinergi antara saraf dan otot. Kalau salah satunya tidak siap, cedera pasti lebih mudah terjadi,” tegasnya. Pendekatan neurologis ini sejalan dengan prinsip kebugaran yang diajarkan di UNJ, di mana kesiapan sistem saraf menjadi bagian penting dalam mencegah cedera
DRI Clinic juga menjalin kerja sama strategis dengan Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan UNJ untuk memperkuat integrasi teori dan praktik di bidang neurologi, kedokteran olahraga, dan rehabilitasi fisik. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperluas penerapan pendekatan neuro recovery di dunia akademik.
6. Kenali Tubuh, Hargai Proses Pemulihan
Acara ini juga menghadirkan para praktisi di bidang olahraga. Dari sisi pelatih kebugaran, Stenly Kusnin, Strategic Advisor Anytime Fitness, menegaskan pentingnya kolaborasi antara pelatih dan tenaga medis untuk memastikan proses pemulihan berlangsung aman.










