DENPASAR-Fajarbali.com| Terpidana seumur hidup I Nyoman Susrama atas kasus pembunuh wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, resmi dipindahkan ke Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Pemindahan dilakukan secara senyap, dengan pengawalan super ketat, Selasa (23/9/2025) sekitar pukul 13.30 WITA. Sejumlah sumber terpercaya menyebutkan bahwa proses pemindahan beberapa narapidana dari Bali dilakukan secara senyap.
Hal ini sengaja dilakukan untuk menghindari adanya campur tangan atau “backup” dari pihak tertentu yang disebut-sebut memiliki pengaruh di Lapas Nusa Kambangan.
Karena alasan keamanan tersebut, pihak berwenang masih menutup rapat informasi jumlah pasti maupun identitas para narapidana yang dipindahkan.
“Kecuali nama Susrama, itu bisa dibuka ke publik. Lainnya belum bisa,” ujar salah satu sumber. Proses pemindahan Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis, dilakukan dengan pengawalan ketat.
Awalnya, ia dikeluarkan dari Lapas Kerobokan, Denpasar, kemudian sempat dibawa ke Lapas Bangli. Langkah ini diambil karena sebelumnya Susrama pernah menjalani masa tahanan di sana.
Setelah itu, perjalanan berlanjut menuju Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai penjara dengan tingkat pengamanan super maksimum.
“Pengamanan sepenuhnya dilakukan secara internal,” tutup sumber lainnya.
Dikirmasi terpisah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjenpas) Bali, Decky Nurmansyah, membenarkan pemindahan I Nyoman Susrama ke Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (23/9).
Dikatakannya, Susrama sempat menempuh perjalanan panjang dari Rutan Bangli menuju Lapas Kerobokan pada 4 Mei 2021, sebelum akhirnya dilayar ke Nusa Kambangan.
“Berdasarkan catatan internal, yang bersangkutan sebelumnya dipindahkan dari Rutan Bangli ke Lapas Kerobokan. Dan hari ini, Susrama resmi dilayar ke Nusa Kambangan,” jelas Decky.
Pemindahan ini bukan tanpa alasan. Ditjenpas menilai, narapidana dengan vonis seumur hidup dan berpotensi mengganggu keamanan serta ketertiban lembaga pemasyarakatan (kamtibmas) harus ditempatkan di lapas dengan pengamanan ekstra.
"Di Nusa Kambangan, sistem pengawasan jauh lebih ketat. Itu sebabnya napi seumur hidup dan mereka yang dianggap rawan mengganggu keamanan, kita tempatkan di sana,” tambahnya.
Selain Susrama, beberapa narapidana lain dengan status serupa juga ikut dilayar ke Nusa Kambangan. Namun, pihak Ditjenpas belum merinci jumlah maupun identitas mereka.
"Kini, dengan dipindahkannya ke Nusa Kambangan, Susrama dipastikan berada di bawah pengawasan maksimal dengan sistem keamanan terketat di Indonesia," pungkas Decky.
Terkait dengan ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Pol Ariasandy S.I.K., melalui Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Bali AKBP . I Ketut Eka Jaya, S.Sos., M.H., telah berkoordinasi dengan Kabag Ops Polres jajaran, namun tidak ada permintaan pengamanan dari Lapas.
"Sejauh ini tidak ada permintaan pengawalan Napi yang dilayar ke dari Lapas di Bali ke Nusa Kambangan," singkatnya. Seperti berita sebelumnya, Nama I Nyoman Susrama kembali mencuat ke ruang publik setiap kali isu kebebasan pers diperbincangkan.
Terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, ini mencatat perjalanan hukum penuh kontroversi. Dari vonis seumur hidup hingga polemik remisi presiden, kasus Susrama menjadi catatan penting sejarah pers di Indonesia.
Kasusnya bermula 26 Mei 2009, aparat menahan Susrama setelah terbukti sebagai otak pembunuhan terhadap AA Prabangsa.
Kasus ini sontak menyedot perhatian nasional. Bukan hanya karena korbannya seorang jurnalis, tetapi juga karena pembunuhan dilakukan dengan cara keji dan terencana.
Setelah melalui proses panjang, 15 Februari 2010, majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Susrama.
Putusan ini disambut lega oleh insan pers. Untuk pertama kalinya, pelaku kekerasan terhadap jurnalis diusut tuntas dan dijatuhi hukuman berat.
Delapan tahun berlalu, publik dikejutkan. 7 Desember 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018. Dalam keputusan itu, hukuman Susrama dipangkas dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
Susrama tercatat sebagai penerima remisi urutan ke-94 dari 115 narapidana yang mendapat keringanan. Keputusan ini sontak menyalakan api protes. Sejak Desember 2018 hingga Januari 2019, jurnalis, organisasi pers, dan masyarakat sipil turun ke jalan di berbagai kota.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menjadi motor penolakan. Mereka tegas menolak remisi, menyebut pelaku kekerasan terhadap jurnalis adalah musuh kebebasan pers yang tidak layak mendapat keringanan hukuman.
Gelombang desakan akhirnya berbuah hasil. Pada awal Februari 2019, Presiden Jokowi mencabut remisi tersebut. Menteri Hukum dan HAM kala itu mengumumkan bahwa Susrama tetap menjalani hukuman seumur hidup sebagaimana vonis hakim.
Keputusan ini dianggap sebagai kemenangan moral insan pers. Perjalanan hukum Susrama berlanjut. 4 Mei 2021, ia dipindahkan dari Rutan Bangli ke Lapas Kelas IIA Kerobokan.
Pemindahan ini tercatat dalam arsip internal Kanwil Kemenkumham Bali.
Kasus Susrama menjadi pengingat betapa rentannya jurnalis menghadapi kekerasan dalam menjalankan profesi.
Vonis berat pada 2010 sempat menjadi tonggak penting penegakan hukum, tetapi remisi pada 2018 nyaris mencoreng capaian tersebut. Gelombang protes yang memaksa pemerintah mencabut remisi menunjukkan bahwa publik tidak tinggal diam ketika kebebasan pers terancam.W-007