SEMARAPURA-Fajar Bali, Gubernur Bali Wayan Koster bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Ketut Sumedana, Bupati Klungkung I Made Satria, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom meresmikan Bale Kertha Adhyaksa di Kabupaten Klungkung. Kegiatan yang dihadiri perbekel serta bendesa se-Kabupaten Klungkung tersebut dipusatkan di Balai Budaya Ida Dewa Agung Istri Kanya, Kamis (22/5/2025).
Bale Kertha Adhyaksa hadir untuk menyelesaikan sengketa di tingkat desa maupun desa adat dengan melibatkan kejaksaan. Konsep ini bertujuan untuk memperkuat lembaga adat dalam menyelesaikan persoalan melalui pendekatan restorative justice (RJ), kekeluargaan dan musyawarah.
Bupati Klungkung I Made Satria menyambut baik peresmian Bale Kertha Adhyaksa ini. Hal ini sebagai langkah cerdas dalam menyelesaikan tantangan terkait permasalahan hukum di desa adat yang dapat diselesaikan melalui musyawarah. “Pemkab Klungkung secara konsisten melaksanakan kerjasama dalam upaya penyuluhan hukum kepada kelompok sadar hukum dan program jaga desa di seluruh desa/lurah yang telah berjalan secara sinergis dan harmonis,” ucap Bupati Satria.
Dengan adanya Bale Kertha Adhyaksa di masing-masing desa, diharapkan dapat menuntaskan berbagai konflik yang terjadi di masyarakat. Baik itu persoalan adat, pidana, perdata, maupun persoalan rumah tangga. "Konflik di desa adat dapat diselesaikan melalui RJ, dengan mengedapankan kearifan lokal dan melibatkan tokoh-tokoh adat. Program inovatis ini bisa dimamfaatkan dalam berbagai jenis konflik adat, pidana, perdata sampai di rumah tangga," ungkap Bupati Satria.
Sementara Gubernur Bali Wayan Koster sempat mengungkap kekecewaannya dan peresmian Bale Kertha Adhyaksa tersebut. Lantaran tidak semua perbekel dan bendesa hadir. Padahal ada 53 perbekel, 6 lurah, dan 125 bendesa yang ada di seluruh Kabupaten Klungkung. Menurut Gubernur Koster, ini merupakan kegiatan sangat penting dan kesempatan yang sangat langka. Semestinya, para perbekel, bendesa, ketua LPD, bahkan hingga kelian subak seluruhnya bisa hadir untuk bersama-sama mendengarkan pemaparan mengenai Bale Kertha Adhyaksa secara langsung oleh Kejati Bali.
Apalagi anggaran yang dikucurkan baik ke desa dinas maupun desa adat sangat besar dan sangat rawan terjadi penyimpangan. Sehingga seharusnya, kegiatan semacam ini diikuti dengan baik agar semakin melek hukum. Sehingga dapat mencegah sejak dini agar tidak ada masalah hukum di desa dan desa adat. Kasus-kasus kecil dapat diselesaikan di desa adat melakui Bale Kertha Adhyaksa. Bahkan termasuk persoalan rumah tangga dan perceraian.
"Selama ini masyarakat ini dengar ada jaksa, polisi masih merasa takut dan berjarak. Ini pertemuan bagus sangat kultural sayang kalau tidak dimanfaatkan dengan baik," ungkap Gubernur Koster.
Kepala Kejati Bali Ketut Semedana menegaskan, setiap desa maupun desa adat pasti memiliki permasalahan. Oleh karena itu, Bale Kertha Adhyaksa hadir sebagai tempat untuk menuntaskan konflik tersebut. Agar tidak terjadi resistensi di masyarakat, tidak terjadi saling membeci turun-temurun dan permusuhan. "Kalau Bale Kertha Adhyaksa sudah ada, persoalan bisa dibahas dengan kepala dingin, gunakan konsep leluhur musyawarah mufakat. Semua permasakahan bisa diselesaikan," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, konflik adat di desa juga cukup tinggi. Sehingga dengan adanya Bale Kertha Adhyaksa, diharapkan konfilik tersebut tidak berujung fatal. Sanksi yang dikenakan juga tidak berat, maksimal hanya penanjung batu ataupun denda ringan seperti kerja sosial di lingkungan desa. Demikian juga dengan persoalan pengelolaan keuangan di desa, utamanya di LPD yang dinilai rawan terjadi penyimpangan, diharapnya bisa dicegah sejak dini melalui Bale Kertha Adhyaksa.
Peresmian Bale Kertha Adhyaksa ini ditandai dengan pencabutan sebuah keris oleh Gubernur Bali Wayan Koster bersama Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana, Bupati Klungkung I Made Satria, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom, dan Penglingsir Puri Klungkung, Ida Dalem Semara Putra. W-019