DENPASAR -fajarbali.com |Difasilitasi Direktorat Intelkam Polda Bali, akademisi Hindu melaksanakan diskusi dalam rangka menyikapi pro dan kontra Sampradaya Non Dresta Bali yang tengah berpolemik. Diskusi ini berlangsung di sebuah hotel di Denpasar, Rabu 16 Juni 2021 dan dihadiri sejumlah komponen akademisi Hindu.
Diantaranya Direktur Intelkam Polda Bali Kombespol Zainal Abidin, Intelektual/Akademisi Hindu, Dr. Drs. I Gusti Ketut Widana, M. Si (Moderator), Dr. Putu Sastra Wibawa, SH., MH, (dosen ahli hukum adat dan hukum nasional), Dr. Gede Suwantana, MA, (dosen, penulis, ahli Weda), Dr. Dra. Anak Agung Sagung Mas Ruscita Dewi, M. Fil. H, (seniman, sastrawan, budayawan dan agamawan),
Kemudian, Dr. I Gusti Made Widya Sena, S.Ag., M.Fil.H (dosen, penulis, guru Yoga), I Gde Widya Suksma, ST., M. Ag, (dosen Bahasa Sanskerta), I Gusti Agung Paramita, S. Ag., M. Si, (dosen dan wartawan) dan I Kadek Satria, S. Ag., M. Pd. H, (dosen, penulis, pendharma wacana/penyuluh agama)
Dalam sambutan Direktur Intelkam Polda Bali Kombes Pol Zainal Abidin menyampaikan dan memohon masukan dari Tokoh-Tokoh Akademisi terkait dengan permasalahan Sampradaya Non Dresta Bali.
Menurutnya, Sampradaya Non Dresta Bali diayomi oleh PHDI namun ormas yang menolak berdasarkan SKB PHDI dan MDA. Terlebih, Asram/Pasraman yang ditolak sebagian besar merupakan asram yang mendatangkan anggota dari luar Desa Adat.
“Kegiatan pelarangan yang mengarah pada tindakan pengerusakan maupun tindakan anarkis itu agar diantisipasi. Mari kita rapatkan barisan untuk mencari solusi terbaik,” ujar Kombes Zainal.
Sementara dalam diskusi tersebut, Dosen ahli hukum adat dan hukum nasional Dr. Putu Sastra Wibawa, SH., MH, menyampaikan sebaiknya meredam gejolak penutupan Asram/Pasraman dengan melakukan potcast, agar Desa Adat tidak melakukan tindakan berlebihan. “Kita juga telah memberikan pertimbangan kepada SC Mahasabha dengan bersurat memberikan masukan pada AD/ART PHDI,” ujarnya.
Dijelaskannya, selain Pasal 41 tentang pengayoman dan banyak pasal-pasal lainnya pada AD/ART hanya berpacu pada Weda sehingga adat dan kebudayaan tidak masuk.
“Perlu kiranya masukan dalam AD/ART yang sesuai dengan Adat Budaya Bali. UU tentang HAM tentang pelanggaran Hak untuk beribadah namun ada juga pasal yang mengatur tentang Hak untuk mempertahankan kebudayaan sendiri. Pemerintah daerah menjadi Pemandu dalam beragama dan beradat di Bali,” sebutnya.
Sementara menurut Dr. Gede Suwantana, MA menyampaikan bahwa Sampradaya merupakan konsep, sistem dan etika tertentu dan kadang kala sangat fanatik. Jika dilihat solusi permasalahan Sampradaya Non Dresta Bali sebaiknya mencari jalan tengah dengan diskusi.
“Meskipun kita berbeda namun Tuhan yang menjiwai kita sama walaupun cara berpikir keyakinan/ideologi berbeda seperti cara Mpu Kuturan pada jaman terdahulu menyatukan aliran kepercayaan di Bali. Kita harus belajar apa kelemahan kita kenapa Sampradaya Non Dresta Bali justru dikembangan oleh banyak orang Bali asli,” ungkapnya.
Dalam kegiatan diskusi itu menuai saran dan masukan. Yakni kepada PHDI agar menjalankan fungsi pembinaan dengan lebih intensif untuk menguatkan imam dana meningkatkan kualitas amal umat Hindu. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya konversi agama atau keyakinan baik internal maupun eksternal.
Saran lainnya, kepada MDA agar mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif guna mencegah tindakan yang mengarah represif. Untuk kepada Kelompok Sampradaya dalam menjalankan aktivitasnya menghindari sikap menghindari sikap eksklusifisme (merasa paling benar) dan tindakan agonistis (mendiskiriditkan atau menyalahkan) ajaran hindu Dresta Bali yang sejak zaman pra Hindu sudah ajeg dilaksanakan hingga kini.
Khusus kepada umat Hindu di Bali agar ajeg menjalankan ajaran Weda dengan tetap mengikuti dresta Bali berbasis Desa Kala Patra dan Desa Mawicara, yang dilandasi semangat Wasudewa Kutum Bakam (Semua Manusia Bersaudara) dan dijiwai nilai Tat Twan Asi, Tri Kaya Parisudha dan Tri Hita Karana.
Sehingga terjalin hubungan religis kehadapan Hyang Widdhi dan hubungan sinergis terhadap sesama manusia dan hubungan harmonis terhadap alam. (hen)