
DENPASAR-Fajarbali.com|Setelah dituntut jaksa lumayan tinggi, yaitu 8 tahun penjara danda Rp 10 miliar subsider 6 bulan penjara atas kasus dugaan kejahatan perbankan, mantan Pemegang Saham Pengendali (PSP) sekaligus Direktur Utama PT. BPR KS Bali Agung Sedana (BPR KS), Nyoman Supariyani melalui kuasa hukumnya, Selasa (17/9/2024) kemarin mengajukan pembelaan atau pledoi.Â
Dalam pembelaan yang dibacakan dalam sidang pimpinan hakim Sudariasih, kuasa hukum terdakwa, Teddy Raharjo meminta terdakwa untuk dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya."Kami minta terdakwa dibebaskan dari hukuman," sebut Teddy yang ditemui usai sidang.
Sementara dalam pembelaan yang dibacakan menyebut bahwa, JPU sebenarnya tidak mampu membuktikan dakwaannya. Tidak hanya itu, Teddy juga menyebut jika jaksa tidak mampu membuktikan ada aliran dana yang masuk ke rekening terdakwa.
" Dari fakta persidangan JPU tidak membuktikan bahwa terdakwa menggunakan uang Rp 4,8 miliar sebagaimana ditulis dalam dakwaan. Selain itu keterangan salah satu saksi yang kami duga berbohong dimasukan jaksa dalam pertambangan dan menuntut, ini lah yang kami anggap jaksa tidak mampu membuktikan dakwaannya," terang Teddy.
Terkait keterangan saksi yang berbohong, Teddy mengatakan bahwa sesuai dari hasil forensik atas laporannya ke polisi, disebutkan bahwa tandatangan saksi Y dalam salah satu dokumen dinyatakan indentik. Sementara saksi Y saat bersaksi dalam perkara ini dengan mengatakan tidak pernah menandatangani apapun.
"Dari sini kan jelas sidang kalau jaksa tetap menggunakan keterangan dari saksi Y maka bisa dikatakan jika jaksa tidak mampu membuktikan dakwaannya, sehingga kami meminta agar terdakwa dibebaskan," tegas salah satu pengacara senior di Bali ini.
Kemudian saksi DG, Teddy menyesalkan jika jaksa menggunakan keterangan saksi DG yang notabene pernah dipernjara dalam perkara dugaan pemalsuan tanda tangan yang kasusnya masih ada kaitannya dengan perkara ini.
"Kemudian ada bukti surat, yaitu suatu pernyataan yang buat oleh terdakwa. Bagi saya ini juga bertentangan karena surat pernyataan itu oleh terdakwa sudah dicabut dalam perintah. Dengan demikian bukti surat ini menjadi cacat hukum," ungkap Teddy.
Karena itu Teddy meminta agar hakim yang menjadi perkara ini untuk adil. "Karena apa, dalam perkara ini kami anggap tidak ada perbuatan pidana. Jika memang ada perbuatan yang dilakukan oleh klien kami akan itu adalah perbuatan perdata," tutup Teddy Raharjo.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya menuntut terdakwa Nyoman Supariyani dengan pidana penjara selama 8 tahun. Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Bali itu menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 50 A UU RI No 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU RI No 7 tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar denda Rp 10 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.
Jaksa dalam amar tuntutannya yang dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan Nyoman Sudariasih, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana yaitu tidak dengan sengaja atau membiarkan bank tidak melakukan langkah langkah yang diperlukan untuk keselamatan bank. W-007