DENPASAR-fajarbal.com|Sidang kasus dugaan pemalsuan silsilah dengan terdakwa Anak Agung (AA) Ngurah Oka, Selasa (19/11/2024) kembali dilanjutkan.. Sidang yang dipimpin hakim Heriyanti itu masuk pada agenda pembacaan keberatan terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntu Umum (JPU) (eksepsi). Tim kuasa hukum terdakwa yang beranggotakan I Wayan "Dobrak" Sutita, Dewa Wiwaswan Nida dan Made Hendriawan membacakan eksepsi secara bergantian.
Sebelum membahas soal isi eksepsi, kuasa hukum terdakwa I Wayan "Dobrak" Sutita kembali mengigatkan agar selama proses persidangan semua pihak temasuk hakim berlaku adil."Untuk sidang kali ini saya melihat hakim yang memimpin sudah cukup adil,. kami sebagai kuasa hukum terdakwa dan juga JPU diberikan atau diperlakukan sama " ujar pengacara yang juga pernah menjadi pegawai BPN ini.
Meseki begitu, ia tetap berharap dalam sidang selanjunya majelis hakim tetap berlaku adil sehingga tidak ada muncul digaan mafia peradilan."Kami akan kawal terus, karena jangan sampai nanti dibelakang ada yang perlakuan yang sangat merugikan kami srhingga kami harus membuat keputusan yang tidak seharuanya kami ambil, " harapnya.
Sementara dalam eksepsinya, salah satu pengacara senior ini pun tetap bertahan dalam pendapatnya jika perkara yang menjerat kliennya ini sarat dengan muatan terjadinya kriminalisasi. Disebutkan, jika memang terjadi adanya tindak pidana ini, seharusnuya bukan hanya Anak Agung (AA) Ngurah Oka saja yang jadi tersangka, tapi semua ahli waris juga harus menjadi terdakwa.
"Dari sinilah mengapa dari awal kami menilai jika klien kami ada korban atau kasusnya dikriminalisasi. Setidaknya ada 14 ahli waris, tapi kenapa hanya 1 orang yang dipidanakan sedangkan yang lain tidak, padahal semuanya memiki kedudukan yang sama sebagai ahli waris, artinya dalam perkara ini jelas ada eror in persona, " ujar I Wayan Sutita menyayangkan.
Dalam Eksepsinya pihak terdakwa juga menyinggung soal pencabutan tanda tangan yang tertuang dalam surat pernyataan sisilah dan surat pernyataan waris yang baru diakukan setelah Anak Agung Gde Rismawan yang saat pencabutan sudah tidak lagi menjabat sebagai camat. Hal ini tentu saja menjadI tidak ada dasar hukuman karana camat adalah jabatan.
"Sehingga tidak bisa dibenarkan saat sudah tidak menjabat lagi sebagai camat. Tapi jika pencabutan ini dibenarkan, maka Anak Agung Gde Rismawan merupakan subjek hukum yang wajib bertanggung atas terbitnya suatu hal atas terbitnya sisilah tesebut, " beber Sutita.
Dalam eksepsinya, Kadek Duarsa menjelaskan pokok perkara ini berkaitan dengan kepemilikan tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar yang telah bersertifikat hak milik (ber-SHM) yang diterbitkan oleh BPN Kota Denpasar, seluas 8,6 hektar atas nama 14 ahli waris keluarga Jero Kepisah, yang mana salah satu pemegang haknya atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang saat ini ditetapkan sebagai Terdakwa.
“Mengacu pada hal tersebut maka upaya yang seharusnya dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu mengenai kepemilikan alas hak yang sah terhadap tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar baik secara keperdataan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata Kadek Duarsa dalam eksepsinya yang dibacakan.
Lebih lanjut, upaya untuk memastikan mengenai kepemilikan alas hak yang sah atas objek tanah sengketa dimaksud, ungkap Duarsa dalam eksepsinya, sebenarnya sudah pernah disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Bali melalui Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023, Perihal: Pengembalian Berkas Perkara atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang disangka melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP untuk dilengkapi Bahwa dalam Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023 dengan tegas disebutkan bahwa Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa.
“Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa yang intinya, bahwa oleh karena ini juga terkait dengan sengketa suatu lokasi lahan atau obyek tanah antara pihak tersangka Anak Agung Ngurah Oka (terdakwa) dengan pihak saksi Anak Agung Ngurah Eka Wijaya (pelapor) maka agar penyidik dapat memastikan status kepemilikan alas hak yang sah terhadap tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar tersebut baik secara keperdataan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara,” ungkap Kadek Duarsa.
Lebih lanjut, dalam eksepsi yang dibacakan Siawo Sumarto mengatakan petunjuk jaksa tersebut sudah selaras dengan surat Jaksa Agung Nomor: B-230/E/Ejp/01/2013, Tertanggal 22 Januari 2013, Perihal: Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objeknya Berupa Tanah, yang salah isinya menyebu, bahwa bilamana Kajati dan Kajari menerima SPDP dari penyidik yang objek perkara pidananya berupa tanah.
Maka hendaknya diatensi secara sungguh-sungguh dengan menyikapi secara objektif, profesional dan proporsional sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi.
Dikatakan pula, dalam Surat Dakwaan, tim kuasa hukum terdakwa mengatakan, jaksa hanya menitik beratkan pada permasalahan silsilah atau ahli waris, dimana Terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat atau memalsukan surat yaitu Silsilah keluarga Terdakwa, dkk tanggal 27 Oktober 2016 yang menyatakan sebagai ahli waris atau keturunan dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) dengan istri Anak Agung Sayu Made (alm) (Mengetahui Kepala Lingkungan Br. Kepisah, Kepala Kelurahan Pedungan dan Camat Denpasar Selatan).
Surat silsilah yang diduga dibuat atau dipalsukan tersebut sebenarnya adalah silsilah yang benar yang dimiliki Terdakwa (Puri Kepisah) karena berdasar pada keterangan lebih dari 50 (lima puluh) Bukti Pipil Lontar; daan Berdasarkan.
“Surat Permohonan Untuk Mendapat Izin Pemindahan Hak Menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor: 14/1961” dengan jelas tertulis “KETERANGAN MENGENAI JANG MEMPUNYAI HAK SEKARANG: Nama Lengkap: I Gst Alit Made (Waris I Gst Gd Raka Ampug) dan bertempat tinggal di Br. Kepisah Pedungan”.
“Terlepas dari itu semua, secara hukum hal yang berkaitan erat dengan sengketa silsilah atau keturunan atau ahli waris, maka upaya hukum yang semestinya dilakukan terlebih dahulu terkait dengan permasalahan tersebut adalah dengan cara menguji tentang sah tidaknya Anak Agung Ngurah Oka (Terdakwa) sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm),” ujarnya.
Lebih lanjut, Wayan ‘Dobrak’ Sutita SH mengungkapkan bahwa Pengujian Surat Pernyataan silsilah GST RAKA AMPUG (alm) Nomor: 593/631/XI/2015, Tanggal 23 Nopember 2015 dan Surat Pernyataan Waris Nomor: 593/434/XI/2016 sudah pernah dilakukan sebagaimana tertuang dalam: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 25/PID.PRA/2017/PN.Dps, Tanggal 19 Desember 2017;
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 942/PDT.G/2017/PN.Dps tertanggal 11 Januari 2018 dalam perkara antara A.A. Sagung Mirah Adi, SH sebagai Penggugat lawan A.A Sayu Raka Candri, dkk sebagai Para Tergugat dengan Amar Putusan pada poin 3 yaitu “Menyatakan Penggugat dan Para Tergugat (Tergugat I s/d Tergugat XIII) adalah merupakan Para Ahli Waris yang masih hidup dari almarhum Gusti Ampug alias Gst Gd Raka Ampug alias Gst Gde Ampug alias I Gusti Raka Ampug alias Gst Raka Ampug alias I Gst Gd Raka Ampug alias I Gst Gde Raka Ampug alias I Gst Raka Ampug.
Sedangkan silsilah yang digunakan oleh Anak Agung Ngurah Eka Wijaya untuk menuntut hak atas tanah warisan yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan belum pernah diuji kebenarannya. Dan yang menjadi tidak masuk dalam logika hukum adalah Jaksa Penuntut Umum, sebutnya, menjadikan silsilah yang belum pernah diuji kebenarannya seolah-olah benar dan bahkan menganggap salah silsilah Terdakwa yang sudah jelas-jelas pernah diuji di pengadilan.
Mengacu pada hal tersebut Kejaksaan Tinggi Bali kemudian kembali memberikan petunjuk untuk melakukan pembuktian terkait sah tidaknya Terdakwa sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) melalui Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023, Perihal: Pengembalian Berkas Perkara atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang disangka melanggar Pasal 263 ayat ( 1) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP untuk dilengkapi.
Bahwa dalam Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023 dengan tegas disebutkan bahwa Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa yang intinya bahwa oleh karena surat yang diduga dibuat atau dipalsukan tersebut yaitu merupakan silsilah atau keturunan atau ahli waris, maka agar dibuktikan terlebih dahulu secara keperdataan (hukum waris) apakah tersangka termasuk sebagai salah satu ahli waris yang sah dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) atau bukan.
Berdasarkan hal tersebut terlihat jelas bahwa sesungguhnya para penegak hukum dan Anak Agung Ngurah Eka Wijaya telah paham dan mengetahui dasar terjadinya peristiwa hukum tersebut adalah merupakan perbuatan perdata. Akan tetapi, Anak Agung Ngurah Eka Wijaya dan Para Oknum Penegak hukum seolah-olah menutup mata dengan hal tersebut, kemudian membuat kesimpulan bahwa perkara ini adalah perkara pidana.
Sementara unsur-unsur lain dalam perkara pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP ini sengaja dicari-cari agar cocok dan pas saja, padahal sangat menyimpang dari konstruksi dasar dan sistem hukum pidana Kita. Perkara ini menjadi sangat ironis bagi Terdakwa perkara yang seharusnya diselesaikan melalui proses hukum perdata justru terkesan dipaksakan masuk ke ranah hukum pidana sehingga akhirnya Anak Agung Ngurah Oka ditetapkan sebagai Terdakwa.
“Berdasarkan hal tersebut telah tersirat jelas bahwa perkara ini adalah murni perkara perdata bukan pidana, tapi apa boleh dikata “Kejahatan Berkedok Penegakan Hukum“ terus dilakukan hanya karena Pelapor memiliki kemampuan finansial dan disinyalir didukung kekuatan “Mafia Tanah”. Sehingga tidak menutup kemungkinan sistem peradilan yang terjadi saat ini berpeluang untuk dibeli oleh Anak Agung Ngurah Eka Wijaya,” ujarnya.W-007