Ajukan Eksepsi, Pengacara Terdakwa Kasus Perbankan Sebut Dakwaan Jaksa Kabur dan Tidak Jelas

Screenshot_2024-06-21-19-30-49-92_965bbf4d18d205f782c6b8409c5773a4_copy_800x538
Pengacara Teddy Raharjo.Foto/dok

Pengacara Teddy Raharjo.Foto/dok

DENPASAR - Fajarbali.com|Kasus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan mantan Direktur Utama (Dirut) sekaligus Pemegang Saham Pengendali di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana, Nyoman Supariyani sudah bergulir di Pengadilan Negeri Denpasar, belum lama ini. Bahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Artha Wijaya sudah membacakan dakwaanya.

Dalam dakwaannya, pada intinya jaksa mendakwa terdakwa terkait dengan kecurangan dalam jual beli aset milik BPR yaitu tanah dan gedung. Dalam dakwaan yang dibacakan terungkap, kasus berlawanan saat BPR KS di Jalan Raya Kerobokan No. 15 Z Kuta Utara, dicabut izinnya atau oleh Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) tanggal 3 November 2017.

BACA Juga : Polresta Jajaran Tanam 50 Pohon dan Tebar 15.000 Benih Ikan di Desa Kesiman Kertalangu

Disebut, di dalam proses likuidasi tersebut, manajemen PT. BPR KS menyusun Neraca Penutupan PT. BPR KS per tanggal 3 November 2017, didalam Neraca Penutupan tersebut, terdapat Aset yang dicatat dalam pos Aset Lain-lain sebesar Rp 4.800.000.000 merupakan uang muka pembelian gedung kantor.

Jaksa juga menguraikan soal bagaimana peran terdakwa Nyoman Supariyani dalam menjual aset milik BPR tersebut yang pada akhirnya membuat LPS
(Lembaga Penjamin Simpanan) hingga Rp 4,8 miliar. Terkait isi dakwaan ini, terdakwa melalui kuasa hukumnya, Teddy Raharjo mengaku keberatan dan mengajukan keberatan atau eksepsi.

BACA Juga : Jelang HUT Bhayangkara, Dokkes Polresta Bakti Kesehatan ke Penyandang Disabilitas

Teddy Raharjo saat ditemui di Denpasar, Jumat (21/6/2024) mengatakan, dakwaan jaksa hanya menguraikan peristiwa pidana tentang tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA:  Kelangkaan BBM Solar, Antrean Kendaraan Mengular di Sejumlah SPBU di Badung

Tapi menurut, Teddy jaksa dalam dakwaannya tidak menguraikan tentang adanya putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018. Dimana peristiwa pidana yang telah dijatuhkan kepada terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 49 Ayat (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

BACA Juga : Terjerat Kasus Perbankan, Mantan Dirut dan Pemegang Saham Pengendali di PT BPR KS Kembali Diadili

"Dalam putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap dan terdakwa telah menjalani Pemidanaan atas peristawa pidana sebagaimana diatur dalam pasal yang saya sebutkan diatas itu," sebut Teddy Raharjo.

Padahal, tambah Teddy saat ini terdakwa kembali didakwakan dengan perbuatan yang sama dengan apa yang pindahnya sudah pernah dijalani terdakwa. Dari dakwan ke satu dan ataupun dakwaan ke dua menurut Teddy adalah pengulangan peristiwa pidana sebagaimana putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018.

BACA Juga: Simpan Sabu dan Ekstasi, Dua Pria Asal Pangkalpinang Dituntut 6,5 Tahun Penjara

Dengan demikian sebut Teddy berlaku ketentuan pasal pasal 76 KUHAP “tentang hapusnya kewenangan menuntut dan menjalani pidana. Dimana ayat (1) menjelaskan kecuali dalam hal putusan Hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan. "Dalam artian termasuk juga hakim pengadilan swaparaja dan adat ditempat tempat yang mempunyai pengadilan pengadilan tersbut," ungkap Teddy.

Teddy juga menyebut, dengan tidak diuraikannya peristiwa pidana terdahulu dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut umum reg.Perk.Pdm-227/DENPA.KTB/06/2024 Tanggal 5 Juni 2024, maka surat dakwaan menjadi kabur/tidak jelas. Dalam eksepsinya disebut pula bahwa berbuatan yang dilakukan terdakwa bukanlah sesuatu peristiwa pidana.

BACA Juga : Operasi Antik, Satresnarkoba Polresta Denpasar Gulung 32 Tersangka

Bahwa dalam dakwaan, jaksa menguraikan serangkaian perbuatan hukum yang dilakukan oleh terdakwa dan perbuatan hukum berupa adanya perikatan jual beli antara terdakwa dengan Yance Dwiputra terkait peralihan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan gedung kantor PT. BPR KS Bali Agung Sedana (SHM No. 4174).

BACA JUGA:  Bawa Roti, Cucu Kaget Temukan Kakeknya Gantung Diri di Gubuk Sawah

Tapi faktanya, kepemilikan atas tanah dan bangunan gedung kantor PT. BPR KS Bali Agung Sedana (SHM No. 4174) tidak pernah terjadi peralihan hak kepemilikan dari Yance Dwiputra ke Nyoman Sumaryani selaku Direktur Utama sekaligus pemegang saham pengendali PT. BPR KS.

BACA Juga: Ratusan Pelaku Narkoba Diringkus Selama Operasi Antik, BB 4 Kg Ganja dan 2 Kg Sabu

Tapi yang terjadi, tanah dan bangunan tersebut pada tanggal 21 Januari 2019 dijual oleh Yance Dwiputra kepada Lukas Banu seharga Rp 2.500.000.000 sehingga saat ini hak kepemilikan atas tanah dan gedung tersebut telah beralih dari Yance Dwiputra menjadi milik Lukas Banu.

Bahkan Teddy mengatakan jika perbuatan hukum tersebut telah dituangkan dalam akta dibawah tangan yang merupakan serangkaian perbuatan hukum Perdata. Kalaupun salah satu telah mengingkari perbuatan hukum yang dilakukan, maka sudah selayaknya masuk dalam ranah hukum perdata .

BACA Juga: Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub Uji Coba Penerbangan Seaplane di Pantai Mertasari Sanur

"Oleh karena itu kami memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan surat dakwaan jaksa Penuntut umum nomor reg.Perk.Pdm-227/DENPA.KTB/06/2024 Tanggal 5 Juni 202 sudah untuk dibatalkan karena kabur, serta kami menilai peristiwa hukum yang adalah merupakan peristiwa hukum perdata," pungkas Teddy Raharjo. W-007

Scroll to Top