Ajukan Eksepsi, Kuasa Hukum Budiman Tiang Sebut Tidak Ada Perbuatan Melawan Hukum

20250904_184458_copy_1024x659
Tim kuasa hukum Budiman Tiang dalam sidang pembacaan eksepsi di PN Denpasar.foto/eli

DENPASAR-Fajarbali.com|Budiman Tiang, terdakwa kasus dugaan penipuan/penggelapan, Kamis (4/9/2025) kembali di gelar di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa melalui tim kuasa hukumnya.

Diketahui terdakwa didampingi oleh pengacara Gede Pasek Suardika, S.H., M.H., I Made Kariada, S.E., S.H., M.H., Kadek Cita Ardana Yudi, S.H., S.Si., Komang Nila Adnyani, S.H., serta I Nyoman Widayana Rahayu, S.H.

Dalam eksepsi tersebut, pihak terdakwa menguliti dakwaan yang dibacakan JPU kabur, tidak jelas, dan prematur sehingga seharusnya tidak dapat diterima (niet ontvankelijk).

Kuasa hukum Budiman menegaskan bahwa pokok perkara sebenarnya bukan tindak pidana, melainkan sengketa perdata murni terkait kepemilikan dan pengelolaan proyek properti The Umalas Signature / The One Umalas Signature di Seminyak, Bali.

Dalam sidang, kuasa hukum Budiman memaparkan sejumlah alasan mengapa dakwaan JPU harus dinyatakan batal demi hukum.

Yakni tidak ada kejelasan pasal jika merujuk dalam dakwaan dianggap tidak membedakan secara tegas antara Pasal 372 KUHP (penggelapan) dan Pasal 378 KUHP (penipuan).

Penggabungan dua pasal dengan fakta serupa menimbulkan ketidakpastian hukum serta melanggar asas legalitas.

JPU menyebutkan kejadian terjadi pada “3 September 2024 atau setidak-tidaknya bulan September 2024 atau setidak-tidaknya tahun 2024”.

Rumusan ini dinilai terlalu luas dan tidak sesuai Pasal 143 ayat (2) KUHAP tentang kepastian hukum. Tempat kejadian juga tidak spesifik karena menggunakan frasa “atau pada tempat-tempat lain”.

Menurut tim hukum Budiman, seluruh transaksi dilakukan berdasarkan perjanjian sah, akta notariil, serta kewenangan pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

Karena itu, tidak ada unsur melawan hukum. Terdakwa adalah pemilik sah tanah dengan SHGB. Pengalihan tanah kepada PT Samahita Umalas Prasada (PT SUP) dilakukan lewat akta notaris. Pengambilalihan kembali dilakukan karena PT SUP dianggap wanprestasi.

BACA JUGA:  Manager Accounting Gelapkan Uang Ratusan Juta, Rencana Liburan ke Thailand

Transaksi saham dengan investor asing dilakukan secara sukarela dan disepakati bersama. Jika muncul masalah, hal itu seharusnya menjadi sengketa perdata bukan pidana.

Demikian pula soal pengambilan uang dari rekening kerja sama operasional (KSO) dilakukan berdasarkan hak kontraktual.Tidak adanya tanda tangan direktur lain bukan berarti tindakan itu melawan hukum.

Untuk itu, kuasa hukum Budiman Tiang menilai dakwaan JPU dianggap tidak lengkap, tidak jelas, dan terlalu subjektif.

Bahkan, kuasa hukum menilai JPU sudah melanggar asas praduga tak bersalah dengan membuat dakwaan yang terkesan “menghakimi”.

Kuasa hukum Budiman juga mengutip Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran MA No. 4 Tahun 1980.

“Jika ada sengketa perdata mendasari perkara pidana, maka penyelesaian perdata harus diputus terlebih dahulu," unkgpanya.

Hal ini juga sejalan dengan yurisprudensi MA dan prinsip ultimum remedium, di mana hukum pidana seharusnya digunakan sebagai upaya terakhir, bukan instrumen kriminalisasi bisnis.

Melalui nota keberatan ini, kuasa hukum Budiman Tiang meminta majelis hakim agar menerima dan mengabulkan eksepsi terdakwa sepenuhnya.

Selain itu juga menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum atau tidak dapat diterima; membebaskan Budiman Tiang dari seluruh dakwaan; memulihkan nama baik, harkat, dan martabat terdakwa; dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Apabila majelis hakim berpendapat lain, tim hukum tetap memohon agar diberikan putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).W_007

BERITA TERKINI

TERPOPULER

Scroll to Top