60 Tahun Tidak Pernah Dibuka,Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Selat Konservasi Lontar Tahun Icaka 1927

AMLAPURA - sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Sebanyak 18 cakep lontar tua yang berangka tahun icaka 1927 milik masyarakat diturunkan dan dirawat sebagai upaya pelestarian naskah kuno yang berada dimasyarakat. Konservasi lontar yang sebagian sudah dimakan rayap ini dilakukan di Ketua PHDI Kecamatan Selat, I Wayan Sudana. Konservasi lontar kuno ini juga  mendatangkan dua pemilik lontar dari Banjar Dinas Umasari Kauh dan Banjar Taman Bali.

 

Penyuluh bahasa Bali, Korcam kecamatan Selat, Ni Ketut Sudani,S.Pd yang dibantu oleh I Wayan Budayasa, S.Pd dan Tim Baga Lontar dari Penyuluh Kabupaten Karangasem,mengatakan, konservasi lontar milik masyarakat ini kembali dilaksanakan mengingat saat ini sudah dalam kondisi new normal. Dikatakanya, ada total 18 Cakep lontar yang notabena sudah hampir 60 tahun tidak pernah dibuka maupun dibaca oleh pemilik. Namun, pemilik lontar lontar berkeinginan untuk mengetahui kondisi dan isi dari naskah yang sebelumnya disimpan digedong, sehingga pemilik menyerahkan lontar-lontar miliknya kepada penyuluh bahasa Bali untuk di konservasi. “Dari sekian cakep lontar ada beberapa cakep yang tidak bisa diselamatkan karena sudah hancur termakan nget-nget (rayap). Yang bisa diselamatkan hanya 13 cakep dan itupun naskah tidak bisa dalam keadaan utuh karena ada naskah terpenggal dimakan rayap,” ujar Ketut Sudani, Rabu (12/8/2020).

 

Dari 13 cakep lontar tersebut, kata Sudani, terdiri dari klasifikasi Naskah Gegaduhan,Desti,Usada,Astakosalakosali,Wariga Sunari Bungkah,Kaputusan Sundari Gading,dan Pustaka Sari Pustaka Dewa.  Bahkan katanya, naskah tersebut ada yang berangka  tahun isaka 1927 yang berjudul Babad Hyang Gni Jaya. Ketut Sudani mengatakan, untuk menyelamatkan naskah-naskah lontar yang dibuat para pendahulu, masyarakat diharapkan jangan lagi menganggap naskah lontar itu tidak boleh dibaca dan dibuka. “Anggapan bahwa lontar itu tidak boleh di baca harus dihilangkan, ini membuat upaya kami  dalam tugas penyelamatan dan perawatan naskah lontar di masyarakat sangat kesulitan,” ujarnya lagi.

 

Ketut Sudini juga mengatakui, jika pemahaman akan pentingnya isi sastra yang ada dalam sebuah naskah lontar masih sangat minim dikalangan masyarakat. Anggapan masyarakat, bahwa lontar tenget sampai habis termakan rayap dan yang tersisa hanya kotak tempat lontar tersebut disimpan. “Anggapan itu harus kita hilangkan, lontar adalah warisan budaya yang harus di selamatkan,” ujarnya lagi.

 

Sementara Ketua PHDI Kecamatan Selat, I Wayan Sudana, mengajak masyarakat untuk mulai sadar bahwa naskah lontar yang dimiliki itu perlu diadakan perawatan sehingga nilai sastra atau ilmu yang ada dalam naskah tersebut bisa  ketahui. Terlebih lagi, katanya, ada nilai sastra yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. “Tentu saja dalam menurunkan lontar-lontar itu didahului dengan upakara sederhana sebagai bentuk penghormatan/memuliakan Dewanya Ilmu pengetahuan dalam hal ini Sang Hyang Aji Saraswati sebelum diadakannya kegiatan konservasi,” ujarnya.

 

Pihaknya juga berharap, adanya Penyuluh Bahasa Bali yang merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Propinsi Bali diharapkan tidak ada lagi naskah-naskah lontar yang sampai habis termakan usia dan nget-nget ( rayap). (bud).
Scroll to Top