Di Hari Anak Sedunia: MBG 3B dan TAMASYA, Harapan Baru Anak Indonesia 

u10-IMG-20251121-WA0005
(ilustrasi)-Anak-anak Indonesia.

HARI Anak Sedunia adalah momen penting untuk melihat kembali bagaimana kondisi tumbuh kembang anak-anak Indonesia. UNICEF (Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam berbagai laporannya menegaskan bahwa kualitas gizi dan pengasuhan di awal kehidupan merupakan fondasi masa depan sebuah bangsa. 

Tahun ini, Indonesia menunjukkan kemajuan dalam penurunan masalah gizi. Tetapi data juga mengingatkan kita bahwa jutaan anak masih menghadapi ancaman stunting, wasting, rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah dan perubahan perilaku pengasuhan di era modern. Kondisi ini membuat peran keluarga, komunitas, dan kebijakan pemerintah menjadi sangat krusial.

Ancaman Sunyi yang Masih Mengincar Jutaan Anak Indonesia

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan bahwa angka stunting nasional turun menjadi 19,8%, sebuah pencapaian besar setelah satu dekade upaya kolektif. 

Meskipun demikian, angka tersebut berarti bahwa sekitar 4,48 juta balita masih mengalami stunting—sebuah kondisi yang tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan otak, imunitas, dan kemampuan belajar anak..Karena dampaknya bersifat jangka panjang, pencegahan sejak usia 0–23 bulan tetap menjadi prioritas utama.

Di samping stunting, Indonesia juga masih menghadapi persoalan wasting atau kurus akut. UNICEF menyebut wasting sebagai salah satu tanda kegawatdaruratan gizi karena anak yang mengalami wasting memiliki risiko kematian lebih tinggi.

Kondisi ini dapat muncul tiba-tiba akibat penyakit infeksi, pola makan tidak memadai, atau kondisi sanitasi yang buruk. Ketika suatu wilayah menghadapi stunting dan wasting sekaligus, kerentanan anak meningkat drastis.

Gizi dan imunisasi adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Berdasarkan data WHO (Badan Kesehatan Dunia) tahun 2023, terdapat 14,5 juta anak di dunia yang tidak menerima vaksin sama sekali—dikenal sebagai zero-dose children—dan Indonesia menempati peringkat keenam tertinggi secara global. 

BACA JUGA:  Djarum Trees For Life Ajak Mahasiswa Tanam 5.000 Bibit Mangrove di Pemogan, Bali

Rendahnya imunisasi membuat anak lebih mudah terserang penyakit seperti campak, diare, atau pneumonia—tiga penyakit yang terbukti memperburuk status gizi dan mempertinggi risiko wasting serta stunting.

UNICEF juga menyoroti bahwa tantangan gizi dipengaruhi ketimpangan sosial dan ekonomi. Selain asupan makanan, pengasuhan yang responsif—meliputi stimulasi, perhatian emosional, interaksi positif, dan kebiasaan makan yang benar—memainkan peran sangat penting dalam perkembangan anak. Tanpa kombinasi keduanya, risiko gangguan tumbuh kembang akan tetap tinggi meskipun intervensi gizi telah diberikan.

Peran MBG 3B: Memenuhi Gizi Sejak Dini untuk Anak Non-PAUD

Untuk menjawab tantangan akses gizi, Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo telah melaksanakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak sekolah dan sasaran 3B (Makan Bergizi Gratis untuk Bumil, Busui, dan Balita Non-PAUD).

Program ini menyediakan makanan bergizi yang kaya protein, vitamin, dan mineral bagi kelompok yang paling rentan dan membutuhkan asupan berkualitas, terutama pada periode emas 1.000 HPK. 

MBG 3B juga menjangkau balita non-PAUD, yaitu anak-anak yang sering luput dari jangkauan layanan resmi karena belum masuk lembaga pendidikan. Dengan memastikan anak mendapatkan asupan harian yang cukup, MBG 3B berperan langsung dalam penurunan stunting dan pencegahan wasting.

Program Makan Bergizi Gratis dapat diwujudkan melalui pemberian paket makanan tinggi protein serta zat besi, vitamin A, yodium, dan mikronutrien penting lainnya, seperti susu, daging, ikan, dan kacang-kacangan. MBG juga dapat mencakup edukasi gizi yang terbukti mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik diet ibu hamil. 

Bagi ibu menyusui, intervensi gizi memengaruhi kualitas ASI karena status vitamin A dan karotenoid ibu berhubungan langsung dengan kandungannya dalam ASI. Sehingga dukungan MBG dapat memperkuat tumbuh kembang bayi sejak dini. 

BACA JUGA:  Unmas Denpasar Edukasi "DAGUSIBU" ke Anak-anak SDN 2 Aan Klungkung

Sementara itu, balita non-PAUD—kelompok yang lebih rentan karena tidak terjangkau layanan pendidikan gizi dan aktivitas tambahan—dapat memperoleh manfaat signifikan dari MBG untuk menutup kesenjangan akses nutrisi dan memastikan mereka tetap mendapat asupan memadai. 

Dengan rangkaian intervensi ini, kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD tidak tertinggal dalam perjalanan menuju pembentukan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045.

Peran TAMASYA: Menguatkan Pengasuhan, Stimulasi, dan Tumbuh Kembang Anak

WHO dan UNICEF melalui Nurturing Care Framework menekankan lima pilar penting untuk tumbuh kembang optimal: kesehatan, gizi, keamanan, pengasuhan responsif, dan stimulasi dini.

Artinya, ketersediaan layanan pengasuhan berkualitas di luar pusat kota bukan hanya kebutuhan sosial, tetapi fondasi penting bagi perkembangan anak usia dini.

Dalam konteks itu, Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA) hadir sebagai secercah cahaya bagi para ibu yang perlu menyeimbangkan pekerjaan, keluarga, dan bahkan kewajiban adat.

Program ini bukan sekadar tempat penitipan anak, melainkan ekosistem pengasuhan terintegrasi yang mendukung orang tua bekerja tanpa mengabaikan tumbuh kembang anak. 

TAMASYA meningkatkan kapasitas pengasuh melalui kelas daring gratis di KERABAT dan pembelajaran mandiri di SiBima Kelas BKB EMAS, menyediakan stimulasi serta pemantauan perkembangan anak yang dilaporkan dalam bentuk rapor tumbuh kembang, serta melibatkan orang tua melalui kelas parenting.

Jika ditemukan hambatan perkembangan, sistem rujukan membantu keluarga terhubung dengan tenaga ahli dan layanan kesehatan yang tepat, memastikan orang tua tidak berjalan sendiri. 

Lebih jauh, TAMASYA diharapkan menjadi model pengasuhan berbasis komunitas yang memperhatikan aspek fisik, emosional, hingga kognitif anak, menghadirkan negara di tengah keluarga dan menciptakan lingkungan di mana anak dapat tumbuh bahagia, sementara orang tua—khususnya ibu—tetap dapat berkarya dan menjalankan peran sosial maupun adat.

BACA JUGA:  Kantah Badung Terima Kunjungan Ombudsman Bali untuk Penilaian Maladministrasi Pelayanan Publik

Menutup Hari Anak Sedunia dengan Komitmen Bersama

Hari Anak Sedunia bukan sekadar peringatan tahunan, tetapi ajakan untuk memperkuat komitmen menciptakan lingkungan yang sehat dan penuh kasih bagi setiap anak Indonesia. 

Stunting, wasting, dan rendahnya imunisasi adalah tantangan yang bisa diatasi bila keluarga, pemerintah, dan komunitas bekerja bersama. Pemanfaatan layanan MBG 3B dan TAMASYA menjadi langkah nyata menuju generasi yang lebih sehat, cerdas, dan tangguh. 

Dengan intervensi gizi yang tepat, pengasuhan yang hangat, serta sistem layanan yang terus diperkuat, setiap anak Indonesia berhak mendapatkan kesempatan terbaik untuk berkembang dan meraih masa depan yang lebih baik.*

Penulis: Arie Listiani

 

 

BERITA TERKINI

TERPOPULER

Scroll to Top