Ruang Aman untuk Remaja Bersuara, Kunci Atasi Penyakit Tidak Menular yang Kerap Muncul di Usia Muda

IMG-20251001-WA0007
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd.

DENPASAR-fajarbali.com | Pembangunan generasi emas tidak hanya bergantung pada pendidikan dan ekonomi, melainkan juga pada kualitas kesehatan.

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi tantangan besar karena faktor risikonya kerap muncul sejak usia muda, ujar Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd., saat membuka Young Health Summit 2025 di Universitas Yarsi, Jakarta, Selasa (30/9/2025). 

Acara yang diinisiasi Plan International Indonesia bersama AstraZeneca ini menjadi ajang konsolidasi untuk memperkuat gerakan kesehatan remaja di Indonesia.

Dalam sambutannya, Menteri Wihaji menegaskan bahwa remaja adalah aset paling berharga bangsa. Dari total lebih 270 juta penduduk Indonesia, sekitar 68 juta jiwa atau 24 persen berada pada rentang usia 10–24 tahun. “Remaja kita adalah aset strategis. Jika sehat mental dan fisik, mereka akan menjadi penentu masa depan bangsa,” ujarnya.

“Kebiasaan merokok, kurang gerak, hingga pola makan tidak sehat harus dikendalikan sedini mungkin. Kalau dibiarkan, itu akan menggerus usia produktif bangsa,” katanya.

Menteri Wihaji menyoroti pula fenomena penggunaan gawai berlebihan yang harus diwaspadai kalangan remaja. Rata-rata anak SMA, lanjutnya, menghabiskan 7–8 jam sehari dengan ponsel. Sementara waktu berbincang dengan orang tua hanya sekitar dua jam. 

“Kondisi ini memengaruhi kesehatan mental sekaligus melemahkan ikatan keluarga. Remaja membutuhkan ruang aman untuk bersuara, dan orang tua harus hadir sebagai pendengar,” tegasnya.

Isu kesehatan mental juga semakin mendesak. Sebuah survei yang dilakukan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022 menunjukkan sebanyak 15,5 juta remaja, atau sekitar 34,9 persen, mengalami masalah kesehatan mental. 

Angka ini mencerminkan kebutuhan intervensi yang lebih kuat. “Kalau fisik kita sakit, ada obat. Tetapi kalau mental yang sakit, obatnya adalah keluarga, komunikasi, dan lingkungan yang mendukung,” ujar Menteri Wihaji.

BACA JUGA:  Kelompok KKN Unwar di Desa Nyanglan Tanam Pohon Sandat dan Cempaka di Pura Dalem

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya menjadikan remaja sebagai mitra pembangunan. “Remaja jangan hanya dianggap obyek program, tetapi subyek yang aktif. Mereka harus diberi ruang untuk berpartisipasi, berkreasi, dan berkontribusi. Itulah jalan menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.

Menteri Wihaji menegaskan bahwa pemerintah membuka ruang luas bagi kolaborasi. “Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dunia usaha, kampus, organisasi masyarakat, dan tentu para remaja sendiri harus bersatu. Jika bersama-sama, kita bisa melahirkan generasi muda yang sehat, berdaya, dan siap menyongsong Indonesia Emas 2045,” kata Menteri.

Sebagai wujud konkret kolaborasi lintas pihak, dalam kesempatan yang sama dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Direktur Eksekutif Plan Indonesia dan Direktur Bina Ketahanan Remaja. 

Kesepakatan ini menandai langkah strategis untuk memperkuat kemitraan Plan Indonesia dan GenRe Indonesia dalam penguatan kapasitas remaja, kampanye kesehatan, serta dukungan kebijakan yang berkelanjutan.

Gaya Hidup Sehat Sejak Remaja

Rektor Universitas Yarsi sekaligus Ketua Dewan Pembina Plan Indonesia, Prof. dr. Fasli Jalal, Sp.G.K, Ph.D, dalam sambutannya menyampaikan pesan senada. Ia menegaskan bahwa remaja hari ini adalah calon pemimpin bangsa pada 2045. “Mereka harus cerdas, bahagia, menjaga kesehatan diri, sekaligus peduli membantu masyarakat,” ujarnya.

Fasli mengingatkan bahwa PTM bisa memangkas usia produktif. “Harapan hidup orang Indonesia rata-rata 73 tahun. Namun, sembilan tahun di antaranya kerap hilang akibat penyakit tidak menular. Itu berarti usia produktif kita berkurang. Karena itu, gaya hidup sehat harus dimulai sejak remaja,” katanya.

Sementara itu, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay, menegaskan komitmen pihaknya mendukung kesehatan remaja melalui Young Health Programme (YHP). 

Dikatakan, di Indonesia penyakit-penyakit kronis menyumbang sekitar 75 persen dari total kematian. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga tantangan ekonomi dan sosial bagi masa depan bangsa. 

BACA JUGA:  Fokus untuk Menyiapkan Jaringan Masa Depan; Indosat Ooredoo dan Ericsson Lanjutkan Kemitraan untuk Menggunakan Teknologi Artificial Intelligence/Machine Learning

Banyak orang masih menganggap penyakit-penyakit ini sebagai masalah orang tua. Namun, kenyataannya, faktor risiko mulai muncul sejak usia muda. Faktanya, 70 persen dari penyebab kematian dapat ditelusuri ke perilaku yang terbentuk pada masa remaja. 

"Masa remaja adalah periode kritis perkembangan otak, di mana otak mengalami perubahan signifikan dan kebiasaan terbentuk. Setelah kebiasaan tersebut tertanam, sangat sulit untuk mengubahnya," paparnya.

Sejak 2021, Young Health Programme telah mengedukasi lebih dari 97.000 anak muda di Indonesia dengan pendekatan pendidikan sebaya. “Ketika remaja diberdayakan, mereka bukan sekadar pengamat, melainkan agen perubahan yang mampu mendorong transformasi sosial,” ujar Esra.

Dengan tema “Stay Fit, Stay Lit!”, Young Health Summit 2025 menghadirkan ratusan pendidik sebaya, pembuat kebijakan, tenaga kesehatan, akademisi, hingga organisasi masyarakat sipil. Forum ini menjadi wadah kolaborasi lintas sektor sekaligus perumusan rekomendasi kebijakan berkelanjutan.

Summit ini diharapkan melahirkan gagasan konkret untuk memperkuat sistem kesehatan ramah remaja, memperluas akses informasi, dan membangun lingkungan yang mendukung perilaku sehat. Dengan begitu, cita-cita melahirkan generasi emas yang sehat, cerdas, dan berkarakter dapat benar-benar terwujud. (rel/hms)

 

 

 

Scroll to Top