DENPASAR-fajarbali.com | Bali Sruti bersama Institut KAPAL Perempuan menggelar pertemuan lintas generasi perempuan pada Jumat (19/9/2025) di Denpasar. Forum ini menjadi ruang diskusi untuk mencari solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi perempuan, khususnya perempuan Bali.
Ketua Bali Sruti, Dr. Luh Riniti Rahayu, M.Si, mengatakan pertemuan ini penting sebagai wadah berbagi pengalaman sekaligus saling menguatkan.
“Selama ini dianggap bahwa perempuan Bali tidak pernah berani berkomentar. Nah, di sinilah ruang untuk berdiskusi. Ya, boleh jadi ruang curhat, tapi lebih dari itu kita juga mencari solusi dan menguatkan satu sama lain,” ujarnya.
Riniti menjelaskan, fokus utama diskusi kali ini menyangkut pernikahan, relasi menantu–mertua, hingga interaksi sosial dalam masyarakat. Para peserta diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman berumah tangga serta berbagai tantangan yang dihadapi.
“Peran perempuan Bali dalam rumah tangga sangat besar, dan persoalan yang mereka hadapi juga kompleks. Forum seperti ini penting untuk membuka ruang diskusi agar masalah bisa dicari jalan keluarnya,” tambahnya.
Hasil dari pertemuan ini nantinya akan dirangkum dan dijadikan referensi untuk masyarakat luas dalam memahami sekaligus mencari solusi atas persoalan perempuan.
Sementara itu, Ketua Dewan Eksekutif Institut KAPAL Perempuan, Misiyah, menekankan bahwa pengalaman perempuan merupakan sumber pengetahuan berharga yang harus dirawat dan dibagikan.
“Cerita-cerita yang diperoleh hari ini menjadi pengetahuan bersama, karena kita percaya pengalaman perempuan adalah sumber pengetahuan. Inilah yang akan kita rangkai menjadi satu kesatuan yang bisa menjadi referensi dari perempuan-perempuan Bali. Dan tampak jelas, teman-teman muda juga bisa merefleksikan pengalaman-pengalaman dari mereka yang lebih senior,” ujarnya.
Misiyah menjelaskan, forum ini akan terus dikembangkan sesuai kebutuhan peserta. Pertemuan rutin direncanakan setiap dua bulan sekali, tergantung dinamika yang berkembang.
“Kalau sekarang disepakati untuk menuliskan pengalaman-pengalaman itu, maka nanti akan ada pertemuan lanjutan yang khusus membahas bagaimana penulisan dari perempuan bisa dijadikan pengetahuan. Ada cara pandang kritis terhadap posisi perempuan yang selama ini menghadapi banyak masalah, tetapi tidak banyak yang menyuarakan. Dengan begitu, proses edukasi yang sudah mulai dilakukan bisa menyebar lebih luas lagi,” jelasnya.
Di akhir diskusi, diadakan pemilihan untuk nama forum yang akhirnya terpilih yakni Forum PELITA BALI (Perempuan Bali Lintas Generasi). Sesuai namanya, diharapkan forum ini menjadi ruang bertukar pikiran, menggali permasalahan, saling menguatkan dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan perempuan guna solusi masalah-masalah sosial kekinian.
"PELITA Bali diharapkan bisa menjadi cahaya (pelita) bagi perempuan Bali berbagai generasi, memberikan masukan nyata untuk perubahan sosial yang lebih adil dan setara. Astungkara," kata Riniti.
Jika pertemuan sebelumnya bertujuan untuk menggali isu-isu yang dialami perempuan Bali dari berbagai generasi, kali ini pembahasan mengerucut ke isu pernikahan dan perceraian di Bali.
Suasana diskusi berlangsung hangat, penuh dengan cerita dan pengalaman dari generasi senior serta pandangan dari generasi muda.
Isu yang dibahas pada pertemuan kali ini, mencakup tingginya angka perceraian di Bali, beban adat yang kerap jatuh pada perempuan, hingga dilema perkawinan antar wangsa dan beda agama.
Generasi muda juga menyuarakan pandangan tentang pilihan menunda pernikahan atau bahkan memilih child free, sebagai bentuk kesadaran terhadap kompleksitas perkawinan dalam konteks sosial dan adat Bali.