GDPK Disesuaikan dengan Kondisi Tiap Daerah

IMG-20250514-WA0005
Pendampingan Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) 5 Pilar, Peta Jalan dan Rencana Aksi Provinsi Bali, bertempat di Kantor Perwakilan Kemendukbangga/BKKBN Provinsi Bali, Denpasar, Rabu (14/5/2025).

Loading

 

 

DENPASAR-fajarbali.com | Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN RI, Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si.,M.Eng., membuka kegiatan Pendampingan Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) 5 Pilar, Peta Jalan dan Rencana Aksi Provinsi Bali, bertempat di Kantor Perwakilan BKKBN Bali, Denpasar, Rabu (14/5/2025).

Dalam sambutannya secara online, Bonivasius, menjelaskan GDPK didasari atas Visi Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka mewujudkan Generasi Emas, Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur. SDM unggul, Indonesia maju.

"Kependudukan adalah modal dasar dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Kemudian demografi memengaruhi kesejahteraan penduduk dan, kesejahteraan penduduk memengaruhi dinamika demografi," jelas Bonivasius.

GDPK 2025-2045, lanjutnya, merupakan pedoman dalam jangka waktu 20 tahun bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan sektoral.

Untuk tidak lanjutnya, menyesuaikan dengan yang termuat dalam dokumen perencanaan pembangunan, yakni Peta Jalan Pembangunan Kependudukan 2025-2029 yang berisi dokumen yang memuat arahan dan kebijakan strategis serta rencana aksi dalam pencapaian tantangan dan sasaran pembangunan kependudukan dalam 5 tahun.

Pihaknya berharap, perencanaan pembangunan kependudukan mesti adaptif dengan dinamika sosial kependudukan dan mengintegrasikan sektor-sektor terkait.

Kemendukbangga/BKKBN, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS., menegaskan bahwa GDPK ibarat investasi jangka panjang pemerintah untuk memaksimalkan potensi penduduknya, terlebih Indonesia akan menghadapi bonus demografi. 

dr. Luh De, sapaannya, menjelaskan, GDPK juga arahan kebijakan yang dituangkan dalam program lima tahunan pembangunan kependudukan lndonesia untuk mewujudkan target pembangunan kependudukan. 

Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan memberi amanat agar setiap tingkatan wilayah dapat menyusun suatu Rancangan Induk/Grand Design Pembangunan Kependudukan (RIPK/GDPK) untuk merekayasa dinamika kependudukan di daerahnya.

BACA JUGA:  Bali Perlu Contoh Jatim Dalam Tata Kelola Sampah

Menurutnya GDPK 5 Pilar menjadi penting sebagai alat bantu dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan di bidang kependudukan, serta sebagai arah bagi kebijakan kependudukan dimasa depan harus sejalan dengan RPJMN yang kemudian dapat membantu penjabaran target-target dalam Rencana Strategis dan Rencana Kerja.

"Situasi dan kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik dari sisi jumlah maupun kualitas, menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bangsa di segala aspek, yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama dan berkelanjutan," katanya.

Jumlah penduduk yang besar, lanjut dia, tidak selalu menjadi kekuatan pembangunan bila tanpa disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai, bahkan penduduk yang besar tanpa berkualitas akan menjadi beban pembangunan.

Pembangunan kependudukan juga merupakan upaya untuk mewujudkan keserasian kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

"Untuk mengimplementasikan Grand Design Pembangunan Kependudukan dalam Jangka Menengah maka diperlukan Penyusunan Peta Jalan Kependudukan dan Rencana Aksi Tahun 2025-2029, Indikator-indikator yang diusulkan dalam Peta Jalan Kependudukan ini diutamakan bersumber dari RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029," pungkasnya. 

"Kegiatan ini kan kami sifatnya mendampingi. Masing-masing daerah sudah punya peta jalan masing-masing. Misalnya di Bali ini, Pak Gubernur punya visi saru keluarga empat anak, ya kita dukung sesuai potensi daerah masing-masing," jelas dr. Luh De. 

Pada kesempatan yang sama, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Bali Luh Ayu Aryani, mengatakan, laju pertumbuhan penduduk Bali layak diatensi khusus yang hanya tumbuh 0,6 persen, jauh dari kata ideal 2,1 persen. 

Situasi ini masih dibayangi oleh ancaman fenomena "Childfree". "Childfree" merupakan istilah untuk menggambarkan pilihan hidup untuk tidak memiliki anak. 

BACA JUGA:  Djarum Trees For Life Ajak Mahasiswa Tanam 5.000 Bibit Mangrove di Pemogan, Bali

Ini adalah keputusan sadar yang dibuat oleh individu atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki keturunan, baik secara biologis maupun melalui adopsi. Pilihan ini dapat didasari oleh berbagai alasan, seperti preferensi pribadi, masalah kesehatan, alasan ekonomi, atau bahkan ketidaksiapan mental. 

"Kalau bisa di Bali jangan ada childfree lah. Soalnya manusia Bali adalah penerus adat, budaya dan agama. Makanya Pak Gubernur menggenjot pertumbuhan penduduk Bali serta meningkatkan kualitasnya, salah satunya berupa insentif anak ketiga, keempat serta program Satu Keluarga Satu Sarjana," pungkasnya.

Scroll to Top