Pj. Gubernur Buka Kongres Kebudayaan Bali IV Tahun 2024, Ini Rumusan yang Dihasilkan!

b83074d4-7564-464a-90c6-acd8bcf20a5b
Pj Gubernur Bali SM Mahendra Jaya bersama Ketua Tim Kurator Prof. Made Bandem.

Loading

DENPASAR-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Penjabat (Pj) Gubernur Bali, S.M. Mahendra Jaya, secara resmi membuka Kongres Kebudayaan Bali IV Tahun 2024 pada Jumat (6/12) di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali. "Banyak yang bertanya, mengapa Bali begitu mempesona? Bali bagaikan ciptaan Tuhan dengan senyuman dan warisan budaya yang adiluhung," ungkapnya dalam sambutan.

Pj. Gubernur berharap kongres ini menjadi langkah konkret untuk melestarikan budaya Bali agar diwariskan kepada generasi mendatang. "Jangan sampai keindahan Bali hanya tinggal cerita atau terlihat di film dan YouTube," katanya. Ia juga mengapresiasi Majelis Kebudayaan Bali dan para stakeholder yang terus menjaga budaya Bali tetap kuat dan relevan.

Mahendra Jaya menyoroti tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, dan derasnya arus budaya asing yang masuk ke Bali. "Hebatnya Bali, budaya luar tidak ditolak begitu saja, tetapi disaring dan diubah menjadi karya budaya baru yang luar biasa," ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga sumber daya air, memanfaatkan teknologi AI, dan meningkatkan daya saing SDM Bali.

Ia mengajak para budayawan dan stakeholder untuk membahas kebudayaan secara holistik, mulai dari seni, ekonomi kreatif, hingga pengelolaan sumber daya alam dan manusia. "Mari kita duduk bersama untuk membahas cara menjaga Bali tetap harmonis dan lestari," tegasnya.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. I Gede Arya Sugiartha, menjelaskan bahwa Kongres Kebudayaan Bali, yang digelar lima tahun sekali, menjadi ajang dialog kreatif membahas Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). "PPKD lima tahun terakhir menjadi acuan program lima tahun ke depan," ungkapnya.

Kongres kali ini menyoroti pencapaian Bali sebagai daerah dengan Indeks Pembangunan Kebudayaan tertinggi di Indonesia (71,36) dan penerima Anugerah Kebudayaan Nasional 2024. Tema kongres adalah "Pokok Pikiran Kebudayaan Bali sebagai Akselerasi Pemajuan dan Penguatan Kebudayaan Bali."

BACA JUGA:  KB 4 Anak Selamatkan Ras Orang Bali, Disbud Tunggu Rumusan Insentif 

Selama enam hari, kongres membahas 10 objek pemajuan kebudayaan, seperti tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, seni, dan bahasa. Kongres ini menghadirkan pembicara kunci, termasuk Prof. Made Bandem, Prof. I Wayan Kun Adnyana, I Dewa Gde Palguna, dan Prof. I Nyoman Darma Putra. Sebanyak 400 peserta dari berbagai kalangan turut berpartisipasi.

Selain membuka kongres, Pj. Gubernur juga mengukuhkan anggota Majelis Kebudayaan Bali 2021-2026 yang dipimpin oleh Prof. Made Bandem sebagai Manggala Sabha Pemutus (Majelis).

Berikut rumusan Kongres Kebudayaan Bali IV Tahun 2024:

  1. Peraturan Daerah Provinsi Bali No.4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali sebagai pranata kebudayaan telah terwujud, tetapi di tingkat Kabupaten/Kota belum memiliki turunannya.
  2. Di tingkat Provinsi (Bali) dan seluruh Kabupaten/Kota sudah terwujud Dinas Kebudayaan, namun masih ada Kabupaten/Kota yang menggabungkan Dinas Kebudayaan dengan Dinas (SKPD) yang lain. Selain lembaga formal, Bali juga memiliki lembaga-lembaga non-formal yang bergerak dalam bidang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan.
  3. Ekosistem Pemajuan Kebudayaan mencakup beragam komponen sinergis, komunitas, multibidang, pranata, lembaga, sarana dan prasarana yang belum padu.
  4. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (pelaku kebudayaan) pada objek pemajuan kebudayaan tertentu masih kurang.
  5. Sarana prasarana kebudayaan yang ada saat ini tidak memadai sesuai perkembangan zaman. Kegiatan kebudayaan belum terdokumentasikan dengan baik.
  6. Penguatan kebudayaan sakral dibutuhkan norma-norma tertentu untuk mengaturnya.
  7. Kebudayaan berkembang dari yang bersifat personal menuju kepada yang bersifat umum/publik.
  8. Seorang seniman baru dapat dikatakan sebagai maestro yang hebat jika mampu mewariskan karya seninya kepada masyarakat.
  9. Seniman yang hebat itu adalah seniman yang merupakan abdi masyarakat, sebagai abdi budaya yang berkembang sebagai Guru Desa/Guru Loka. Sehingga seorang seniman yang hebat akan memiliki otoritas profesional.
  10. Pembangunan bidang budaya merupakan “hukum wajib” bagi Pemerintah Provinsi Bali yang telah mendapatkan “bonus peradaban” karena memiliki kekayaan dan keunikan budaya yang dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakatnya.
  11. Pemerintah Provinsi Bali telah menjadikan Kebudayaan sebagai hulu Pembangunan. Dengan membangun Kebudayaan akan menimbulkan berbagai dampak sistemik terhadap pembangunan bidang lainnya.
  12. Provinsi Bali memiliki potensi alam, sumber daya manusia, dan pranata sosial yang sangat mendukung upaya penguatan dan pemajuan Kebudayaan.
  13. Persoalan demografi Bali yang sesungguhnya bukan hanya berkaitan dengan pencatatan jumlah, pekerjaan, dan jenis kelamin penduduk, melainkan juga berkaitan dengan pendukung dan pelaksana Kebudayaan Bali itu sendiri.
  14. Memajukan Kebudayaan Bali dalam konstelasi global harus menggunakan cara pandang optimis, yaitu mengacu pada proses institusionalisasi dengan penciptaan global-lokal (glocalization) dan memandang globalisasi sebagai hibridisasi (hybridization).
  15. Secara konseptual, pariwisata Bali dengan tegas diarahkan pada pariwisata budaya. Hal ini diharapkan memberi ruang bagi para pelaku budaya untuk berkreativitas menciptakan berbagai bentuk budaya baru dalam berbagai bidang yang bersumber pada Kebudayaan Bali.
  16. Upaya penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali juga bertujuan untuk menjadikan Bali sebagai pusat peradaban dunia “Bali Padma Bhuana” dan “Bali Nusa Adi Budaya”, yaitu daerah yang mengarusutamakan Kebudayaan untuk mensejahterakan masyarakatnya
  17. Selain sebagai hak asasi, Kebudayaan adalah juga hak konstitusional. Karena itu, negara – khususnya pemerintah – wajib melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak tersebut.
  18. Selain kewajiban yang diturunkan dari Konstitusi, negara juga terikat oleh kewajiban yang diturunkan dari perjanjian internasional untuk melindungi hak-hak yang terkait dengan kebudayaan sebab Indonesia adalah negara pihak (state party) dalam Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights, ICESCR).
  19. Kontekstualisasi kebudayaan (Bali) berkorelasi langsung dengan pranata, lembaga, sarana, dan prasarana. Artinya, kontekstualisasi bisa jadi membutuhkan pranata, lembaga, sarana, dan prasarana baru/tambahan. Pada saat yang sama, kontekstualisasi juga sangat mungkin meniadakan pranata, lembaga, sarana, dan prasana tertentu yang ada sebelumnya.
  20. Berbicara tentang pranata, lembaga, sarana, dan prasarana dalam kaitan dengan penguatan dan pemajuan kebudayaan dibutuhkan strategi otonomi asimetris yang berangkat dari sikap jujur dan bertolak dari kenyataan yang sesungguhnya.
  21. Teknologi digital sudah menjadi bagian dalam praktek kebudayaan Bali. Hal itu terjadi karena manusia tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) jika ingin kehidupannya menjadi lebih baik sesuai perkembangan zaman.
  22. Di samping sebagai unsur, ipteks juga sebagai medium kebudayaan. Perekembangan teknologi digital sebaiknya disambut sebagai hal positif, tetapi tidak boleh mematikan/menenggelamkan kebudayaan dan kearifan lokal Bali, justru teknologi harus dimaanfaatkan dalam penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali.
  23. Upaya penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali berbasis ipteks dilakukan melalui adaptasi, adopsi, dan kreasi, serta dimanfaatkan melalui produksi, konsumsi, distribusi, dokumentasi, dan regulasi.
BACA JUGA:  Berlanjut, Aktivasi Penguatan Budaya di Delapan Desa Kawasan Lanskap Subak Catur Angga Batukaru-Mengwi

 

Scroll to Top