BANGLI-fajarbali.com | Sekitar seratusan hektar lahan pertanian dari delapan subak yang ada di kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli sejak beberapa bulan terakhir mengalami kekeringan berkepanjangan.
Pemicunya, karena jebolnya tanggul Munduk Bebengan yang berada di Tegalalang, Kelurahan Kawan, Bangli yang hingga kini tak kunjung ditanggulangi. Dampaknya, banyak petani kini terpaksa alih profesi menjadi buruh serabutan dan membiarkan lahan pertaniannya terlantar karena kekurangan air irigasi.
Kelian Subak Pecala, I Nyoman Suarjaya, saat ditemui di lokasi Senin (20/5/2019) menuturkan, kekeringan telah melanda lahan pertaniannya sejak beberapa bulan terakhir. Hal tersebut selain disebabkan karena mulai memasuki musim kemarau, juga diperparah dengan jebolnya tanggul Munduk Bebengan. Karena itu, para petani kini hanya bisa mengandalkan air hujan untuk bisa bercocok tanam. “Karena bencana itu, kini hampir semua petani yang ada disini mengeluhkan kekeringan pada lahan pertaniannya,” jelasnya.
Disebutkan dari 8 subak yang terkena imbasnya, setidaknya ada ratusan warga menggantungkan hidupnya dari mata pencaharian sebagai petani dilahan tersebut. Disebutkan, 8 subak yang terkena dampak kekeringan tersebut, yakni subak Pecala, Talibeng, Umatai, Siladan, Umanyar, Subak Jelekungkang, Sidawa dan Subak Gancan.
Kondisi ini telah menyebabkan banyak petani terpaksa alih profesi untuk sementara waktu supaya bisa menyambung hidup. “Banyak petani untuk sementara berubah menjadi buruh serabutan,” sebutnya. Akibatnya, diakui, hektaran lahan pertanian kini dibiarkan terlantar. Sebab, jika dipaksanakan untuk melakukan penanaman dipastikan tumbuhan akan mati karena kekurangan air.
“Karena kondisi tersebut, petani untuk sementara terpaksa mencari pekerjaan lain. Lahannya dibiarkan terlantar seperti ini. Soalnya kalau digarap tanahnya terlalu padat, sehingga akan sulit untuk diolah dan ditanami,” jelas Suarjaya.
Selain itu, sejumlah tanaman yang sudah terlanjur ditanam seperti padi, kedelai, kacang-kacangan belakangan pertumbuhannya menjadi terlambat. Bahkan banyak yang mati, karena hanya mengandalkan air hujan. “Saya saja sudah banyak rugi. Tanaman padi saya yang baru berumur sebulan, banyak yang kini telah mengering dan layu. Kalau tidak ada air hujan dalam seminggu kedepan, pasti mati dah,” sesalnya. Dengan kondisi itu, dipastikan kerugian yang diderita, mencapai Rp 1,5 juta untuk ongkos garap tanah, beli benih, pupuk dan ongkos tanam.
Ironisnya, kata dia, hingga kini pihaknya juga mengaku belum mengetahui kepastian sampai kapan tanggul Munduk Bebengan akan dilakukan perbaikan. “Harapan kami, tentunya tanggul yang jebol itu bisa segera ditanggulangi oleh instansi terkait supaya kehidupan para petani disini bisa kembali normal untuk bercocok tanam,” pungkasnya. (ard/Fajar Bali)