DENPASAR-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Dua komunitas teater, yakni Teater Jineng SMA Negeri 1 Tabanan dan Komunitas Teater JKP Denpasar tampil rancak di Bali Mandara Nawanatya 2018, Minggu (13/5/2018).
Mereka sama-sama menampilkan garapan yang kuat akan konsep. Satu konsep yang mengalir bak darah di tubuh menjadi garapan yang apik ketika dipentaskan, seperti yang ditampilkan Teater Jineng Tabanan.
Kurikulum 2013 menuntut siswa cerdas dan berkarakter nyatanya dapat diimplementasikan melalui teater.
“Misi pendidikan dan kebudayaan selalu ada dalam sebuah garapan teater. Bisa diperhatikan proses awal sampai pentas adalah bentuk dari kurikulum 2013 itu sendiri,” tutur pembina Teater Jineng SMA Negeri 1 Tabanan, I Gede Arum Gunawan.
I Gede Arum Gunawan mengatakan, semestinya proses pembelajaran di kelas haruslah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang.
“Berawal dari pembuatan naskah, proses pemilihan pemain, menghafal dan memahami naskah sehingga jadi sebuah pementasan dan ditampilkan ke khalayak itu salah satu gambaran bagaimana kurikulum 2013 seharusnya,” paparnya lantang.
“Sejatinya konsep itu adalah membiarkan siswa itu berproses, kami sebagai pembina hanya menuntun dan mendidik apa yang harus kami berikan pada anak didik kami,” tambahnya.
Naskah yang dia tulis bertajuk “Menggugat” adalah hasil eksplorasinya. “Ada banyak kisah yang disajikan dan memiliki benang merah yang sama, yakni bagaimana sulitnya ide itu didapatkan dan bagaimana proses kreatif itu berlangsung,” ujarnya.
Tak tanggung-tanggung, saat menggarap karya tersebut, Gunawan dan tiga pembina Teater Jineng lainnya (Gusti Ayu Ratih Pariniti, Agung Hari Sunjaya Sapanca, A.H Wisnu Wardono) tak segan-segan melakukan reshuffle pemain, meski telah berada dipertengahan proses penggarapan. “Pas dipertengahan kami rasa ‘kok tidak cocok’ ya kami ganti,” terangnya.
Sementara itu, Komunitas Teater JKP Denpasar juga tampil tak kalah rancak. Menurut pendiri Komunitas Teater JKP Denpasar, Ngurah Arya Dimas Hendrano, garapan yang berjudul “Brahmana Anggara” adalah kisah yang terinspirasi dari peristiwa erupsi Gunung Agung.
Komunitas yang kini telah berusia lima tahun itu pun melibatkan seluruh anggota komunitas untuk bermain. “Seluruh Tim JKP, dari umur 1 tahun sampai 43 tahun ikut main. Ini komunitas keluarga,” terangnya sembari tertawa lepas.
Meski persiapan hanya enam hari, JKP tetap berusaha tampil dengan maksimal. “Intinya, bahwa manusia memang bisa ada konflik dimana-mana dan manusia harus belajar dari alam,” tuturnya serius.
Menanggapi aksi dua komunitas teater Minggu malam lalu, kurator Bali Mandara Nawanatya, AA Sagung Mas Ruscitadewi pun melontarkan komentar. “Untuk keseluruhan keduanya bagus dan mereka (para pemain) mainnya enak,” ungkap wanita yang juga akademisi ini.
Sebagai pengamat, Mas Ruscitadewi tentu masih melihat adanya hal kecil yang mengganggu kesempurnaan suguhan, meski kedua penampil sudah bermain bagus.
“Ada beberapa hal kecil, untuk pemain pertama harusnya sudah ditutup jangan dijelaskan lagi. Ada kecenderungan mau nambah pemain, sehinga kurang konsisten lagi dikit. Yang kedua propertinya diterobos, ketika menghukum jangan pakai guungan lebih bagus kalau diikat,” tutupnya menilai. (eka)