Denpasar-Fajarbali.com | Kendati angka penjualan kerajinan UMKM menurun akibat pandemi dan imbas perpanjangan PPKM, para pengrajin perak di wilayah Sukawati dan songket khususnya di daerah Sidemen, Kabupaten Karangasem tidak patah arang. Penjualan pun dialihkan via online/daring.
Seperti yang diungkapkan pengrajin sekaligus owner songket Kusuma Wijaya Sidemen Dewa Ayu Ketut Kusuma mengatakan, stagnannya ekonomi Bali mengajarkan para pengrajin memanfaatkan sarana digital melalui kanal media sosial, sehingga produk songket dan tenun endek semakin dikenal pasar dan terserap lebih cepat.
Diakui, pandemi Covid-19 mengakibatkan penjualan songket merosot, rata-rata perbulan hanya dapat menjual lima lembar kain songket jenis katun dengan kisaran harga 1,3 juta rupiah per lembar. Padahal, sebelum pandemi angka penjualan songket perhari sangat tinggi dengan harga dibandrol 5 juta rupiah per lembar kain songket jenis sutra.
Baca Juga:
Menteri Agama Ajak Umat Hindu Kuatkan Moderasi Beragama Melalui Perayaan Hari Suci Saraswati Nasional
Tidak Ada Lagi Warga Tidak Mengenakan Masker, Sebelumnya Raup Denda Sampai 50 Jutaan
"Permintaan songket saat ini didominasi jenis katun menyesuaikan daya beli masyarakat dengan kualitas tetap terjamin. Tidak bisa diperkirakan berapa dapat, dulu itu sebulan bisa sampai puluhan juta, harganya juga tak tanggung-tanggung. Kalau sekarang harganya turun drastis, satu hari kadang dapat jualan kadang tidak, omzetnya kadang kosong," ucapnya saat dikonfirmasi, Selasa (24/8).
Senada dengan Dewa Ayu Ketut Kusuma, owner Agus Silver Ni Wayan Supartiwi mengungkapkan, saat ini masyarakat lebih memfokuskan pendapatannya untuk biaya dapur, sehingga dana untuk gaya hidup lebih ditekan. Kondisi ini berpengaruh signifikan terhadap penjualan kerajinan perak lokal yang merosot hingga 80 persen.
Pihaknya mengaku, merosotnya penjualan perak mengharuskannya merumahkan karyawan karena tidak bisa menutupi biaya operasional. Ia menambahkan, para pengrajin perak mengalihkan pemasaran produk kerajinan secara online ditengah perpanjangan PPKM di Bali.
"Saya mengalami itu, 80 persen pendapatan menurun. Biasanya kan saya menerima order, namun karena situasi begini (pandemi) jadinya sekarang sama sekali tidak ada order," ujar Supartiwi.
Tidak dipungkiri perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak signifikan terhadap aktivitas ekonomi di Pulau Dewata. Para pengrajin songket dan perak memanfaatkan sarana digital melalui kanal media sosial untuk memasarkan produknya. Kendati omzet yang diperoleh tidak sebesar sebelum pandemi akibat merosotnya daya beli masyarakat. (car)
Seperti yang diungkapkan pengrajin sekaligus owner songket Kusuma Wijaya Sidemen Dewa Ayu Ketut Kusuma mengatakan, stagnannya ekonomi Bali mengajarkan para pengrajin memanfaatkan sarana digital melalui kanal media sosial, sehingga produk songket dan tenun endek semakin dikenal pasar dan terserap lebih cepat.
Diakui, pandemi Covid-19 mengakibatkan penjualan songket merosot, rata-rata perbulan hanya dapat menjual lima lembar kain songket jenis katun dengan kisaran harga 1,3 juta rupiah per lembar. Padahal, sebelum pandemi angka penjualan songket perhari sangat tinggi dengan harga dibandrol 5 juta rupiah per lembar kain songket jenis sutra.
Baca Juga:
Menteri Agama Ajak Umat Hindu Kuatkan Moderasi Beragama Melalui Perayaan Hari Suci Saraswati Nasional
Tidak Ada Lagi Warga Tidak Mengenakan Masker, Sebelumnya Raup Denda Sampai 50 Jutaan
"Permintaan songket saat ini didominasi jenis katun menyesuaikan daya beli masyarakat dengan kualitas tetap terjamin. Tidak bisa diperkirakan berapa dapat, dulu itu sebulan bisa sampai puluhan juta, harganya juga tak tanggung-tanggung. Kalau sekarang harganya turun drastis, satu hari kadang dapat jualan kadang tidak, omzetnya kadang kosong," ucapnya saat dikonfirmasi, Selasa (24/8).
Senada dengan Dewa Ayu Ketut Kusuma, owner Agus Silver Ni Wayan Supartiwi mengungkapkan, saat ini masyarakat lebih memfokuskan pendapatannya untuk biaya dapur, sehingga dana untuk gaya hidup lebih ditekan. Kondisi ini berpengaruh signifikan terhadap penjualan kerajinan perak lokal yang merosot hingga 80 persen.
Pihaknya mengaku, merosotnya penjualan perak mengharuskannya merumahkan karyawan karena tidak bisa menutupi biaya operasional. Ia menambahkan, para pengrajin perak mengalihkan pemasaran produk kerajinan secara online ditengah perpanjangan PPKM di Bali.
"Saya mengalami itu, 80 persen pendapatan menurun. Biasanya kan saya menerima order, namun karena situasi begini (pandemi) jadinya sekarang sama sekali tidak ada order," ujar Supartiwi.
Tidak dipungkiri perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak signifikan terhadap aktivitas ekonomi di Pulau Dewata. Para pengrajin songket dan perak memanfaatkan sarana digital melalui kanal media sosial untuk memasarkan produknya. Kendati omzet yang diperoleh tidak sebesar sebelum pandemi akibat merosotnya daya beli masyarakat. (car)