10 Oknum Polres Klungkung Dilaporkan ke Polda Bali, Korban Ngaku Disiksa Hingga Disekap

Tiga Hari Disekap di Sebuah Rumah

(Last Updated On: )

DIDAMPINGI LBH-Korban I Wayan Suparta dan istrinya Airini mendatangi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Bali.

DENPASAR -fajarbali.com |Kasus dugaan penyekapan dan penganiayaan yang diduga dilakukan 10 oknum Polres Klungkung terhadap seorang warga bernama I Wayan Suparta, 47, pada 28 Mei 2024 masih dalam penyelidikan Bidpropam Polda Bali. Hanya saja, korban menduga proses hukum terhadap ke 10 oknum tersebut berjalan timpang.
Korban akhirnya meminta pendampingan kepada YLBHI-LBH (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Bali, serta KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) yang menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan.
Hal ini disampaikan korban dan istrinya didampingi Direktur LBH Bali Rezky Pratiwi saat menggelar konferensi pers pada Jumat 5 July 2024.
Isri korban bernama Airin menuturkan kejadian ini bermula ketika ada 10 orang mengaku dari Polres Klungkung datang ke rumah korban di Jalan Waribang, Denpasar, pada 26 Mei 2024. Para oknum itu mencari suaminya, Wayan Suparta. Namun, suaminya tidak ada di rumah.
“Mereka menanyakan di mana rumah Pak Nyoman, bukan atas nama suami saya, saya jawab di sini namanya Pak Wayan,” ujar Airin.
Sang istri menanyakan maksud dan tujuan kedatangan polisi yang berpakaian preman itu. Tapi para polisi itu meminta agar istri korban tidak banyak bertanya dan mendesak agar Suparta segera pulang.
“Para polisi ini juga tak menunjukan surat tugas,” bebernya.
Sekitar pukul 20.00 Wita, suaminya pun pulang. Mereka langsung menyergapnya tanpa memperlihatkan surat penangkapan. Suparta dibawa ke sebuah pos di depan rumahnya dan diinterogasi terkait keberadaan sebuah unit mobil Pajero. Polisi meminta pria itu mengakui keterlibatan dalam menggelapkan mobil tersebut.
Tapi korban mengaku tidak tahu apa apa. Sang istri Airin dan anaknya menyaksikan sang suami dibawa pergi dengan menggunakan mobil.
Dikatakanya, suaminya Suparta menjelaskan bahwa pada awalnya dia mengenal seseorang bernama Mang Togel. Lalu korban menjadi perantara perkenalan antara Togel dengan orang bernama Dewa Krisna.
“Setahu saya, mereka ada urusan terkait gadai mobil, tapi saya tidak ikut campur urusan mereka, saya hanya mengenakan mereka, itu saja,” ungkapnya.
Ironinya, korban malah ditangkap atas tuduhan telah membantu membawa kabur sebuah mobil Pajero. Pria itu lantas dibawa menggunakan mobil ke Klungkung.
Tapi yang terjadi, sang suami bukannya diinterogasi di Mako Polres, dia malah dibawa ke sebuah rumah di Jalan Sandat. Dia ditahan selama hampir tiga hari sampai 28 Mei 2024. Di sana korban terus dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.
Suparta dipaksa memberikan informasi tentang keberadaan mobil Pajero yang tengah dicari Polres Klungkung. Meski korban sama sekali tidak mengetahui keberadaan mobil tersebut. Dalam proses interogasi itu, Suparta mendapatkan penyiksaan lewat pukulan dengan tangan kosong, menggunakan botol minum Aqua berukuran 1 liter yang berisi air, hingga botol bir.
Pukulan dilakukan secara berulang ke wajah, bagian kepala, dan kedua telinga korban. Bukan itu saja, selama proses penyiksaan, tangan korban terus diborgol, pakaiannya dilucuti dan mata ditutup dengan plester putih berlapis-lapis hingga tidak bisa melihat, terlebih lagi dia sempat diancam akan ditembak.
Polisi sempat mengajaknya pulang, tapi hanya untuk menyita lima unit mobil milik Suparta secara paksa. Uniknya, Mang Togel turut ada di sana saat penyitaan terjadi.
Melihat suaminya menderita, Airin merasa khawatir dan berusaha menanyakan mengenai suaminya ke SPKT Polres Klungkung. Ternyata petugas di SPKT justru tidak tahu ada kasus yang terkait korban waktu itu.
Dari sanalah terkuak bahwa Suparta disekap. Wanita itu mengklaim sempat diancam oleh oknum anggota, jika ingin mengeluarkan suaminya.
“Saya diancam, kalau mau selamatkan suami, datangkan mobil Pajero, baru suami ibu dikeluarkan,” bebernya.
Ia pun mempertanyakan mengapa justru suaminya yang dipaksa mengaku, sedangan saksi kunci yaitu Mang Togel ataupun Dewa Krisna tidak ada diperiksa oleh kepolisian.
“Setelah tiga hari disekap, Suparta akhirnya dibebaskan. Namun ia harus menjalani pengobatan karena menderita sejumlah luka, terutama pada gendang telinga yang robek. Setelah itu, baru korban melaporkan masalah ini ke Polda Bali,” ungkapnya.
Suparta menjelaskan dirinya baru sekali diperiksa oleh penyidik Krimum Polda Bali, dan satu kali oleh Propam.
Keterangan terpisah, Direktur LBH Bali Rezky Pratiwi menjelaskan, pihaknya mendapatkan pengaduan dari seorang pencari keadilan yang jadi korban penyekapan, penyiksaan, pencurian, serta tindakan sewenang-wenang oleh 10 personel polisi dari Polres Klungkung pada 26 hingga 28 Mei 2024.
Tindakan-tindakan tersebut dilakukan anggota Polres Klungkung tanpa menunjukan surat perintah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan surat tugas. Sehingga dari segi prosedur dinilai sudah menyalahi aturan. Terlebih lagi, tindakan-tindakan kekerasan yang mengakibatkan korban sampai mengalami pecah gendang telinga kiri yang menjadi cacat permanen.
“Telinga kirinya tidak bisa lagi mendengar suara,” bebernya.
Namun sejak awal petugas SPKT Polda Bali justru mengarahkan pelaporan kasus ini pada pasal 352 KUHP, atau penganiayaan ringan dengan ancaman pidana penjara maksimal hanya tiga bulan pidana penjara.
“Proses ini diteruskan oleh penyelidik yang tetap menggunakan pasal ringan tersebut tanpa mempertimbangkan fakta-fakta serta akibat yang dialami oleh korban,” bebernya.
Penyidik hingga kini juga enggan memanggil dan memeriksa saksi kunci yang mengetahui terjadinya tindakan penyekapan serta penyiksaan yang dilakukan oleh Personel Polres Klungkung.
Parahnya lagi, kata Rezky Pratiwi beberapa personel Polres Klungkung acap melakukan intimidasi, terror dan sempat meminta korban untuk menandatangani kesepakatan damai dengan para polisi selaku pelaku.
Sehingga, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia berkaitan dengan hak untuk bebas dari penyiksaan, dan hak terhadap akses peradilan yang jujur, adil, dan tidak memihak.
Menurut Rezky, harusnya perbuatan para oknum polisi itu diproses dengan pasal berlapis, yaitu sebagai tindak pidana penyiksaan (Pasal 422) KUHP, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (Pasal 351 KUHP), penculikan dan penyekapan (Pasal 328 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), serta pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) untuk mendorong pertanggungjawaban para pelaku.
“Padahal momentum peringatan hari anti penyiksaan (26 Juni) dan hari bhayangkara (1 Juli), Namun belum genap satu minggu pasca institusi Kepolisian merayakan hari jadinya, beragam peristiwa pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang masih terus dilakukan,” ungkapnya.
Berdasarkan situasi tersebut, pihaknya menyatakan sikap dan mendesak agar
Kompolnas dan Komnas HAM Republik Indonesia proaktif untuk melakukan pengawasan termasuk memanggil, memeriksa, dan mendesak penegakan hukum pidana serta etik terhadap personel Polres Klungkung yang menjadi pelaku penyiksaan serta pelanggaran unfair trial.
Mereka mendesak Polda Bali memastikan pertanggungjawaban pidana, etik dan disiplin terhadap semua personel Klungkung yang terlibat dalam tindakan terhadap korban secara profesional, akuntabel, dan transparan. Termasuk tidak menerapkan pasal pidana yang ringan. Lalu, Polres Klungkung agar kooperatif dalam proses pemeriksaan dan bertanggung jawab atas serangkaian tindakan anggotanya dalam kasus ini, sekaligus tidak melakukan intimidasi, kekerasan maupun upaya lainnya untuk merintangi proses pemeriksaan atas peristiwa a quo.
Polres Klungkung diminta segera mengembalikan barang-barang yang dirampas secara melawan hukum berupa lima buah mobil. Polres Klungkung juga meminta maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya atas tindakan kejam melakukan penyiksaan kepada korban.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali Kombespol Jansen Avitus Panjaitan menerangkan laporan diterima pada Rabu 29 Mei 2024 sekitar pukul 16.00 Wita, dengan Laporan Polisi Nomor : LP/403/V/SPKT/Polda Bali, perihal dugaan penganiayaan, masih berproses. Pelapor IWS, warga Jalan Subak Dalem, Denpasar ini akan dipanggil dan dimintai keterangan lagi.
Dalam laporannya pelapor mengaku didatangi anggota Sat Reskrim Polres Klungkung pada Minggu 26 Mei 2024 sekitar pukul 23.30, dan diajak ke suatu tempat untuk diinterogasi dan saat interogasi pelapor mengaku dipukul oleh  anggota.
“Ya, terkait laporan ini masih dalam proses pedalaman untuk kebenarannya dan jika memang terbukti anggota tersebut bersalah Bid Propam Polda Bali pasti akan memberikan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku,” bebernya ke awak media. R-005

Next Post

AHM Best Student 2024 Incar Inovasi Kreatif Anak Muda

Sab Jul 6 , 2024
(Last Updated On: ) PT Astra Honda Motor (AHM) bersama jaringan main dealer Honda seluruh Indonesia membuka pendaftaran ajang AHM Best Student (AHMBS) 2024. (Foto : ist)   JAKARTA-fajarbali.com | PT Astra Honda Motor (AHM) bersama jaringan main dealer Honda seluruh Indonesia membuka pendaftaran ajang AHM Best Student (AHMBS) 2024 […]
1720223842337_copy_800x586

Berita Lainnya